Kejari Mataram mencari bukti baru kasus korupsi bansos pokir dewan

id kejari mataram, bukti baru, korupsi bansos, pokir dprd mataram, disdag mataram, bpkp ntb, penelusuran kerugian

Kejari Mataram mencari bukti baru kasus korupsi bansos pokir dewan

Arsip foto-Kantor Kejari Mataram. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat mencari bukti baru dalam kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan sosial yang bersumber dari anggaran pokok pikiran (pokir) dewan tahun 2022.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Mataram Harun Al Rasyid di Mataram, Selasa, mengatakan pencarian bukti baru ini merupakan tindak lanjut permintaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB dalam menghitung kerugian keuangan negara.

"Jadi, ada beberapa (bukti baru) yang dimintai BPKP kemarin. Ini yang masih kita lengkapi," kata Harun.

Dalam penelusuran tersebut, penyidik kembali melakukan serangkaian pemeriksaan tambahan terhadap sejumlah saksi.

Baca juga: Tiga tersangka korupsi penyaluran KUR bank syariah di Bima ditahan

Dengan menyampaikan perkembangan tersebut, Harun menepis kabar penghentian penyidikan.

"Jadi, kalau ada yang bilang kasus ini berhenti, itu tidak benar, penyidikan masih jalan," ujarnya.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Mataram Mardiono sebelumnya membeberkan modus perbuatan pidana korupsi yang muncul dalam penyaluran bansos pokir DPRD Mataram dengan nilai mencapai Rp6 miliar tersebut.

"Modusnya, banyak kelompok fiktif dan yang baru terbentuk. Ada juga kelompok, setelah dapat bantuan, tidak berusaha lagi. Ada juga pemotongan (penyaluran)," kata Mardiono.

Menurut kajian kejaksaan, modus tersebut bermuara pada pelaksanaan di Dinas Perdagangan Kota Mataram yang diduga menyalurkan tidak sesuai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

Baca juga: Empat tersangka korupsi sumur bor ditahan di Lapas Selong Lombok Timur

Salah satu indikasi pidananya berkaitan dengan tidak dilakukan survei terlebih dahulu terhadap para kelompok penerima bantuan.

Dari hasil penelusuran kejaksaan, nominal bansos yang disalurkan kepada kelompok penerima cukup bervariasi. Mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp50 juta. Ada untuk kelompok, juga perorangan.

"Yang Rp50 juta justru ada yang terima dari perorangan," ucap Mardiono.

Dengan menemukan hasil tersebut, Mardiono melihat ada unsur pembiaran.

"Tidak adanya bentuk pengawasan sehingga membuat unsur pelanggaran pidana dalam penyaluran bansos ini muncul. Pemberian bansos terserah anggota dewan, siapa yang mau dikasih. Permohonannya di dewan. Disdag hanya menyalurkan," katanya.

Lebih lanjut, Mardiono menerangkan bahwa penanganan kasus ini sudah berjalan di tahap penyidikan. Upaya penguatan alat bukti dari sisi kerugian negara menjadi catatan terakhir dalam perkembangan penyidikan.

Meskipun belum mendapatkan hasil audit, namun Mardiono mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menemukan nilai potensi dari kerugian negara dengan nominal mencapai Rp5 miliar dari total anggaran penyaluran Rp6 miliar.

Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.