Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), menyatakan siap melakukan pengolahan maggot menjadi pakan ikan air tawar sebagai alternatif bagi para pembudidaya di kota itu.
"Untuk pengolahan maggot menjadi pakan ikan, kami sudah ada mesin penggiling, hanya saja kami belum buat karena belum ada permintaan," kata Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya di Mataram, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan menanggapi usulan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Mataram, yang meminta DLH Kota Mataram bisa berinovasi membuat pakan ikan alternatif dari maggot agar pembudidaya ikan air tawar bisa mendapatkan pakan dengan mudah dan murah.
Baca juga: TPST Sandubaya Mataram mampu produksi 20 ton magot
Dari hasil evaluasi DKP, penggunaan pakan maggot basah atau hidup selama ini kurang disuka ikan jenis nila yang memang banyak dikembangkan petani di Mataram.
Sedangkan ikan air tawar lainnya seperti lele, gurame, dan patin, masih mau diberi pakan maggot basah. Karena itulah DKP berharap DLH bisa memproduksi maggot sebagai pakan ikan.
Vidi mengatakan pada prinsipnya jenis pakan yang diinginkan pihak DKP itu siap dilaksanakan DLH, asalkan DKP juga ada kerja sama dan bagaimana DKP menggalakkan pakan maggot ke depan secara masif.
"Dengan demikian produksi pakan maggot bisa terserap maksimal oleh para pembudidaya ikan air tawar," katanya.
Baca juga: TPST modern ditarget bisa produksi maggot satu ton sekali panen
Ia mengatakan selama ini DLH tidak memproduksi pakan ikan dari maggot karena belum ada permintaan, sehingga dikhawatirkan ketika pakan diproduksi permintaan tidak ada.
Produksi maggot di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Modern Sandubaya, yang dikembangkan saat ini setiap hari rata-rata menghasilkan 160-180 kilogram dengan 150 biopond atau kotak budi daya.
Jumlah produksi itu dinilai bisa untuk memenuhi kebutuhan para kelompok pembudidaya ikan air tawar dengan harga jual Rp5.000-Rp6.000 per kilogram
"Selain maggot basah masih hidup, kami juga produksi maggot kering untuk diekspor ke Bogor, Jawa Barat. Tahap pertama, kami sudah coba kirim 500 kilogram," katanya.
"Untuk pengolahan maggot menjadi pakan ikan, kami sudah ada mesin penggiling, hanya saja kami belum buat karena belum ada permintaan," kata Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya di Mataram, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan menanggapi usulan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Mataram, yang meminta DLH Kota Mataram bisa berinovasi membuat pakan ikan alternatif dari maggot agar pembudidaya ikan air tawar bisa mendapatkan pakan dengan mudah dan murah.
Baca juga: TPST Sandubaya Mataram mampu produksi 20 ton magot
Dari hasil evaluasi DKP, penggunaan pakan maggot basah atau hidup selama ini kurang disuka ikan jenis nila yang memang banyak dikembangkan petani di Mataram.
Sedangkan ikan air tawar lainnya seperti lele, gurame, dan patin, masih mau diberi pakan maggot basah. Karena itulah DKP berharap DLH bisa memproduksi maggot sebagai pakan ikan.
Vidi mengatakan pada prinsipnya jenis pakan yang diinginkan pihak DKP itu siap dilaksanakan DLH, asalkan DKP juga ada kerja sama dan bagaimana DKP menggalakkan pakan maggot ke depan secara masif.
"Dengan demikian produksi pakan maggot bisa terserap maksimal oleh para pembudidaya ikan air tawar," katanya.
Baca juga: TPST modern ditarget bisa produksi maggot satu ton sekali panen
Ia mengatakan selama ini DLH tidak memproduksi pakan ikan dari maggot karena belum ada permintaan, sehingga dikhawatirkan ketika pakan diproduksi permintaan tidak ada.
Produksi maggot di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Modern Sandubaya, yang dikembangkan saat ini setiap hari rata-rata menghasilkan 160-180 kilogram dengan 150 biopond atau kotak budi daya.
Jumlah produksi itu dinilai bisa untuk memenuhi kebutuhan para kelompok pembudidaya ikan air tawar dengan harga jual Rp5.000-Rp6.000 per kilogram
"Selain maggot basah masih hidup, kami juga produksi maggot kering untuk diekspor ke Bogor, Jawa Barat. Tahap pertama, kami sudah coba kirim 500 kilogram," katanya.