Jakarta (ANTARA) - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) telah menyerahkan rekam jejak pimpinan hingga pegawainya kepada Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK yang merupakan tahapan proses seleksi calon pimpinan KPK.
"Kami sudah memberikan informasi kepada pansel tentang calon-calon yang mau menjadi pimpinan KPK. Itu sudah kami sampaikan apa adanya, catatan etika apa adanya," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Jumat.
Tumpak menerangkan catatan yang diberikan kepada Pansel Capim KPK tersebut belum menyertakan putusan sidang kode etik terhadap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Karena pada saat itu Dewas KPK menerima perintah penundaan pembacaan putusan sidang kode etik oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Lebih lanjut Tumpak mengatakan Dewas KPK tidak berencana memperbaharui catatan rekam jejak yang diberikan kepada Pansel Capim KPK meski saat ini telah ada putusan terkait kode etik tersebut.
"Apa perlu sekarang disusulkan lagi? Saya rasa enggak usah. Semua sudah tahu. Tentunya dia baca juga," kata Tumpak.
Untuk diketahui Dewas KPK lewat Sidang Kode Etik menyatakan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron telah melanggar kode etik insan KPK dengan mengintervensi proses mutasi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Pertanian.
Atas pelanggaran tersebut Ghufron dijatuhi sanksi sedang dalam bentuk teguran tertulis dan pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama 6 bulan.
Tumpak mengungkapkan bobot sanksi yang dijatuhkan terhadap insan KPK yang melakukan pelanggaran kode etik ditentukan oleh dampak yang ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut.
"Karena berat ringannya sanksi tu tergantung daripada dampak yang ditimbulkan. Dalam hal ini dampaknya masih terbatas kepada menurunnya citra institusi KPK, belum sampai ke tingkat merugikan pemerintah," ujarnya.
Tumpak mengatakan karena pertimbangan itulah sanksi yang dijatuhkan oleh Dewas KPK adalah sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama 6 bulan.
Lebih lanjut Dewas KPK menyatakan hal yang memberatkan Ghufron adalah tidak mendukung upaya pemerintah menghilangkan praktik- praktik nepotisme dengan menggunakan pengaruh serta tidak menjaga muruah KPK sebagai lembaga antikorupsi dan tidak melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan citra KPK di masyarakat semakin menurun.
Kemudian tidak menyesali perbuatannya, tidak kooperatif dengan menunda-nunda persidangan sehingga menghambat kelancaran proses sidang.
Baca juga: KPK lakukan observasi antikorupsi di Sumbawa Barat
Baca juga: KPK periksa terdakwa korupsi di Ditjen Perkeretaapian Kemenhub
"Selain itu terperiksa (Ghufron) juga aktif memberikan keterangan dan pernyataan kepada media tentang apa yang dilakukannya sehingga menyebabkan pemberitaan tentang perbuatan terperiksa semakin meluas," kata Tumpak.
Sedangkan hal yang meringankan adalah terperiksa belum pernah dijatuhi sanksi etik. Untuk diketahui, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kembali mendaftar sebagai Capim KPK periode 2024-2029. Pimpinan KPK lainnya yang kembali ikut mendaftar adalah Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.
"Kami sudah memberikan informasi kepada pansel tentang calon-calon yang mau menjadi pimpinan KPK. Itu sudah kami sampaikan apa adanya, catatan etika apa adanya," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta Selatan, Jumat.
Tumpak menerangkan catatan yang diberikan kepada Pansel Capim KPK tersebut belum menyertakan putusan sidang kode etik terhadap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron.
Karena pada saat itu Dewas KPK menerima perintah penundaan pembacaan putusan sidang kode etik oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Lebih lanjut Tumpak mengatakan Dewas KPK tidak berencana memperbaharui catatan rekam jejak yang diberikan kepada Pansel Capim KPK meski saat ini telah ada putusan terkait kode etik tersebut.
"Apa perlu sekarang disusulkan lagi? Saya rasa enggak usah. Semua sudah tahu. Tentunya dia baca juga," kata Tumpak.
Untuk diketahui Dewas KPK lewat Sidang Kode Etik menyatakan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron telah melanggar kode etik insan KPK dengan mengintervensi proses mutasi seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Pertanian.
Atas pelanggaran tersebut Ghufron dijatuhi sanksi sedang dalam bentuk teguran tertulis dan pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama 6 bulan.
Tumpak mengungkapkan bobot sanksi yang dijatuhkan terhadap insan KPK yang melakukan pelanggaran kode etik ditentukan oleh dampak yang ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut.
"Karena berat ringannya sanksi tu tergantung daripada dampak yang ditimbulkan. Dalam hal ini dampaknya masih terbatas kepada menurunnya citra institusi KPK, belum sampai ke tingkat merugikan pemerintah," ujarnya.
Tumpak mengatakan karena pertimbangan itulah sanksi yang dijatuhkan oleh Dewas KPK adalah sanksi sedang berupa teguran tertulis dan pemotongan penghasilan sebesar 20 persen selama 6 bulan.
Lebih lanjut Dewas KPK menyatakan hal yang memberatkan Ghufron adalah tidak mendukung upaya pemerintah menghilangkan praktik- praktik nepotisme dengan menggunakan pengaruh serta tidak menjaga muruah KPK sebagai lembaga antikorupsi dan tidak melakukan perbuatan yang dapat menyebabkan citra KPK di masyarakat semakin menurun.
Kemudian tidak menyesali perbuatannya, tidak kooperatif dengan menunda-nunda persidangan sehingga menghambat kelancaran proses sidang.
Baca juga: KPK lakukan observasi antikorupsi di Sumbawa Barat
Baca juga: KPK periksa terdakwa korupsi di Ditjen Perkeretaapian Kemenhub
"Selain itu terperiksa (Ghufron) juga aktif memberikan keterangan dan pernyataan kepada media tentang apa yang dilakukannya sehingga menyebabkan pemberitaan tentang perbuatan terperiksa semakin meluas," kata Tumpak.
Sedangkan hal yang meringankan adalah terperiksa belum pernah dijatuhi sanksi etik. Untuk diketahui, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron kembali mendaftar sebagai Capim KPK periode 2024-2029. Pimpinan KPK lainnya yang kembali ikut mendaftar adalah Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.