Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan terus menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan mental di lingkungan kerja serta turut aktif mengampanyekan kebijakan berbasis risiko, terutama kesehatan mental.
"Kami sangat fokus dan konsisten pada isu kesehatan mental, sebab kita lihat ini fenomena-nya seperti gunung es. Ketika masyarakat semakin aware, ini akan sangat membantu dan bagus sekali. Jika kesadaran pengurangan risiko pada kesehatan mental semakin meningkat, saya yakin visi Indonesia Emas 2045 akan bisa tercapai," kata dr. Puspita Tri Utami selaku perwakilan dari Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan dalam keterangan, di Jakarta, Jumat (25/10).
Hal ini dikatakannya dalam diskusi bertajuk "Membangun Kesadaran Risiko Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja" yang diadakan oleh komunitas Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo).
Menurut dr. Puspita, kesehatan mental memiliki dampak yang signifikan terhadap produktivitas, hubungan sosial, dan kualitas hidup seseorang. Namun, kesehatan mental kadang masih diabaikan dan dipandang sebelah mata.
Baca juga: Ibu hamil harus cek gula darah rutin cegah makrosomia
Pihaknya menuturkan edukasi dan kesadaran tentang kesehatan mental serta upaya destigmatisasi merupakan pendekatan-pendekatan strategis untuk mengurangi risiko kesehatan mental.
Sementara Pakar Kesehatan Publik dan Ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dr. Felosofa Fitriya menekankan pentingnya mengidentifikasi dan mengelola faktor risiko yang memicu gangguan mental di tempat kerja, seperti tekanan pekerjaan berlebih, kurang jelasnya peran, dan minim-nya dukungan manajemen.
"Mengelola faktor-faktor ini adalah tantangan besar, namun sangat penting untuk kesehatan mental pekerja," ujarnya.
Baca juga: Berikut pedoman kerja baru bagi puskesmas
Dalam kesempatan itu, Ketua Masindo, Dimas Syailendra, menjelaskan diskusi yang melibatkan pemerintah, peneliti, dan praktisi kesehatan ini merupakan salah satu upaya untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat menuju gaya hidup yang sadar risiko.
"Kami ingin mengajak masyarakat untuk mulai memerhatikan risiko saat bekerja, khususnya kesehatan mental di lingkungan bekerja. Tantangan kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan stres, memiliki potensi besar untuk menghambat pencapaian produktivitas masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pendekatan pengurangan risiko yang komprehensif, termasuk intervensi kebijakan, edukasi, dan dukungan psikologis, sangat diperlukan," kata Dimas.
"Kami sangat fokus dan konsisten pada isu kesehatan mental, sebab kita lihat ini fenomena-nya seperti gunung es. Ketika masyarakat semakin aware, ini akan sangat membantu dan bagus sekali. Jika kesadaran pengurangan risiko pada kesehatan mental semakin meningkat, saya yakin visi Indonesia Emas 2045 akan bisa tercapai," kata dr. Puspita Tri Utami selaku perwakilan dari Direktorat Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan dalam keterangan, di Jakarta, Jumat (25/10).
Hal ini dikatakannya dalam diskusi bertajuk "Membangun Kesadaran Risiko Kesehatan Mental di Lingkungan Kerja" yang diadakan oleh komunitas Masyarakat Sadar Risiko Indonesia (Masindo).
Menurut dr. Puspita, kesehatan mental memiliki dampak yang signifikan terhadap produktivitas, hubungan sosial, dan kualitas hidup seseorang. Namun, kesehatan mental kadang masih diabaikan dan dipandang sebelah mata.
Baca juga: Ibu hamil harus cek gula darah rutin cegah makrosomia
Pihaknya menuturkan edukasi dan kesadaran tentang kesehatan mental serta upaya destigmatisasi merupakan pendekatan-pendekatan strategis untuk mengurangi risiko kesehatan mental.
Sementara Pakar Kesehatan Publik dan Ahli Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dr. Felosofa Fitriya menekankan pentingnya mengidentifikasi dan mengelola faktor risiko yang memicu gangguan mental di tempat kerja, seperti tekanan pekerjaan berlebih, kurang jelasnya peran, dan minim-nya dukungan manajemen.
"Mengelola faktor-faktor ini adalah tantangan besar, namun sangat penting untuk kesehatan mental pekerja," ujarnya.
Baca juga: Berikut pedoman kerja baru bagi puskesmas
Dalam kesempatan itu, Ketua Masindo, Dimas Syailendra, menjelaskan diskusi yang melibatkan pemerintah, peneliti, dan praktisi kesehatan ini merupakan salah satu upaya untuk mendorong perubahan perilaku masyarakat menuju gaya hidup yang sadar risiko.
"Kami ingin mengajak masyarakat untuk mulai memerhatikan risiko saat bekerja, khususnya kesehatan mental di lingkungan bekerja. Tantangan kesehatan mental, seperti kecemasan, depresi, dan stres, memiliki potensi besar untuk menghambat pencapaian produktivitas masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pendekatan pengurangan risiko yang komprehensif, termasuk intervensi kebijakan, edukasi, dan dukungan psikologis, sangat diperlukan," kata Dimas.