Mataram (Antaranews NTB) - Ketua Badan Pengawas dan Disiplin (BPD) Partai Gerindra H Bambang Kristiono, mengajak generasi kuda dan kaum millenial di Lombok, Nusa Tenggara Barat untuk menjadi pioner penggerak revolusi pertanian organik di wilayahnya.
"Dikemudian hari ini akan bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya di Indonesia," ujarnya di Mataram, Selasa.
Ia menilai Indonesia dengan rangkaian kepulauan Nusantara memiliki banyak potensi di sektor pertanian, baik di subsektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan maupun juga perikanan.
Namun, kata dia, modal alam yang terletak di bawah garis khatulistiwa, belum juga membuat bangsa ini bisa meraih swasembada pangan secara utuh. Sejumlah komoditas yang sejatinya bisa dihasilkan melimpah di negeri ini, justru masih terjadi impor dari negara lain.
"Ini yang menjadi ironi. Kita ini negara yang sangat potensial di sektor pertanian, tapi justru masih banyak impor dari luar negeri. Seharusnya kita berupaya agar bisa ekspor, karena kita punya keunggulan kompetitif di sektor pertanian ini," ucapnya.
Ia mengatakan, salah satu solusi tercepat untuk membangkitkan kembali potensi pertanian yang seolah "tertidur" ini adalah dengan melakukan revolusi pertanian organik.
Sebab, kata dia, salah satu kendala produk pertanian Indonesia sulit menembus pasar mancanegara disebabkan oleh mutu produk pertanian yang masih rendah dan sarat dengan endapan residu kimia dari pupuk, pestisida, fungisida, dan insektisida yang selama ini digunakan para petani.
Ia menyontohkan, komoditas kopi di Lombok memiliki keunggulan tersendiri baik varian Robusta, Arabica, maupun Liberica.
Namun, produk unggulan ini pada kenyataannya masih sulit menembus pasar ekspor, karena mutunya yang masih di bawah ambang standar negara-negara maju.
"Kita tidak mungkin bisa ekspor ke luar negeri kalau produk komoditi kita masih terpapar residu kimia. Apalagi standar negara-negara maju untuk komoditas yang dikonsumsi masyarakatnya itu sangatlah tinggi, karena mereka sangat peduli dengan kesehatan masyarakatnya, ujarnya.
Jadi, solusinya adalah, pertanian organik harus digalakkan secara masif di negeri ini.
Menurut dia, pertanian organik juga bisa menjadi nilai tambah bagi para petani dalam hal efisiensi biaya produksi.
Selain itu, katanya, pola pertanian organik dalam jangka panjang juga bermanfaat untuk mengembalikan tingkat kejenuhan tanah akibat penggunaan pupuk kimia secara berlebihan.
"Ini juga bagian dari rehabilitasi lahan, karena sudah jenuh akibat pupuk kimia. Maka perlu revolusi organik agar kembali produktif lahannya. Baik lahan pertanian, pertambakan, perikanan dan pantai," katanya.
Dian menilai saat ini belum ada upaya yang serius memulai pertanian organik secara massal. Pemerintah terkesan setengah hati mendorong pertanian organik yang terbukti menjadi daya ungkit peningkatan kesejahteraan kaum tani ini.
"Kalau serius, mungkin semua (petani) sudah pakai mesin dan alat pengolahan, sehingga satu Desa atau Kecamatan itu tidak perlu pupuk dan obat-obatan kimia dari luar. Ini sifatnya pendukung bukan yang utama kalau diperlukan," ujarnya.
Karena itu, Caleg DPR RI dari Partai Gerindra dapil NTB 2 Pulau Lombok ini, mengajak generasi muda dan kaum millenial?di Lombok untuk menjadi pioner penggerak revolusi pertanian organik di wilayahnya, yang di kemudian hari bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya di Indonesia.
Terlebih lagi ke depan kebutuhan-kebutuhan kongkrit untuk mewujudkan hal tersebut akan diperjuangkan melalui kewenangan legislasi dan anggaran melalui DPR RI nantinya.
"Hal ini harus mulai kita lakukan. Mari generasi muda Lombok, kita bangkitkan?semangat revolusi pertanian ini. Dari Lombok, kita berbuat untuk?Indonesia tercinta. Dan insyaAllah, kita bisa," katanya.
"Dikemudian hari ini akan bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya di Indonesia," ujarnya di Mataram, Selasa.
Ia menilai Indonesia dengan rangkaian kepulauan Nusantara memiliki banyak potensi di sektor pertanian, baik di subsektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan maupun juga perikanan.
Namun, kata dia, modal alam yang terletak di bawah garis khatulistiwa, belum juga membuat bangsa ini bisa meraih swasembada pangan secara utuh. Sejumlah komoditas yang sejatinya bisa dihasilkan melimpah di negeri ini, justru masih terjadi impor dari negara lain.
"Ini yang menjadi ironi. Kita ini negara yang sangat potensial di sektor pertanian, tapi justru masih banyak impor dari luar negeri. Seharusnya kita berupaya agar bisa ekspor, karena kita punya keunggulan kompetitif di sektor pertanian ini," ucapnya.
Ia mengatakan, salah satu solusi tercepat untuk membangkitkan kembali potensi pertanian yang seolah "tertidur" ini adalah dengan melakukan revolusi pertanian organik.
Sebab, kata dia, salah satu kendala produk pertanian Indonesia sulit menembus pasar mancanegara disebabkan oleh mutu produk pertanian yang masih rendah dan sarat dengan endapan residu kimia dari pupuk, pestisida, fungisida, dan insektisida yang selama ini digunakan para petani.
Ia menyontohkan, komoditas kopi di Lombok memiliki keunggulan tersendiri baik varian Robusta, Arabica, maupun Liberica.
Namun, produk unggulan ini pada kenyataannya masih sulit menembus pasar ekspor, karena mutunya yang masih di bawah ambang standar negara-negara maju.
"Kita tidak mungkin bisa ekspor ke luar negeri kalau produk komoditi kita masih terpapar residu kimia. Apalagi standar negara-negara maju untuk komoditas yang dikonsumsi masyarakatnya itu sangatlah tinggi, karena mereka sangat peduli dengan kesehatan masyarakatnya, ujarnya.
Jadi, solusinya adalah, pertanian organik harus digalakkan secara masif di negeri ini.
Menurut dia, pertanian organik juga bisa menjadi nilai tambah bagi para petani dalam hal efisiensi biaya produksi.
Selain itu, katanya, pola pertanian organik dalam jangka panjang juga bermanfaat untuk mengembalikan tingkat kejenuhan tanah akibat penggunaan pupuk kimia secara berlebihan.
"Ini juga bagian dari rehabilitasi lahan, karena sudah jenuh akibat pupuk kimia. Maka perlu revolusi organik agar kembali produktif lahannya. Baik lahan pertanian, pertambakan, perikanan dan pantai," katanya.
Dian menilai saat ini belum ada upaya yang serius memulai pertanian organik secara massal. Pemerintah terkesan setengah hati mendorong pertanian organik yang terbukti menjadi daya ungkit peningkatan kesejahteraan kaum tani ini.
"Kalau serius, mungkin semua (petani) sudah pakai mesin dan alat pengolahan, sehingga satu Desa atau Kecamatan itu tidak perlu pupuk dan obat-obatan kimia dari luar. Ini sifatnya pendukung bukan yang utama kalau diperlukan," ujarnya.
Karena itu, Caleg DPR RI dari Partai Gerindra dapil NTB 2 Pulau Lombok ini, mengajak generasi muda dan kaum millenial?di Lombok untuk menjadi pioner penggerak revolusi pertanian organik di wilayahnya, yang di kemudian hari bisa menjadi contoh bagi daerah lainnya di Indonesia.
Terlebih lagi ke depan kebutuhan-kebutuhan kongkrit untuk mewujudkan hal tersebut akan diperjuangkan melalui kewenangan legislasi dan anggaran melalui DPR RI nantinya.
"Hal ini harus mulai kita lakukan. Mari generasi muda Lombok, kita bangkitkan?semangat revolusi pertanian ini. Dari Lombok, kita berbuat untuk?Indonesia tercinta. Dan insyaAllah, kita bisa," katanya.