Mataram (ANTARA) - Tiga daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) masuk dalam kategori rawan tinggi di Pilkada serentak 2024.
Ketua Bawaslu NTB, Itratif menyebutkan dari 10 kabupaten/kota di NTB, terdapat tiga daerah yang rawan tinggi di pilkada serentak 2024, yakni Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Bima, dan Kota Bima.
"Lombok Tengah selalu muncul dalam kerawanan baik pemilu dan pilkada, begitu juga Kabupaten Bima perlu jadi atensi karena ada dua pasangan calon, termasuk Kota Bima meski ada tiga pasangan calon disana, kerawanan-nya sudah mulai muncul," ujarnya pada kegiatan sosialisasi pengawasan dan peluncuran peta kerawanan pada pilkada serentak 2024 di Mataram, Rabu.
Sementara untuk tujuh kabupaten/kota lain di NTB, seperti Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, dan Dompu masuk dalam kategori rawan sedang.
"Meski tujuh daerah masuk rawan sedang, bukan berarti jajaran bawaslu nyenyak tidur apalagi Kota Mataram, Dompu, Kabupaten Bima karena ada dua calon. Jadi pembelahannya biasanya pasti ekstrem terjadi kalau dengan dua calon," terang Itratif.
Baca juga: Korem 162/WB buka posko aduan pelanggaran netralitas Pilkada 2024 di NTB
Menurut Itratif, ada empat indikator pengaruh kerawanan itu, di antaranya mulai tahapan pencalonan, yakni potensi penyalahgunaan kewenangan oleh calon dari unsur petahana, ASN, TNI dan Polri.
Selanjutnya, pada masa kampanye, yakni pada potensi praktik politik uang, pelibatan aparatur pemerintah (ASN, TNI, dan Polri), penggunaan fasilitas negara dalam kampanye dan konflik antar peserta dan pendukung calon.
Kemudian pada pungut hitung, yakni ada pada potensi pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang dan kesalahan prosedur di tps oleh penyelenggara pemilihan adhoc (kpps).
"Terakhir pada konteks sosial politik, yakni intimidasi, ancaman dan kekerasan secara verbal dan fisik," ungkapnya.
Baca juga: Zul-Uhel, Rohmi-Firin dan Iqbal-Dinda siap tarung di Pilgub NTB 2024
Lebih jauh, Itratif menambahkan secara umum, jika melihat indikator kerawanan NTB dan urutan secara nasional, pada sosial politik NTB berada di urutan ke-10. Terdapat dua indikator dalam dimensi ini, yakni terjadi peristiwa intimidasi, ancaman dan kekerasan verbal atau fisik, dan perusakan fasilitas umum dan penyelenggara pemilu.
Sedangkan di tahapan pencalonan secara nasional NTB berada di urutan 19. Di sini terdapat dua indikator yang menjadi potensi kerawanan-nya, yakni indikator berkaitan dengan potensi keberadaan calon petahana, dan calon yang berasal dari ASN/TNI/Polri.
Selain itu sebut Itratif, di tahapan kampanye, NTB itu berada di urutan ke enam secara nasional. Terdapat lima indikator yang menjadi potensi kerawanan pada tahapan ini, yakni kampanye bermuatan SARA, fitnah, hoaks, hasutan dan adu domba, praktik politik uang, pelibatan pemerintah, penggunaan fasilitas negara, serta konflik kekerasan dan ancaman selama kampanye.
Kemudian di pungut hitung, NTB berada di urutan 31 secara nasional. Terdapat empat indikator yang menjadi potensi kerawanan pada tahapan ini, yakni indikator keberatan saksi yang tidak ditindaklanjuti, potensi PSU, penghitungan suara ulang dan kesalahan prosedur oleh kpps.
"Jadi secara nasional NTB itu berada pada peringkat ke enam dari 28 provinsi yang masuk dalam kategori rawan sedang. Sedangkan pada peta kerawanan Bawaslu RI, terdapat lima provinsi dengan kategori rawan tinggi, 28 provinsi rawan sedang dan empat provinsi kategori rawan rendah," katanya.
Ketua Bawaslu NTB, Itratif menyebutkan dari 10 kabupaten/kota di NTB, terdapat tiga daerah yang rawan tinggi di pilkada serentak 2024, yakni Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Bima, dan Kota Bima.
"Lombok Tengah selalu muncul dalam kerawanan baik pemilu dan pilkada, begitu juga Kabupaten Bima perlu jadi atensi karena ada dua pasangan calon, termasuk Kota Bima meski ada tiga pasangan calon disana, kerawanan-nya sudah mulai muncul," ujarnya pada kegiatan sosialisasi pengawasan dan peluncuran peta kerawanan pada pilkada serentak 2024 di Mataram, Rabu.
Sementara untuk tujuh kabupaten/kota lain di NTB, seperti Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, dan Dompu masuk dalam kategori rawan sedang.
"Meski tujuh daerah masuk rawan sedang, bukan berarti jajaran bawaslu nyenyak tidur apalagi Kota Mataram, Dompu, Kabupaten Bima karena ada dua calon. Jadi pembelahannya biasanya pasti ekstrem terjadi kalau dengan dua calon," terang Itratif.
Baca juga: Korem 162/WB buka posko aduan pelanggaran netralitas Pilkada 2024 di NTB
Menurut Itratif, ada empat indikator pengaruh kerawanan itu, di antaranya mulai tahapan pencalonan, yakni potensi penyalahgunaan kewenangan oleh calon dari unsur petahana, ASN, TNI dan Polri.
Selanjutnya, pada masa kampanye, yakni pada potensi praktik politik uang, pelibatan aparatur pemerintah (ASN, TNI, dan Polri), penggunaan fasilitas negara dalam kampanye dan konflik antar peserta dan pendukung calon.
Kemudian pada pungut hitung, yakni ada pada potensi pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang dan kesalahan prosedur di tps oleh penyelenggara pemilihan adhoc (kpps).
"Terakhir pada konteks sosial politik, yakni intimidasi, ancaman dan kekerasan secara verbal dan fisik," ungkapnya.
Baca juga: Zul-Uhel, Rohmi-Firin dan Iqbal-Dinda siap tarung di Pilgub NTB 2024
Lebih jauh, Itratif menambahkan secara umum, jika melihat indikator kerawanan NTB dan urutan secara nasional, pada sosial politik NTB berada di urutan ke-10. Terdapat dua indikator dalam dimensi ini, yakni terjadi peristiwa intimidasi, ancaman dan kekerasan verbal atau fisik, dan perusakan fasilitas umum dan penyelenggara pemilu.
Sedangkan di tahapan pencalonan secara nasional NTB berada di urutan 19. Di sini terdapat dua indikator yang menjadi potensi kerawanan-nya, yakni indikator berkaitan dengan potensi keberadaan calon petahana, dan calon yang berasal dari ASN/TNI/Polri.
Selain itu sebut Itratif, di tahapan kampanye, NTB itu berada di urutan ke enam secara nasional. Terdapat lima indikator yang menjadi potensi kerawanan pada tahapan ini, yakni kampanye bermuatan SARA, fitnah, hoaks, hasutan dan adu domba, praktik politik uang, pelibatan pemerintah, penggunaan fasilitas negara, serta konflik kekerasan dan ancaman selama kampanye.
Kemudian di pungut hitung, NTB berada di urutan 31 secara nasional. Terdapat empat indikator yang menjadi potensi kerawanan pada tahapan ini, yakni indikator keberatan saksi yang tidak ditindaklanjuti, potensi PSU, penghitungan suara ulang dan kesalahan prosedur oleh kpps.
"Jadi secara nasional NTB itu berada pada peringkat ke enam dari 28 provinsi yang masuk dalam kategori rawan sedang. Sedangkan pada peta kerawanan Bawaslu RI, terdapat lima provinsi dengan kategori rawan tinggi, 28 provinsi rawan sedang dan empat provinsi kategori rawan rendah," katanya.