Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyiapkan lapak untuk merelokasi pedagang kaki lima (PKL) yang saat ini menggunakan badan jalan di sepanjang jalur "bypass" Bandar Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid, Jalan Lingkar Selatan Kota Mataram.
"Untuk pembuatan lapak PKL tersebut, kami sudah siapkan anggaran Rp190 juta," kata Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Mataram Uun Pujianto di Mataram, Jumat.
Relokasi PKL di kawasan "bypass" ini dinilai mendesak karena kawasan itu merupakan zona merah PKL atau harus steril dari aktivitas masyarakat sebab bisa mengganggu arus lalu lintas.
"Karena itu, PKL dan akan kami siapkan lapak pada lahan bekas Lesehan Bebek Galih atau depan Tugu Mataram Metro," katanya.
Baca juga: Mataram-Lombok Barat perlu koordinasi tangani PKL di "bypass" bandara
Lahan bekas Lesehan Bebek Galih tersebut memiliki luas sekitar 4.200 meter persegi. Sementara, dalam konsepnya lapak akan dibuat seragam seperti di kawasan Teras Udayana sehingga bisa terlihat rapi.
Proses pembangunan lapak saat ini masih menunggu tahapan penataan pedestrian dan pagar keliling yang dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) setempat.
"Jika pekerjaan dari Dinas PUPR rampung, kita langsung melanjutkan dengan pembuatan lapak," katanya.
Berdasarkan data hasil pendataan awal, sambungnya, jumlah PKL yang akan direlokasi di kawasan tersebut sekitar 60 pedagang. Para pedagang tersebut sebagian ada berasal dari Kota Mataram dan ada juga dari luar kota.
Posisi tempat mereka berjualan ini merupakan wilayah perbatasan antara Kota Mataram dengan Kabupaten Lombok Barat.
"Dengan keterbatasan lahan yang ada, untuk relokasi tahap pertama kami prioritaskan pedagang yang merupakan warga Kota Mataram," katanya.
Baca juga: Pemkot Mataram membangun lapak relokasi PKL "bypass"
Uun mengatakan, sebelumnya pihaknya bersama tim terpadu sudah berkali-kali melakukan penertiban agar tidak ada PKL lagi, hanya saja pedagang kembali lagi dan itu terus berulang hingga jumlah mereka semakin banyak.
"Karena itu, kami harus segera relokasi agar tidak menimbulkan masalah lebih luas, termasuk masalah sampah yang dibuang ke saluran yang terjadi kemarin (Kamis 6/6-2024)," katanya.
Dia mengakui, para pedagang yang ada di kawasan itu merupakan pedagang tidak tetap, sebab rata-rata mereka berjualan dengan menggunakan kendaraan baik roda dua maupun roda empat.
"Tetapi apapun itu, mereka tetap tidak boleh berjualan di areal 'bypass'. Jadi mau tidak mau, ketika lapak sudah siap mereka harus mau di relokasi," katanya.
"Untuk pembuatan lapak PKL tersebut, kami sudah siapkan anggaran Rp190 juta," kata Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Mataram Uun Pujianto di Mataram, Jumat.
Relokasi PKL di kawasan "bypass" ini dinilai mendesak karena kawasan itu merupakan zona merah PKL atau harus steril dari aktivitas masyarakat sebab bisa mengganggu arus lalu lintas.
"Karena itu, PKL dan akan kami siapkan lapak pada lahan bekas Lesehan Bebek Galih atau depan Tugu Mataram Metro," katanya.
Baca juga: Mataram-Lombok Barat perlu koordinasi tangani PKL di "bypass" bandara
Lahan bekas Lesehan Bebek Galih tersebut memiliki luas sekitar 4.200 meter persegi. Sementara, dalam konsepnya lapak akan dibuat seragam seperti di kawasan Teras Udayana sehingga bisa terlihat rapi.
Proses pembangunan lapak saat ini masih menunggu tahapan penataan pedestrian dan pagar keliling yang dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) setempat.
"Jika pekerjaan dari Dinas PUPR rampung, kita langsung melanjutkan dengan pembuatan lapak," katanya.
Berdasarkan data hasil pendataan awal, sambungnya, jumlah PKL yang akan direlokasi di kawasan tersebut sekitar 60 pedagang. Para pedagang tersebut sebagian ada berasal dari Kota Mataram dan ada juga dari luar kota.
Posisi tempat mereka berjualan ini merupakan wilayah perbatasan antara Kota Mataram dengan Kabupaten Lombok Barat.
"Dengan keterbatasan lahan yang ada, untuk relokasi tahap pertama kami prioritaskan pedagang yang merupakan warga Kota Mataram," katanya.
Baca juga: Pemkot Mataram membangun lapak relokasi PKL "bypass"
Uun mengatakan, sebelumnya pihaknya bersama tim terpadu sudah berkali-kali melakukan penertiban agar tidak ada PKL lagi, hanya saja pedagang kembali lagi dan itu terus berulang hingga jumlah mereka semakin banyak.
"Karena itu, kami harus segera relokasi agar tidak menimbulkan masalah lebih luas, termasuk masalah sampah yang dibuang ke saluran yang terjadi kemarin (Kamis 6/6-2024)," katanya.
Dia mengakui, para pedagang yang ada di kawasan itu merupakan pedagang tidak tetap, sebab rata-rata mereka berjualan dengan menggunakan kendaraan baik roda dua maupun roda empat.
"Tetapi apapun itu, mereka tetap tidak boleh berjualan di areal 'bypass'. Jadi mau tidak mau, ketika lapak sudah siap mereka harus mau di relokasi," katanya.