Lombok Barat (Antaranews NTB) - Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) Kabupaten Lombok Barat H Rachman Sahnan Putra menyatakan daerahnya termasuk kabupaten dengan kasus pneumonia sangat tinggi dan menempati urutan pertama dari 10 penyakit.
"Pada 2017, dari target 80 persen yang harus kami temukan, ketemu angka 66 ribu kasus atau sebesar 112 persen," kata H. Rachman Sahnan Putra, pada sosialisasi gerakan masyarakat hitung napas balita batuk dalam deteksi dini pneumonia di Lombok Barat.
Kegiatan yang diselenggarakan di aula Balai Diklat Pertanian Narmada tersebut dihadiri oleh dr Indra Kasari dari Kementerian Kesehatan, dan anggota Komisi IX DPR RI Hj Hermalena.
Menurut Rachman, pneumonia harus menjadi perhatian secara khusus. Pasalnya, berdasarkan riset kesehatan dasar (riskesdas) 2007, pneumonia menjadi penyebab kematian kedua pada bayi bawah lima tahun (balita) setelah diare, yaitu sebesar 23,8 persen.
Ia berharap agar seluruh kalangan mulai dari tenaga kesehatan, kader kesehatan dan masyarakat memiliki peran yang besar untuk menekan kasus-kasus pneumonia di Kabupaten Lombok Barat.
"Saya kira itu terjadi juga di semua daerah di Indonesia, bahwa pneumonia adalah sebuah permasalahan kasus penyakit yang harus menjadi perhatian secara khusus," ujarnya.
Sementara itu, dr. Indra Kasari, mengatakan bahwa pneumonia salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang menimbulkan kematian.
ISPA disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Jika mengenai jaringan paru-paru akan menimbulkan pneumonia.
Oleh sebab itu, lanjut dia, gerakan hitung napas dalam deteksi dini pneumonia perlu digalakkan agar masyarakat mengetahui bahwa normalnya frekuensi bernapas selama 1 menit, tidak boleh melebihi 60 kali pada anak berusia kurang dari 2 bulan.
"Untuk anak usia 2 bulan hingga kurang dari 12 bulan, frekuensi bernapasnya adalah 50 kali. Frekuensi itu menurun menjadi 40 kali pada anak usia 1-5 tahun," katanya.
Ditempat yang sama, anggota Komisi IX DPR RI Hj. Hermalena juga mengingatkan agar sosialisasi dan edukasi harus terus diberikan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, terutama para orang tua, mengenai bahaya pneumonia.
"Masyarakat harus diedukasi agar mengetahui bahwa pneumonia bisa dicegah dan disembuhkan," ucap politisi PPP asal Daerah Pemilihan NTB tersebut. (*)
"Pada 2017, dari target 80 persen yang harus kami temukan, ketemu angka 66 ribu kasus atau sebesar 112 persen," kata H. Rachman Sahnan Putra, pada sosialisasi gerakan masyarakat hitung napas balita batuk dalam deteksi dini pneumonia di Lombok Barat.
Kegiatan yang diselenggarakan di aula Balai Diklat Pertanian Narmada tersebut dihadiri oleh dr Indra Kasari dari Kementerian Kesehatan, dan anggota Komisi IX DPR RI Hj Hermalena.
Menurut Rachman, pneumonia harus menjadi perhatian secara khusus. Pasalnya, berdasarkan riset kesehatan dasar (riskesdas) 2007, pneumonia menjadi penyebab kematian kedua pada bayi bawah lima tahun (balita) setelah diare, yaitu sebesar 23,8 persen.
Ia berharap agar seluruh kalangan mulai dari tenaga kesehatan, kader kesehatan dan masyarakat memiliki peran yang besar untuk menekan kasus-kasus pneumonia di Kabupaten Lombok Barat.
"Saya kira itu terjadi juga di semua daerah di Indonesia, bahwa pneumonia adalah sebuah permasalahan kasus penyakit yang harus menjadi perhatian secara khusus," ujarnya.
Sementara itu, dr. Indra Kasari, mengatakan bahwa pneumonia salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) berat yang menimbulkan kematian.
ISPA disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Jika mengenai jaringan paru-paru akan menimbulkan pneumonia.
Oleh sebab itu, lanjut dia, gerakan hitung napas dalam deteksi dini pneumonia perlu digalakkan agar masyarakat mengetahui bahwa normalnya frekuensi bernapas selama 1 menit, tidak boleh melebihi 60 kali pada anak berusia kurang dari 2 bulan.
"Untuk anak usia 2 bulan hingga kurang dari 12 bulan, frekuensi bernapasnya adalah 50 kali. Frekuensi itu menurun menjadi 40 kali pada anak usia 1-5 tahun," katanya.
Ditempat yang sama, anggota Komisi IX DPR RI Hj. Hermalena juga mengingatkan agar sosialisasi dan edukasi harus terus diberikan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran, terutama para orang tua, mengenai bahaya pneumonia.
"Masyarakat harus diedukasi agar mengetahui bahwa pneumonia bisa dicegah dan disembuhkan," ucap politisi PPP asal Daerah Pemilihan NTB tersebut. (*)