Capaian imunisasi PCV 2025 per Maret baru delapan persen

id kementerian kesehatan,kemenkes,imunisasi nasional,pneumonia,imunisasi pcv,pcv,imunisasi anak,radang paru bayi

Capaian imunisasi PCV 2025 per Maret baru delapan persen

Ilustrasi: Seorang balita didekap ibunya usai menerima suntikan vaksin PCV di pos pelayanan terpadu di Kecamatan Baruga, Kendari, Sulawesi Tenggara. ANTARA FOTO/Jojon/nz. (ANTARA FOTO/JOJON)

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan cakupan imunisasi PCV pada 2025 per Maret baru mencapai delapan persen dari target 16 persen, dimana sebagian besar provinsi masih mencatatkan cakupan kurang dari 10 persen.

Direktur Imunisasi Kementerian Kesehatan Prima Yosephine mengatakan dalam webinar "Cegah Bahaya Radang Paru dan Diare Berat pada Anak melalui Imunisasi" di Jakarta, Jumat, bahwa dilihat dari cakupan imunisasi PCV2, hanya Jakarta yang mencapai target yakni sekitar 20 persen, sementara daerah-daerah seperti Bali, Banten, dan Kepulauan Riau hampir mencapai target.

Pada 2024, katanya, cakupan imunisasi PCV secara nasional mencapai 77,5 persen. Prima menjelaskan imunisasi PCV penting guna mencegah salah satu penyebab kematian bayi yang terbesar yakni pneumonia, selain diare berat yang bisa dicegah dengan imunisasi Rotavirus.

Prima menjelaskan sejumlah data beban penyakit pneumonia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, terdapat peningkatan prevalensi pneumonia dari 1,6 persen menjadi dua persen pada 2018.

Dia melanjutkan Profil Kesehatan Indonesia 2021 dan Laporan Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes 2021 menunjukkan 14,5 persen kematian pada bayi di bawah 12 bulan dan 5,05 persen kematian pada balita12-59 bulan disebabkan oleh pneumonia.

"Proporsi kematian akibat pneumonia lebih besar pada usia di bawah 12 bulan, sehingga harus diberikan perlindungan sedini mungkin sebelum bayi menderita pneumonia," ujarnya.

Adapun imunisasi PCV dan Rotavirus ditambahkan sebagai bagian dari tiga antigen baru dalam imunisasi nasional, satu yang lainnya berupa vaksin HPV guna mencegah kanker serviks.

Meski demikian, katanya, masih ada tantangan dari pelaksanaan imunisasi antigen baru. Menurut observasi di lapangan, katanya, sejumlah tantangan yakni injeksi ganda (multiple injection).

"Tantangan imunisasi ganda ini bisa karena petugas memang kurang pede. Kurang percaya diri untuk memberikan imunisasi ganda pada sasaran. Bisa juga karena masyarakatnya memang mereka belum mau untuk anaknya diberikan imunisasi ganda, karena mereka khawatir," katanya.

Adapun kekhawatiran orang tua, kata dia, yakni soal Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI). Oleh karena itu Prima melanjutkan tenaga kesehatan harus mampu untuk meyakinkan para orang tua dan wali bahwa pemberian imunisasi ganda ini cukup aman.

Menurut survei yang dilakukan Kemenkes dan UNICEF pada 2023, sekitar 38 persen orang tua takut membawa anaknya imunisasi karena takut imunisasi ganda. Sejumlah alasan lainnya, kata dia, adalah jadwal imunisasi tidak pas.

Baca juga: DPR siap memanggil Kemenkes hingga RSHS terkait kasus dokter PPDS

Dia menilai hal ini karena banyak ibu-ibu muda masih bekerja. Jika layanan imunisasi hanya buka pada siang hari saat mereka bekerja, mereka tidak bisa membawa anaknya ke tempat layanan.

Oleh karena itu pihaknya mengupayakan agar ada dispensasi bagi para perempuan yang memiliki bayi yang menjadi sasaran imunisasi, sehingga mereka hak cutinya tidak dipotong ketika mereka membawa anak mereka ke layanan imunisasi.

Baca juga: Sebanyak 1 juta orang lebih ikut Program CKG

Selain itu dia juga memberikan motivasi bagi para tenaga kesehatan untuk lebih percaya diri dalam memberikan imunisasi, karena jika mereka ragu, masyarakat juga ikut ragu.

Kemudian, katanya, perlu adanya pemanfaatan media sosial guna menyebarluaskan informasi, agar cakupan imunisasi semakin luas. Prima menilai, pencatatan dan pelaporan secara detail seputar imunisasi melalui Aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK) perlu ditingkatkan, agar analisa guna intervensi bisa dilakukan secara lebih tepat.