Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Koordinator (Wamenko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Otto Hasibuan meminta Mahkamah Agung (MA) memberikan atensi khusus guna memperketat penafsiran Pasal 70 Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Alasannya, kata dia, belakangan ini Pengadilan Negeri banyak membatalkan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai akibat penafsiran pasal tersebut yang kian bebas.
“Saya juga akan coba mengusulkan bagaimana penafsiran dari Pasal 70 itu karena berpotensi sangat sumir sekali pengertiannya,” ucap Otto dalam seminar nasional bertajuk Tips dan Trik dalam Menangani dan Menyelesaikan Perkara Arbitrase di Jakarta, Jumat, seperti dikutip dari keterangan resmi.
Otto menuturkan Pasal 70 UU tersebut mengancam eksistensi BANI. Pasalnya, para investor, pengusaha, dan pihak lainnya menjadi enggan berperkara di BANI karena putusannya bisa ditantang hingga dibatalkan di peradilan umum.
Baca juga: Pengamat: Krisis penegakan hukum pasca-temuan uang Rp1 Triliun di kediaman mantan pejabat MA
Ia menjelaskan Pasal 70 dalam UU tersebut memang mengatur bahwa Pengadilan Negeri bisa membatalkan putusan BANI apabila terdapat tipu muslihat dan seterusnya. Namun lantaran belakangan ini penafsiran pasal itu kian bebas atau tidak ketat, sambung dia, pasal tersebut dijadikan celah oleh pihak yang kalah di BANI.
Dia mencontohkan, ketika pemohon mengajukan permohonan perkara di BANI, pemohon tidak memasukkan semua bukti karena dinilai tidak relevan untuk pembuktian. Tetapi ketika perkara diputus, pihak termohon kemudian mendalilkan bukti yang tidak dimasukkan itu sebagai upaya tipu muslihat penyebab pihaknya kalah.
"Ini lantas dijadikan argumen untuk mengajukan gugatan pembatalan putusan BANI di Pengadilan Negeri," tuturnya.
Baca juga: Lodewijk F dari Kopassus ke Senayan hingga Wamenko Polkam
Adapun seminar tersebut digelar secara hybrid oleh Bidang Pendidikan, Rekomendasi, Pengawasan Advokat Asing, dan Pendidikan Spesialisasi Profesi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Otto pun mengapresiasi seminar yang digelar dan mendapat perhatian dari hampir 1.600 peserta itu. Seminar menghadirkan para praktisi arbitrase yang sangat mumpuni dan bertaraf internasional sebagai pembicara, di antaranya Karen Mills dari Kantor Hukum KarimSyah dan Theodoor Bakker dari Kantor Hukum Ali Budiarjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR).
Selain itu, hadir pula Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi, Prof. Hikmahanto Juwana.
Alasannya, kata dia, belakangan ini Pengadilan Negeri banyak membatalkan putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai akibat penafsiran pasal tersebut yang kian bebas.
“Saya juga akan coba mengusulkan bagaimana penafsiran dari Pasal 70 itu karena berpotensi sangat sumir sekali pengertiannya,” ucap Otto dalam seminar nasional bertajuk Tips dan Trik dalam Menangani dan Menyelesaikan Perkara Arbitrase di Jakarta, Jumat, seperti dikutip dari keterangan resmi.
Otto menuturkan Pasal 70 UU tersebut mengancam eksistensi BANI. Pasalnya, para investor, pengusaha, dan pihak lainnya menjadi enggan berperkara di BANI karena putusannya bisa ditantang hingga dibatalkan di peradilan umum.
Baca juga: Pengamat: Krisis penegakan hukum pasca-temuan uang Rp1 Triliun di kediaman mantan pejabat MA
Ia menjelaskan Pasal 70 dalam UU tersebut memang mengatur bahwa Pengadilan Negeri bisa membatalkan putusan BANI apabila terdapat tipu muslihat dan seterusnya. Namun lantaran belakangan ini penafsiran pasal itu kian bebas atau tidak ketat, sambung dia, pasal tersebut dijadikan celah oleh pihak yang kalah di BANI.
Dia mencontohkan, ketika pemohon mengajukan permohonan perkara di BANI, pemohon tidak memasukkan semua bukti karena dinilai tidak relevan untuk pembuktian. Tetapi ketika perkara diputus, pihak termohon kemudian mendalilkan bukti yang tidak dimasukkan itu sebagai upaya tipu muslihat penyebab pihaknya kalah.
"Ini lantas dijadikan argumen untuk mengajukan gugatan pembatalan putusan BANI di Pengadilan Negeri," tuturnya.
Baca juga: Lodewijk F dari Kopassus ke Senayan hingga Wamenko Polkam
Adapun seminar tersebut digelar secara hybrid oleh Bidang Pendidikan, Rekomendasi, Pengawasan Advokat Asing, dan Pendidikan Spesialisasi Profesi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi).
Otto pun mengapresiasi seminar yang digelar dan mendapat perhatian dari hampir 1.600 peserta itu. Seminar menghadirkan para praktisi arbitrase yang sangat mumpuni dan bertaraf internasional sebagai pembicara, di antaranya Karen Mills dari Kantor Hukum KarimSyah dan Theodoor Bakker dari Kantor Hukum Ali Budiarjo, Nugroho, Reksodiputro (ABNR).
Selain itu, hadir pula Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani) Cimahi, Prof. Hikmahanto Juwana.