Polda NTB pantau sidang praperadilan kasus pencabulan anak di Sumbawa

id praperadilan, kasua pencabulan anak, polda ntb, spdp, sprindik,polres sumbawa

Polda NTB pantau sidang praperadilan kasus pencabulan anak di Sumbawa

Suasana sidang Praperadilan tersangka kasus dugaan pencabulan anak di Pengadilan Negeri Sumbawa di Pengadilan Negeri Sumbawa, NTB, Jumat (11/4/2025). (ANTARA/HO-Polda NTB)

Mataram (ANTARA) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat memantau langsung tahapan sidang Praperadilan kasus pencabulan terhadap anak di wilayah hukum Kepolisian Resor Sumbawa dengan pemohon berinisial MJ alias Jen Ak Syarafiah yang berstatus tersangka dalam kasus tersebut.

Kepala Bidang Hukum Polda NTB Kombes Pol. Abdul Azas Siagian dalam keterangannya yang diterima di Mataram, Sabtu, sidang praperadilan yang digelar Pengadilan Negeri Sumbawa sejak Jumat (11/8) ini teregister dengan perkara nomor: 1/Pid.Pra/2025/PN Sbw. Klasifikasi perkara ini berkaitan dengan sah atau tidaknya penetapan tersangka.

"Kami pantau terus sidangnya dengan turun langsung ke sana," kata

Menurutnya, agenda sidang yang dipimpin hakim tunggal Fransiskus Xaverius Lae berkaitan dengan pembuktian. Namun, kedua belah pihak, baik pemohon dan termohon dalam hal ini Kapolres Sumbawa, meminta agar sidang dilanjutkan pada hari Senin (14/4) dengan agenda pemeriksaan saksi.

Atas adanya agenda pemeriksaan saksi tersebut, Kepala Bidkum Polda NTB memastikan pihaknya sebagai tim hukum dari pihak termohon dapat membuktikan bahwa penanganan kasus dugaan pencabulan terhadap anak ini sudah berjalan sesuai prosedur.

"Makanya, nanti hasil praperadilan itu kita lihat. Kalau memang dia (pemohon) mendalilkan itu bukan merupakan tindak pidana atau kami salah dalam penetapan tersangka, berarti kalah kami 'kan? Itu saja," ujarnya.

Baca juga: Polisi tetapkan sembilan tersangka pencabulan anak di Lombok Tengah

Sementara itu, Febriyan Anindita, kuasa hukum pemohon menjelaskan bahwa dasar kliennya mengajukan Praperadilan ini melihat adanya beberapa kejanggalan dalam pelaksanaan prosedur penanganan di kepolisian, mulai dari tindak lanjut laporan aduan sampai penetapan MJ sebagai tersangka.

"Hal pertama yang kami soroti terkait Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) ganda yang terbit dengan penomoran berbeda tapi tanggalnya sama," kata Febriyan.

Dua Sprindik yang sama penanggalan pada 25 Januari 2025 tersebut, bernomor: Sp.Sidik/45/I/2025/Reskrim, dan Sprin.Dik/45/I/RES.1.4/2025/Reskrim.

"Selain Sprindik ganda yang terbit dengan penomoran berbeda, disusul lagi dengan penerbitan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) ganda yang terbit dengan penomoran berbeda dan tanggal yang berbeda," ujarnya.

SPDP pertama, kata dia, terbit pada tanggal 31 Januari 2025 dengan nomor: B/239/SPDP/19/I/RES.1.4/2025/Res Sbw. Dalam SPDP pertama tercatat Sprindik Nomor: Sprin.Dik/45/I/RES.1.4/2025/Reskrim.

Baca juga: Polisi tetapkan tiga orang tersangka persetubuhan anak di Lombok Barat

Sedangkan, untuk SPDP kedua terbit pada tanggal 04 Maret 2025, dengan nomor: B/581/SPDP/40/III/RES.1.4/2025/Res Sbw. Dalam SPDP kedua tercatat Sprindik berbeda dengan Nomor: Sprin.Dik/45/I/RES.1.4/2025/Reskrim.

"Jadi, memperhatikan dan mencermati fakta itu, terlihat jelas bahwa SPDP terhadap Sprindik Nomor: Sp.Sidik/45/I/2025/Reskrim, tanggal 25 Januari 2025 tidak pernah diberikan sampai saat ini baik kepada tersangka, keluarganya, maupun kepada kami penasihat hukum," ucap dia.

Padahal, dalam aturan KUHAP, SPDP itu bersifat wajib untuk diberikan terhitung paling lambat 7 hari semenjak Sprindik diterbitkan.

"Jadi, ini adalah fakta yang kami ungkapkan di persidangan," kata Febriyan.

Baca juga: Seorang kakek di Mataram jadi tersangka pencabulan empat anak

Kemudian, kuasa hukum menyoroti hasil visum korban yang terbit dari pihak rumah sakit lebih dahulu muncul dibandingkan dengan penerbitan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik).

Terakhir, terkait surat panggilan pertama Nomor: S.Pgl/198/I/RES.1.4/2025/ Reskrim, tanggal 29 Januari 2025. Dalam kop surat tersebut, penyidik meminta MJ memenuhi panggilan dalam kapasitas sebagai saksi pada 3 Februari 2025, berbeda dengan isi surat yang menyebut MJ sebagai tersangka.

"Bagaimana cerita dalam satu surat panggilan isinya saling bertentangan, padahal diketahui bersama karakteristik dari Hukum Acara Pidana harus tertulis jelas dan tegas, jangankan lecet satu huruf, lecet satu kata pun bukan maka fatal akibat hukumnya," ujar dia.

Satreskrim Polres Sumbawa menetapkan MJ sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan anak ini pada 28 Januari 2025 atas tindak lanjut laporan aduan ibu kandung korban berinisial RW pada akhir Desember 2024.

Baca juga: Polisi dampingi pemulihan trauma korban pemerkosaan ayah tiri di Mataram

Laporan aduan tersebut merujuk pada dugaan pelanggaran Pasal 82 ayat (1) juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Korban dalam kasus ini bukan lain masih ada hubungan keluarga dengan tersangka, karena istri MJ adalah anak dari istri pertama ayah kandung korban. Sedangkan, RW sebagai pelapor dalam kasus ini merupakan istri keempat.

Baca juga: Sempat dihentikan, Kasus kekerasan seksual timpa anak 12 tahun dibuka kembali

Perbuatan asusila itu diduga terjadi saat korban tinggal bersama MJ dan istrinya yang diketahui hingga kini belum juga memiliki anak kandung.