Jakarta (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyebutkan pengembangan pusat data dan juga layanan analitik data menjadi inovasi menarik yang dapat dikembangkan oleh pelaku bisnis dalam negeri untuk mengembangkan ekosistem digital dalam beberapa waktu mendatang.

Hal ini mengacu pada pertumbuhan konsumsi data global yang dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan mengikuti perkembangan teknologi yang terus berkembang dan bergantung pada pemanfaatan data.

"Di Indonesia konsumsi data sudah 2 Mega Watt (MW) perkapita per tahun, di Jepang sudah 20 MW perkapita per tahun. Saya yakin bukan turun kan angkanya, 2-3 tahun atau bahkan lima tahun lagi pasti lebih meningkat. Kesempatan ini perlu dimanfaatkan untuk turut berkontribusi dalam pasar pusat data regional dan global," kata Budi pada acara Sarasehan bersama KADIN di Jakarta, Kamis.

Membahas lebih detail pertumbuhan konsumsi data global, Budi mengacu pada data dari PwC di 2023 bahwa pertumbuhan konsumsi data dari 2022 ke 2027 diperkirakan meningkat hingga tiga kali lipat.

Secara rinci di 2022 diketahui konsumsi data global mencapai 3,4 juta PB (Peta Bit) dan pada 2027 diperkirakan akan mencapai 9,7 juta PB.

Dalam rangka mendukung pertumbuhan industri pusat data sebagai salah satu bisnis di sektor digital, Kementerian Kominfo mengambil langkah untuk meningkatkan jumlah talenta digital Indonesia sehingga mereka dapat menangkap peluang dari transformasi digital global yang terus berlangsung.

Budi juga menyebutkan urgensi memenuhi talenta digital juga berkait dengan pertumbuhan profesi-profesi baru yang bermunculan di industri seperti salah satunya ialah Data Protection Officer (DPO).

Dengan adanya Undang-Undang nomor 27 tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi di Indonesia, nantinya setiap perusahaan yang melakukan pemrosesan data diharuskan memiliki petugas yang dikhususkan untuk menjaga data-data tersebut dan dikenal dengan pekerjaan DPO.

Baca juga: Kemenperin kembangkan layanan pemantauan emisi
Baca juga: Kemenperin berikan pelatihan 3 sektor

Ia menceritakan bahwa pekerjaan DPO saat ini masih banyak menggunakan jasa dari luar negeri dan memakan biaya sertifikasi yang cukup besar dengan nilai satu sertifikasi diperkirakan memakan biaya 3.500 dolar AS per orang.

Menurutnya nilai tersebut akan sangat besar apabila Indonesia tetap bergantung pada luar negeri, maka dari itu Budi berharap nantinya sertifikasi untuk DPO dapat dipenuhi oleh talenta-talenta digital Indonesia sehingga kontribusi ekonomi dari pekerjaan baru tersebut bisa berdampak lebih banyak di dalam negeri.

"Jangan sampai devisa kita itu lari. Bayangkan misalnya ada 140 ribu DPO untuk disertifikasi, sertifikatnya 3.500 dolar AS per orang. Itu artinya hampir 490 juta dolar AS atau triliunan kita bayar ke luar negeri. Jadi daripada seperti itu sudah dibuat di Indonesia saja. Sertifikasinya nanti dari lembaga atau badan di Indonesia," kata Budi.
 

 

Pewarta : Livia Kristianti
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024