Jakarta (ANTARA) - Pelukis asal Bantul Yogyakarta Yaksa Agus memiliki keunikan dalam menuangkan ide ke dalam kuas dan kanvas yakni dengan banyak melakukan aktivitas diskusi dan membaca.
Yaksa yang pernah menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta mengaku sudah 20 tahun mengalirkan kreativitas ke dalam lukisannya dengan cara seperti itu.
"Membaca biasanya malam hari. Lewat cara itu bisa menghasilkan imajinasi atau bisa juga berdiskusi dengan teman atau istri," kata dia saat berbincang dengan ANTARA pada akhir pekan ini yang dipublikasikan di Jakarta, Sabtu .
Dari lukisan-lukisan produksinya, lukisan berjudul "Jalan Kenangan: Antara" dan "Jalan Kenangan: Aneta" merupakan karya terbaik, ucap Yaksa.
Kedua lukisan ini dia buat tahun ini, dan bukan karya pertama karena sebelumnya sudah lebih dari lima kali dia melukis gedung yang sama.
"Kadang Gedung Antara itu saya ceritakan dulu ke istri, baru ketika mood (suasana hati) membaik baru dituangkan ke dalam lukisan. Walaupun saya sudah melukis yang lain, tapi itu saya ceritakan terus," ujar dia yang meyakini diskusi bisa melahirkan hal-hal baru dan menjadi ide bagi lukisan berikutnya.
Bagi Yaksa, gedung lama Antara yang dulunya milik kantor berita ANETA itu bukan hanya sebuah monumen pers tetapi juga tempat melahirkan gerakan dan peristiwa kebudayaan.
"Dari sana peristiwa budaya walaupun kecil tetapi dibuat di sana yang mungkin itu juga akan terkabarkan ke mana-mana seperti ketika mengabarkan proklamasi," kata dia.
Yaksa menjalani kehidupan sehari-harinya dengan melukis, setidaknya pada tiga sesi yakni pagi setelah bangun tidur hingga pukul 10.00, sore hari sekitar pukul 15.00 hingga magrib dan malam hari.
Baca juga: Mengenal Rudini pelukis dari kaki Gunung Rinjani
Baca juga: Pameran seni FIB Unair-Komunitas Adhicipta beri edukasi budaya
"Nanti kalau malam tinggal cari yang detil-detil. Nulis-nulis puisinya. Yang ringan-ringan itu malam," kata dia.
Sementara kegiatannya setelah pukul 10.00 yakni memasak untuk makan siang. Dia mengaku percaya diri dengan kemampuannya mengolah makanan yang menurut dia lebih baik ketimbang sang istri.
Berbicara aktivitas khusus yang dilakukan sebelum melukis, dia mengaku tak memilikinya. Yaksa mengatakan ide terkadang muncul begitu saja dan langsung direspons.
"Kalau tidak ada ide atau gagasan ya kita bekerja, seperti pintu yang di sana (lukisan pintu) karena saya tidak ada ide yang kemudian harus diceritakan banyak tetapi saya ingin melukis. Itu pintu rumah di Kotagede. Pintu di bangunan lama," jelas dia.
Yaksa yang pernah menempuh pendidikan di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta mengaku sudah 20 tahun mengalirkan kreativitas ke dalam lukisannya dengan cara seperti itu.
"Membaca biasanya malam hari. Lewat cara itu bisa menghasilkan imajinasi atau bisa juga berdiskusi dengan teman atau istri," kata dia saat berbincang dengan ANTARA pada akhir pekan ini yang dipublikasikan di Jakarta, Sabtu .
Dari lukisan-lukisan produksinya, lukisan berjudul "Jalan Kenangan: Antara" dan "Jalan Kenangan: Aneta" merupakan karya terbaik, ucap Yaksa.
Kedua lukisan ini dia buat tahun ini, dan bukan karya pertama karena sebelumnya sudah lebih dari lima kali dia melukis gedung yang sama.
"Kadang Gedung Antara itu saya ceritakan dulu ke istri, baru ketika mood (suasana hati) membaik baru dituangkan ke dalam lukisan. Walaupun saya sudah melukis yang lain, tapi itu saya ceritakan terus," ujar dia yang meyakini diskusi bisa melahirkan hal-hal baru dan menjadi ide bagi lukisan berikutnya.
Bagi Yaksa, gedung lama Antara yang dulunya milik kantor berita ANETA itu bukan hanya sebuah monumen pers tetapi juga tempat melahirkan gerakan dan peristiwa kebudayaan.
"Dari sana peristiwa budaya walaupun kecil tetapi dibuat di sana yang mungkin itu juga akan terkabarkan ke mana-mana seperti ketika mengabarkan proklamasi," kata dia.
Yaksa menjalani kehidupan sehari-harinya dengan melukis, setidaknya pada tiga sesi yakni pagi setelah bangun tidur hingga pukul 10.00, sore hari sekitar pukul 15.00 hingga magrib dan malam hari.
Baca juga: Mengenal Rudini pelukis dari kaki Gunung Rinjani
Baca juga: Pameran seni FIB Unair-Komunitas Adhicipta beri edukasi budaya
"Nanti kalau malam tinggal cari yang detil-detil. Nulis-nulis puisinya. Yang ringan-ringan itu malam," kata dia.
Sementara kegiatannya setelah pukul 10.00 yakni memasak untuk makan siang. Dia mengaku percaya diri dengan kemampuannya mengolah makanan yang menurut dia lebih baik ketimbang sang istri.
Berbicara aktivitas khusus yang dilakukan sebelum melukis, dia mengaku tak memilikinya. Yaksa mengatakan ide terkadang muncul begitu saja dan langsung direspons.
"Kalau tidak ada ide atau gagasan ya kita bekerja, seperti pintu yang di sana (lukisan pintu) karena saya tidak ada ide yang kemudian harus diceritakan banyak tetapi saya ingin melukis. Itu pintu rumah di Kotagede. Pintu di bangunan lama," jelas dia.