Mataram, (Antaranews NTB) - Tim penyidik Subbid III Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat, Senin, meminta klarifikasi Ketua KONI NTB Andy Hadianto, terkait penyelenggaraan lomba lari "Lombok Marathon" 2017 pada 28 Januari 2018.
Andy yang didampingi Hadi Muchlis dari Bidang Hukum KONI NTB, datang dan menghadap penyidik subbid III tipikor, pada Senin (19/2) siang, sekitar pukul 14.00 Wita.
Namun ketika ditemui wartawan pada Senin sore, sekitar pukul 16.30 Wita, usai memberikan klarifikasi kepada penyidik, Andy enggan memberikan banyak komentar.
"Nantilah, nanti kan kita laporkan ke Gubernur," jawab Andy saat disinggung terkait jumlah anggaran yang digunakan dalam kegiatan olah raga skala internasional tersebut.
Kemudian saat disinggung soal indikasi adanya suntikan anggaran dari pemerintah, Andy menegaskan tidak ada.
"Tidak ada itu (anggaran dari pemerintah), dari KONI juga tidak ada," ujarnya.
Mungkin karena bosan dengan wartawan yang terus menodong pertanyaan soal anggaran penyelenggaraannya, Andy kemudian menjelaskan bahwa anggaran kegiatannya murni didapat dari sponsor.
"Uangnya dari sponsor," ujarnya.
Terkait dengan kegiatan penyidik yang meminta klarifikasi Ketua KONI NTB, Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol Syamsuddin Baharuddin yang ditemui di ruang kerjanya, mengatakan bahwa proses penanganannya masih dalam tahap penyelidikan.
"Ini kan masih tahap pendalaman. Masih verifikasi. Nantinya pihak-pihak lain juga akan dimintai keterangan," kata Syamsuddin.
Dijelaskan kembali bahwa penanganan oleh penyidik Subbid III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB ini bertujuan untuk mengetahui proses penggunaan anggarannya yang diduga berasal dari suntikan dana APBD NTB tahun 2017.
"Kalau nantinya dalam proses klarifikasi ada ditemukan indikasi (pelanggaran hukum). Ya bisa kita tingkatkan ke penyidikan. Tapi ini kan belum, masi proses (penyelidikan)," ujarnya.
Penanganan yang sebelumnya sudah dikatakan masuk dalam tahap penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari adanya laporan masyarakat.
Karena itu, penyelidikannya dimulai dengan meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait, termasuk pihak penyelenggara dari KONI NTB dan panitia pelaksana dari "Dunia Lari".
Langkah yang dilakukan oleh penyidik subbid III tipikor ini juga sesuai dengan perintah yang telah dimandatkan oleh pejabat pimpinan Polri tertinggi di NTB, Brigjen Pol Firli.
Dalam perintah awalnya, Kapolda NTB meminta anggota kriminal khusus menyelidiki legalitas dari pihak panitia penyelenggara "Lombok Marathon" asal Jakarta, "Dunia Lari".
Namun sebelumnya anggota pada hari selesai pelaksanaan "Lombok Marathon", telah meminta klarifikasi kepada sejumlah pihak panitia penyelenggara, di antaranya KONI NTB maupun penanggung jawab kegiatan dari "Dunia Lari".
Permintaan klarifikasi tersebut berkaitan dengan penyebab munculnya aksi protes para peserta kepada panitia yang tidak langsung memberikan medali sesampainya di garis "finish", lapangan Bumi Gora Kantor Gubernur NTB.
Dari klarifikasi yang disampaikan panitia kepada polisi, munculnya aksi protes para peserta berawal dari medali yang dipesan terlambat datang.
Medali yang katanya dipesan dari Singapura datang pada Minggu (28/1) pagi. Alasan keterlambatan itu karena pelunasan biaya pembuatan medali diselesaikan sehari sebelumnya, pada 27 Januari 2018.
Meskipun terlambat datang dan panitia kembali membagikannya kepada para peserta, namun dalam faktanya di lapangan, banyak dari peserta yang pulang tanpa membawa medali.
Terkait dengan hal itu, panitia dari "Dunia Lari" dalam keterangannya yang disampaikan ke polisi mengaku bahwa sebelumnya telah menyiapkan 2.000 keping medali, melebihi kapasitas pendaftaran secara "online".
Andy yang didampingi Hadi Muchlis dari Bidang Hukum KONI NTB, datang dan menghadap penyidik subbid III tipikor, pada Senin (19/2) siang, sekitar pukul 14.00 Wita.
Namun ketika ditemui wartawan pada Senin sore, sekitar pukul 16.30 Wita, usai memberikan klarifikasi kepada penyidik, Andy enggan memberikan banyak komentar.
"Nantilah, nanti kan kita laporkan ke Gubernur," jawab Andy saat disinggung terkait jumlah anggaran yang digunakan dalam kegiatan olah raga skala internasional tersebut.
Kemudian saat disinggung soal indikasi adanya suntikan anggaran dari pemerintah, Andy menegaskan tidak ada.
"Tidak ada itu (anggaran dari pemerintah), dari KONI juga tidak ada," ujarnya.
Mungkin karena bosan dengan wartawan yang terus menodong pertanyaan soal anggaran penyelenggaraannya, Andy kemudian menjelaskan bahwa anggaran kegiatannya murni didapat dari sponsor.
"Uangnya dari sponsor," ujarnya.
Terkait dengan kegiatan penyidik yang meminta klarifikasi Ketua KONI NTB, Dirreskrimsus Polda NTB Kombes Pol Syamsuddin Baharuddin yang ditemui di ruang kerjanya, mengatakan bahwa proses penanganannya masih dalam tahap penyelidikan.
"Ini kan masih tahap pendalaman. Masih verifikasi. Nantinya pihak-pihak lain juga akan dimintai keterangan," kata Syamsuddin.
Dijelaskan kembali bahwa penanganan oleh penyidik Subbid III Tipikor Ditreskrimsus Polda NTB ini bertujuan untuk mengetahui proses penggunaan anggarannya yang diduga berasal dari suntikan dana APBD NTB tahun 2017.
"Kalau nantinya dalam proses klarifikasi ada ditemukan indikasi (pelanggaran hukum). Ya bisa kita tingkatkan ke penyidikan. Tapi ini kan belum, masi proses (penyelidikan)," ujarnya.
Penanganan yang sebelumnya sudah dikatakan masuk dalam tahap penyelidikan ini merupakan tindak lanjut dari adanya laporan masyarakat.
Karena itu, penyelidikannya dimulai dengan meminta keterangan dari sejumlah pihak terkait, termasuk pihak penyelenggara dari KONI NTB dan panitia pelaksana dari "Dunia Lari".
Langkah yang dilakukan oleh penyidik subbid III tipikor ini juga sesuai dengan perintah yang telah dimandatkan oleh pejabat pimpinan Polri tertinggi di NTB, Brigjen Pol Firli.
Dalam perintah awalnya, Kapolda NTB meminta anggota kriminal khusus menyelidiki legalitas dari pihak panitia penyelenggara "Lombok Marathon" asal Jakarta, "Dunia Lari".
Namun sebelumnya anggota pada hari selesai pelaksanaan "Lombok Marathon", telah meminta klarifikasi kepada sejumlah pihak panitia penyelenggara, di antaranya KONI NTB maupun penanggung jawab kegiatan dari "Dunia Lari".
Permintaan klarifikasi tersebut berkaitan dengan penyebab munculnya aksi protes para peserta kepada panitia yang tidak langsung memberikan medali sesampainya di garis "finish", lapangan Bumi Gora Kantor Gubernur NTB.
Dari klarifikasi yang disampaikan panitia kepada polisi, munculnya aksi protes para peserta berawal dari medali yang dipesan terlambat datang.
Medali yang katanya dipesan dari Singapura datang pada Minggu (28/1) pagi. Alasan keterlambatan itu karena pelunasan biaya pembuatan medali diselesaikan sehari sebelumnya, pada 27 Januari 2018.
Meskipun terlambat datang dan panitia kembali membagikannya kepada para peserta, namun dalam faktanya di lapangan, banyak dari peserta yang pulang tanpa membawa medali.
Terkait dengan hal itu, panitia dari "Dunia Lari" dalam keterangannya yang disampaikan ke polisi mengaku bahwa sebelumnya telah menyiapkan 2.000 keping medali, melebihi kapasitas pendaftaran secara "online".
Namun dari bentuk persiapannya, muncul gagasan baru dari panitia KONI NTB, agar lebih memeriahkan kegiatan yang banyak diikuti oleh atlet lari maupun wisatawan mancanegara itu, mereka turut mengundang anggota TNI, Polri, PNS dan siswa sekolah.
Sebenarnya tidak ada yang salah dari gagasan panitia lokal, hanya saja karena kurangnya koordinasi dalam pelaksanaannya mengakibatkan peserta undangan yang hadir dalam kegiatan pada Minggu (28/1) pagi, melebihi kapasitas dari persiapan yang sebelumnya telah dimatangkan.
Hal itu pun mengakibatkan sebagian peserta di luar undangan banyak yang pulang tanpa membawa medali sesuai dengan yang telah dijanjikan dalam pendaftaran "online".(*)
Sebenarnya tidak ada yang salah dari gagasan panitia lokal, hanya saja karena kurangnya koordinasi dalam pelaksanaannya mengakibatkan peserta undangan yang hadir dalam kegiatan pada Minggu (28/1) pagi, melebihi kapasitas dari persiapan yang sebelumnya telah dimatangkan.
Hal itu pun mengakibatkan sebagian peserta di luar undangan banyak yang pulang tanpa membawa medali sesuai dengan yang telah dijanjikan dalam pendaftaran "online".(*)