Tradisi Kesultanan Dompu menggema, Bupati dan Wabup tampil sebagai Sultan

id Hari Jadi ke-210 Tahun Kabupaten Dompu, Tradisi dan Budaya Dompu, Dou Dompu

Tradisi Kesultanan Dompu menggema, Bupati dan Wabup tampil sebagai Sultan

Bupati Dompu Bambang Firdaus dan Wakil Bupati Syirajuddin tampil layaknya Sultan/Raja sehari, dalam puncak peringatan hari jadi ke-210 tahun Kabupaten Dompu, Jumat (ANTARA/HO-Ady Ardiansah)

Dompu (ANTARA) - Tradisi Kesultanan Dompu kembali menggema, pada puncak peringatan hari jadi ke-210 tahun, yang berlangsung di Lapangan Beringin Halaman Kantor Bupati, Jumat.

Pantauan ANTARA, suasana khidmat dan penuh kebanggaan menyelimuti semua undangan dan masyarakat yang hadir saat itu.

Dalam balutan prosesi adat dan budaya yang sarat makna itu, Bupati Dompu Bambang Firdaus dan Wakil Bupati Syirajuddin tampil layaknya Sultan sehari, menjadi simbol kejayaan masa lalu yang kembali dihidupkan.

“Semua ini untuk mempertahankan, melestarikan, dan mengembangkan budaya daerah kita yang terkikis oleh budaya-budaya asing,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dompu Abdul Muis kepada ANTARA.

Dikatakannya, bahwa kegiatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan upaya nyata menjaga warisan leluhur.

"Perayaan ini harus menjadi panggung bagi kekayaan tradisi Dou Dompu (Orang Dompu) yang hampir punah oleh budaya-budaya asing," jelasnya.

Baca juga: Bupati Dompu tampil perdana dengan tenun khas muna pa'a

Kegiatan ini, lanjut pria yang akrab disapa Daeng ini, sangat penting digelar sebagai bahan edukasi kepada generasi penerus dan masyarakat Dompu umumnya.

"Kesempatan dan momentum sejarah ini harus dijadikan ruang untuk mengedukasi masyarakat umum terutama generasi penerus. Agar mereka selalu bangga dengan identitas dirinya sebagai Dou Dompu," tegasnya.

Adapun tradisi dan budaya yang di tampilan tersebut adalah budaya pada masa kesultanan. Seperti Lu’u ’Daha, Pawai Budaya, dan pentas atau pagelaran Budaya.

Prosesi Adat Kesultanan: Lu’u ’Daha dan Simbol Kesetiaan

Rangkaian acara dimulai dengan prosesi Lu’u ’Daha—simbol kembalinya pasukan kesultanan ke istana usai berparade. Dengan formasi rapi dan berirama, barisan tambur Lawata Kampo membuka jalan. Diikuti oleh pasukan gendang, nafiri, gong, dan barisan Dou Suba, pasukan infanteri kebanggaan Kesultanan Dompu yang dikomandoi langsung oleh Rato Bumi Suba.

Tampak pula pasukan elit Lamonca serta jajaran pejabat wilayah seperti camat, kepala desa, hingga Anangguru yang mengenakan baju besi, menambah semarak suasana. Di barisan paling belakang, Juru Paju dengan payung kebesaran Paju Ro’o Ta’a menjadi simbol perlindungan bagi raja.

Tarian Sakral dan Sumpah Setia di Hadapan Raja

Tak hanya parade visual yang memukau, prosesi juga menyuguhkan tarian sakral seperti Makka, Kanja, Toja, dan Sere—masing-masing mengandung makna pengabdian dan penghormatan kepada raja.

“Tarian Makka adalah bentuk ikrar setia para pejabat hadat dan hukum kepada raja. Ini bukan sekadar tarian, tapi bentuk komunikasi spiritual dan politik,” terang Muis.

"Ungkapan sumpah setia Nggahi Dana dan Makka kembali menggema, mengikat batin dan semangat kebangsaan dalam kebudayaan Dompu, "sambungnya

Identitas Kultural dan Pendidikan Budaya
Muis menekankan, bahwa perayaan ini penting sebagai media edukasi bagi generasi muda.
“Momentum ini harus menjadi ruang belajar sejarah dan kebudayaan, agar mereka bangga menjadi Dou Dompu,” ujarnya.

Peran pemerintah daerah pun diapresiasi dalam mengangkat kembali kebesaran Dompu masa lampau melalui simbolisasi raja dan sultan.

“Hari ini, Bupati dan Wakil Bupati menjadi raja sehari, sebagai bentuk penghormatan dan apresiasi rakyat,” pungkasnya.