Lombok Barat (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengoptimalkan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai tameng untuk mengendalikan laju pertumbuhan ekonomi yang berjalan lambat atau bahkan deflasi.
Sekretaris Daerah Provinsi NTB Gita Lalu Ariadi mengatakan kondisi pertumbuhan ekonomi di Nusa Tenggara Barat masih berada di dalam koridor kenaikan, meski pergerakannya cenderung lambat.
"Ketika harga tomat murah, tidak ada petani yang panen. Itu makanya UMKM kami arahkan untuk melakukan pengolahan," ujarnya saat diwawancarai usai kegiatan pelepasan ekspor vanili organik dan mutiara laut di Lombok Barat, Rabu.
Baca juga: Disperindag dukung ekositem digital UMKM naik kelas di NTB
Gita menuturkan UMKM memiliki peran yang strategis dalam mengendalikan harga barang komoditas pertanian. Ketika daya beli masyarakat turun, maka UMKM menjadi tumpuan untuk menyerap barang mentah agar tidak sia-sia.
Tomat yang turun harga dan melimpah ruah di pasar, lalu diolah menjadi saos. Hal itu tentu memberikan nilai tambah dan berdampak terhadap ekonomi.
"Terjadi inflasi kami deg-degan, tetapi deflasi berkelanjutan juga ada aksesnya. Maka, tugas kita bukan menekan tetapi mengendalikan iramanya," kata Gita.
Baca juga: Kehadiran Grab tingkatkan pemberdayaan UMKM di NTB
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan inflasi tahun kalender di Nusa Tenggara Barat baru mencapai 0,17 persen hingga September 2024 yang menandakan ekonomi daerah sedang tumbuh melambat.
Padahal target inflasi yang ideal adalah sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen yang artinya inflasi paling rendah minimal 1,5 persen dan inflasi paling tinggi maksimal 3,5 persen.
Dalam ilmu ekonomi, ketika harga barang terbilang rendah dan cenderung bertahan lama adalah deflasi. Deflasi menyebabkan produsen tidak bergairah untuk berproduksi, sehingga mengakibatkan ekonomi bergerak lesu.
Sekretaris Daerah Provinsi NTB Gita Lalu Ariadi mengatakan kondisi pertumbuhan ekonomi di Nusa Tenggara Barat masih berada di dalam koridor kenaikan, meski pergerakannya cenderung lambat.
"Ketika harga tomat murah, tidak ada petani yang panen. Itu makanya UMKM kami arahkan untuk melakukan pengolahan," ujarnya saat diwawancarai usai kegiatan pelepasan ekspor vanili organik dan mutiara laut di Lombok Barat, Rabu.
Baca juga: Disperindag dukung ekositem digital UMKM naik kelas di NTB
Gita menuturkan UMKM memiliki peran yang strategis dalam mengendalikan harga barang komoditas pertanian. Ketika daya beli masyarakat turun, maka UMKM menjadi tumpuan untuk menyerap barang mentah agar tidak sia-sia.
Tomat yang turun harga dan melimpah ruah di pasar, lalu diolah menjadi saos. Hal itu tentu memberikan nilai tambah dan berdampak terhadap ekonomi.
"Terjadi inflasi kami deg-degan, tetapi deflasi berkelanjutan juga ada aksesnya. Maka, tugas kita bukan menekan tetapi mengendalikan iramanya," kata Gita.
Baca juga: Kehadiran Grab tingkatkan pemberdayaan UMKM di NTB
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan inflasi tahun kalender di Nusa Tenggara Barat baru mencapai 0,17 persen hingga September 2024 yang menandakan ekonomi daerah sedang tumbuh melambat.
Padahal target inflasi yang ideal adalah sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen yang artinya inflasi paling rendah minimal 1,5 persen dan inflasi paling tinggi maksimal 3,5 persen.
Dalam ilmu ekonomi, ketika harga barang terbilang rendah dan cenderung bertahan lama adalah deflasi. Deflasi menyebabkan produsen tidak bergairah untuk berproduksi, sehingga mengakibatkan ekonomi bergerak lesu.