Jakarta (ANTARA) - Badan Pusat Statistik DKI Jakarta menyebut pemilihan jenis budi daya yang relevan menjadi tantangan pengembangan pertanian perkotaan (urban farming).

"Jadi memilih dan memilah mana-mana yang relevan untuk Jakarta," kata Kepala BPS DKI Jakarta Nurul Hasanudin dalam kegiatan "Sosialisasi Hasil Sensus Pertanian (ST2023) Tahap II DKI Jakarta" di Jakarta, Senin.

Pertanian perkotaan merupakan kegiatan pertumbuhan, pengolahan, dan distribusi pangan serta produk lainnya melalui budi daya tanaman dan peternakan yang intensif di perkotaan dan daerah sekitarnya.

Hasanudin lalu menyebutkan fenomena pertanian perkotaan khususnya di Jakarta yakni sebagai pendukung bisnis utama, sarana kesehatan, pemanfaatan atap untuk budi daya pertanian serta keterlibatan berbagai pihak termasuk milenial karena budi daya bersifat hobi ketimbang murni usaha.

"Bukan murni usaha masyarakat. Lebih kepada hobi atau sifatnya non-komersial," ujar dia.

Adapun merujuk Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta, pertanian perkotaan di Jakarta dilakukan berbasis ruang dengan memakai tanaman cepat panen seperti sayuran daun dan buah di lahan tidur, maupun lahan di sekitar aktivitas warga, seperti sekolah, Ruang Publik Terbuka Ramah Anak (RPTRA) dan fasilitas umum lainnya.

Sementara itu, BPS mengkategorikan budi daya pangan disebut pertanian perkotaan berdasarkan tiga kriteria, antara lain berada di perkotaan serta memanfaatkan lahan yang terbatas.

Statistisi Madya Direktorat Statistik Peternakan, Perikanan, dan Kehutanan Badan Pusat Statistik (BPS) Muhammad Adnan dalam acara yang sama mencontohkan sawah abadi bukan sebagai pertanian perkotaan.

"Ada di perkotaan tapi lahan tidak terbatas, Sawah abadi di Cakung, Jakarta Timur misalnya. Ada di Jakarta, perkotaan. Tapi apakah urban farming? Tidak, karena sebenarnya konvensional, memanfaatkan lahan sawah yang sudah digunakan seperti apa adanya," kata dia.

Kriteria lain budidaya dikatakan pertanian perkotaan yakni menggunakan teknologi modern, seperti hidroponik, atau vertikultur yakni dengan memanfaatkan ruang vertikal sebagai tempat bercocok tanam, baik digantung, rambat, maupun terpasang di dinding; penanaman dalam pot sebagai media tanam sehingga mudah dipindahkan pada lahan sempit.

"Tidak punya lahan, hanya pakai pipa, sayurnya banyak dihasilkan. Belum lagi vertikal, menggunakan dinding. Kriteria ini yang digunakan dalam sensus pertanian untuk mengkategorikan usaha disebut urban farming atau tidak," kata Adnan.

Baca juga: Indonesia's trade balance surplus reflects diverse forex sources: Govt
Baca juga: Impor NTB Agustus 2024 naik 59,28 persen

Hasil Sensus Pertanian 2023 menunjukkan Jakarta Selatan menjadi wilayah terbanyak dengan rumah tangga usaha pertanian (RTUP) yang melakukan usaha pertanian di lahan terbatas yakni sebanyak 1.372 RTUP, diikuti Jakarta Timur (1.277 RTUP), Jakarta Barat (852 RTUP), Jakarta Utara (542 RTUP), Jakarta Pusat (535 RTUP), dan Kepulauan Seribu (15 RTUP).

Wilayah Jakarta Selatan juga tercatat memiliki jumlah RTUP terbanyak yang menggunakan teknologi seperti hidroponik, aquaponik, vertikultur, dan lainnya yakni 126 RTUP, diikuti Jakarta Timur (114 RTUP), Jakarta Barat (69 RTUP), Jakarta Utara (35 RTUP), Jakarta Pusat (23 RTUP), serta Kepulauan Seribu (3 RTUP).

 

 

Pewarta : Lia Wanadriani Santosa
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024