KPK (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata tidak mempermasalahkan soal penyidiknya yang kembali dilaporkan tim hukum PDI Perjuangan ke Dewan Pengawas KPK.

"Kalau pelaporan kan siapapun boleh melaporkan, kalau merasa bahwa hak-haknya itu dilanggar atau prosedur penanganan atau prosedur pelaksanaan pekerjaan di KPK oleh staf kami di KPK yang dianggap tidak profesional misalnya, silakan saja melaporkan," kata Alex saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Alex mengatakan Dewas KPK nantinya akan mengklarifikasi penyidik terkait dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan dan mempunyai informasi terkait laporan tersebut, untuk kemudian diputuskan ada atau tidaknya pelanggaran prosedur oleh penyidik dalam menjalankan tugasnya.

"Nanti Dewas akan melakukan klarifikasi bagaimana misalnya pada saat melakukan pemeriksaan, bagaimana pada saat melakukan penggeledahan dan lain sebagainya nanti akan dilihat oleh Dewas. Jadi, silakan melaporkan dan kita tunggu saja," ujarnya.

Mantan hakim itu mengatakan KPK akan sepenuhnya menghormati dan melaksanakan keputusan Dewas KPK. Menurutnya, apa pun keputusan Dewas KPK akan menjadi bahan evaluasi dan perbaikan bagi seluruh insan KPK dalam menjalankan tugasnya memberantas korupsi di Tanah Air.

Penyidik KPK Rossa Purbo Bekti kembali dilaporkan ke Dewas KPK pada Selasa (9/7) oleh kuasa hukum dari Anggota Tim Hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Donni Tri Istiqomah.

"Kami dari tim hukum DPP PDIP, hari ini kedatangan kami adalah untuk kedua kalinya melaporkan saudara Rossa atas pelanggaran etik berat," kata Kuasa Hukum Donni, Johanes Tobing, di Gedung Dewas KPK, Jakarta Selatan, Selasa (9/7).

Johanes menerangkan dasar laporannya adalah dugaan sikap tidak profesional penyidikan KPK saat melakukan penggeledahan di rumah Donni pada Rabu (3/7). Dia juga menyebut penggeledahan dan penyitaan sejumlah barang yang berlangsung selama empat jam oleh 16 orang petugas KPK itu tidak disertai dengan surat tugas.

"Kami mendapat informasi bahwa penggeledahan dan penyitaan itu tanpa tidak didasari ada surat, surat perintah bahkan ini tidak ada izin dari dari ketua pengadilan untuk melakukan penggeledahan itu sebagaimana diatur oleh undang-undang," ujar Johanes.

Penggeledahan tersebut diketahui merupakan bagian dari pengembangan penyidikan terhadap buronan kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku (HM).

Baca juga: Empat anggota DPRD Jatim jadi tersangka korupsi dana hibah
Baca juga: Jaksa sebut SYL akui adanya tindakan korupsi

Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020. Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 yakni Wahyu Setiawan.

Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.


 

Pewarta : Fianda Sjofjan Rassat
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024