Sumbawa (ANTARA) - Desa Labuhan Jambu di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, meluncurkan wisata melihat hiu paus berbasis masyarakat.
Kepala Desa Labuhan Jambu Musykil Hartsah, Rabu, mengatakan wisata melihat hiu paus ini pertama kali diluncurkan pada pembukaan Sail Moyo Tambora 2018.
"Wisata ini merupakan bentuk upaya mendorong pariwisata di NTB sebagai salah satu destinasi prioritas nasional," katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Conservation International (CI) Indonesia, Teluk Saleh kerap didatangi oleh hiu paus karena berasosiasi dengan bagan untuk mendapatkan masin atau ikan puri sebagai makanannya. Selama periode September 2017 hingga Agustus 2018, jumlah individu yang teridentifikasi adalah 49 individu.
Berdasarkan temuan ilmiah tersebut, kata Musykil Hartsah, CI Indonesia bekerja sama dengan pemerintah desa Labuhan Jambu dan masyarakat mempersiapkan dan merencanakan pengembangan potensi wisata hiu paus yang berkelanjutan. Melalui survey persepsi masyarakat, pemetaan partisipatif dan forum diskusi terpadu, proses persiapan menghasilkan wisata pengelolaan berbasis masyarakat yang dimulai dengan kegiatan perencanaan untuk pengelolaan dan penyedia jasa penginapan, pemandu wisata, transportasi darat, laut, kuliner dan produk lokal.
"Kami ingin wisata hiu paus ini dikelola oleh masyarakat desa secara mandiri agar keuntungan yang didapat langsung dirasakan. Untuk itu, kami bersama dengan CI Indonesia mencoba mengidentifikasi, mengembangkan potensi dan meningkatkan kapasitas masyarakat?yang dimiliki oleh desa untuk mengelola wisata hiu paus," ujar Musykil Hartsah.
Ia menjelaskan, wisata hiu paus di Desa Labuhan Jambu menjadi bagian dari promosi wisata di Kabupaten Sumbawa, selain NTB secara umum. Di mana wisata hiu paus ini adalah kegiatan rekreasi melihat hiu paus di habitatnya dengan variasi kegiatan pengamatan dari kapal, berenang/snorkeling dan menyelam bersama hiu paus.
"Wisata hiu paus ini merupakan wisata minat khusus yang bermuatan edukasi tentang konservasi biota laut, dan budaya masyarakat terkait hiu paus dan bagan," jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Musykil, wisata paus juga tujukan dalam rangka mendukung pelestarian hiu paus dan pengembangan wisata hiu paus yang berkelanjutan di Desa Labuhan Jambu.
CI Indonesia melakukan pendampingan masyarakat dalam mewujudkan keuntungan ekonomi dan konservasi yang berjalan secara sinergis untuk jangka panjang.
"Sebagai referensi dari Cagua, et.al. (2014) wisata ini memberikan pemasukan?tahunan sebesar Rp130 miliar di Maladewa," ungkap Musykil Hartsah.
Sementara itu, Victor Nikijuluw, Senior Marine Program Director CI Indonesia menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari inisiatif CI Indonesia di tingkat nasional.
"Secara khusus di Sumbawa, kami mendukung penguatan kelola wisata hiu paus berbasis masyarakat sebagai
bagian dari strategi besar program kami untuk upaya konservasi kelautan di bentang laut Sunda - Banda," katanya.
Ia berharap kegiatan di Sumbawa ini dapat memberikan bukti manfaat nyata konservasi bagi kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, sebagaimana telah terbukti pada sejumlah lokasi program CI Indonesia lainnya. (*).
Kepala Desa Labuhan Jambu Musykil Hartsah, Rabu, mengatakan wisata melihat hiu paus ini pertama kali diluncurkan pada pembukaan Sail Moyo Tambora 2018.
"Wisata ini merupakan bentuk upaya mendorong pariwisata di NTB sebagai salah satu destinasi prioritas nasional," katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Conservation International (CI) Indonesia, Teluk Saleh kerap didatangi oleh hiu paus karena berasosiasi dengan bagan untuk mendapatkan masin atau ikan puri sebagai makanannya. Selama periode September 2017 hingga Agustus 2018, jumlah individu yang teridentifikasi adalah 49 individu.
Berdasarkan temuan ilmiah tersebut, kata Musykil Hartsah, CI Indonesia bekerja sama dengan pemerintah desa Labuhan Jambu dan masyarakat mempersiapkan dan merencanakan pengembangan potensi wisata hiu paus yang berkelanjutan. Melalui survey persepsi masyarakat, pemetaan partisipatif dan forum diskusi terpadu, proses persiapan menghasilkan wisata pengelolaan berbasis masyarakat yang dimulai dengan kegiatan perencanaan untuk pengelolaan dan penyedia jasa penginapan, pemandu wisata, transportasi darat, laut, kuliner dan produk lokal.
"Kami ingin wisata hiu paus ini dikelola oleh masyarakat desa secara mandiri agar keuntungan yang didapat langsung dirasakan. Untuk itu, kami bersama dengan CI Indonesia mencoba mengidentifikasi, mengembangkan potensi dan meningkatkan kapasitas masyarakat?yang dimiliki oleh desa untuk mengelola wisata hiu paus," ujar Musykil Hartsah.
Ia menjelaskan, wisata hiu paus di Desa Labuhan Jambu menjadi bagian dari promosi wisata di Kabupaten Sumbawa, selain NTB secara umum. Di mana wisata hiu paus ini adalah kegiatan rekreasi melihat hiu paus di habitatnya dengan variasi kegiatan pengamatan dari kapal, berenang/snorkeling dan menyelam bersama hiu paus.
"Wisata hiu paus ini merupakan wisata minat khusus yang bermuatan edukasi tentang konservasi biota laut, dan budaya masyarakat terkait hiu paus dan bagan," jelasnya.
Tak hanya itu, menurut Musykil, wisata paus juga tujukan dalam rangka mendukung pelestarian hiu paus dan pengembangan wisata hiu paus yang berkelanjutan di Desa Labuhan Jambu.
CI Indonesia melakukan pendampingan masyarakat dalam mewujudkan keuntungan ekonomi dan konservasi yang berjalan secara sinergis untuk jangka panjang.
"Sebagai referensi dari Cagua, et.al. (2014) wisata ini memberikan pemasukan?tahunan sebesar Rp130 miliar di Maladewa," ungkap Musykil Hartsah.
Sementara itu, Victor Nikijuluw, Senior Marine Program Director CI Indonesia menyatakan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari inisiatif CI Indonesia di tingkat nasional.
"Secara khusus di Sumbawa, kami mendukung penguatan kelola wisata hiu paus berbasis masyarakat sebagai
bagian dari strategi besar program kami untuk upaya konservasi kelautan di bentang laut Sunda - Banda," katanya.
Ia berharap kegiatan di Sumbawa ini dapat memberikan bukti manfaat nyata konservasi bagi kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah, sebagaimana telah terbukti pada sejumlah lokasi program CI Indonesia lainnya. (*).