Jakarta (ANTARA) - Perusahaan konsultan properti Colliers Indonesia menilai Jakarta tidak akan kehilangan daya tariknya sebagai kota tujuan investasi properti meski statusnya tidak lagi sebagai Ibu Kota Negara (IKN).
"Jakarta tidak akan kehilangan daya tarik (dari investor) karena sudah pasti, 'market'-nya ada, korporasinya ada, aktivitas bisnisnya ada walaupun memang ada kekhawatiran kegiatan-kegiatan besar sebagian besar akan berpindah," kata Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto di Jakarta, Sabtu.
Menurut Ferry, populasi kawasan metropolitan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang mencapai hingga 30 juta jiwa menjadi daya tarik utama bagi perkembangan pasar properti.
Ia pun meyakini, perubahan status Jakarta yang tidak lagi menjadi IKN tidak akan terlalu mempengaruhi investasi di sektor properti dalam lima tahun ke depan.
"Populasi dari metropolitan Jakarta yang sampai 30 juta orang itu menjadi satu daya tarik yang tidak bisa dipungkiri, karena itu pasar paling besar untuk investasi properti," tutur Ferry.
Salah satu kawasan jalan protokol di Jakarta, yang juga menjadi pusat bisnis ibu kota, Rabu (3/4/2019). ANTARA/M Razi Rahman/aa.
Colliers Indonesia mencatat ada dua juta meter persegi (m2) ruang perkantoran di Jakarta yang masih belum tergunakan atau terutilisasi yang terdampak akibat model bekerja jarak jauh di era pandemi COVID-19.
Okupansi ruang perkantoran diharapkan bisa meningkat seiring proyeksi ekonomi lebih baik dengan pemerintahan yang baru.
Baca juga: BASF dan Eramet tunda investasi baterai di Maluku Utara
Baca juga: Lonjakan daya saing RI pacu kepercayaan investor
Adapun saat ini tingkat hunian perkantoran pada kuartal II tahun ini untuk kawasan bisnis terpadu atau "central business district" (CBD) sebesar 74,7 persen dan di luar CBD Jakarta 77,2 persen.
Sementara itu, di sisi ritel, pembangunan mal baru di Jabodetabek masih akan terus berlanjut, setidaknya hingga 2026. Ritel mancanegara juga diperkirakan masih optimis untuk membuka toko pertamanya terutama di mal kelas atas, yang menunjukkan masih prospektifnya sektor tersebut.
"Jakarta tidak akan kehilangan daya tarik (dari investor) karena sudah pasti, 'market'-nya ada, korporasinya ada, aktivitas bisnisnya ada walaupun memang ada kekhawatiran kegiatan-kegiatan besar sebagian besar akan berpindah," kata Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto di Jakarta, Sabtu.
Menurut Ferry, populasi kawasan metropolitan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang mencapai hingga 30 juta jiwa menjadi daya tarik utama bagi perkembangan pasar properti.
Ia pun meyakini, perubahan status Jakarta yang tidak lagi menjadi IKN tidak akan terlalu mempengaruhi investasi di sektor properti dalam lima tahun ke depan.
"Populasi dari metropolitan Jakarta yang sampai 30 juta orang itu menjadi satu daya tarik yang tidak bisa dipungkiri, karena itu pasar paling besar untuk investasi properti," tutur Ferry.
Okupansi ruang perkantoran diharapkan bisa meningkat seiring proyeksi ekonomi lebih baik dengan pemerintahan yang baru.
Baca juga: BASF dan Eramet tunda investasi baterai di Maluku Utara
Baca juga: Lonjakan daya saing RI pacu kepercayaan investor
Adapun saat ini tingkat hunian perkantoran pada kuartal II tahun ini untuk kawasan bisnis terpadu atau "central business district" (CBD) sebesar 74,7 persen dan di luar CBD Jakarta 77,2 persen.
Sementara itu, di sisi ritel, pembangunan mal baru di Jabodetabek masih akan terus berlanjut, setidaknya hingga 2026. Ritel mancanegara juga diperkirakan masih optimis untuk membuka toko pertamanya terutama di mal kelas atas, yang menunjukkan masih prospektifnya sektor tersebut.