Mataram (ANTARA) - Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Nusa Tenggara Barat, bekerja sama dengan International Organization for Migration (IOM) Indonesia dalam penyelenggaraan orientasi pra pemberangkatan untuk calon pekerja migran Indonesia (CPMI) yang khusus akan berangkat ke Malaysia untuk bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit.
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua hari, pada 1 – 2 November 2024 dan bertempat di aula kantor BP3MI NTB di Mataram, bertepatan dengan akan berangkatnya sebanya 31 CPMI ke Malaysia pada awal November 2024.
Kepala BP3MI NTB, Noerman Adhiguna, menjelaskan kegiatan orientasi pra pemberangkatan (OPP) tersebut merupakan langkah tindak lanjut kolaborasi IOM Indonesia dengan Kementerian PPMI, terkait penyiapan CPMI yang akan bekerja di sektor kelapa sawit di Malaysia.
Baca juga: 37 orang calon PMI NTB yang gagal berangkat terima ganti rugi Rp590 juta
Sebelumnya, IOM Indonesia dan pihak kementerian (sebelumnya BP2MI) telah menyusun modul OPP spesifik untuk CPMI yang akan bekerja di sektor kelapa sawit di Malaysia dan menyelenggarakan kegiatan pelatihan untuk para fasilitator/instruktur BP2MI serta organisasi masyarakat sipil berdasarkan modul yang telah disusun.
"Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada IOM yang telah menyelenggarakan pelatihan (TOT) kepada instruktur OPP. Tentunya TOT dan pelaksanaan impelementasinya telah memberikan pemahaman dan pengalaman baru bagi para instruktur OPP," ucapnya.
Terlebih, kata dia, modul yang disampaikan telah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan CPMI terkait semua tahapan proses pra keberangkatan,hak hak dasar selama bekerja dan persiapan yang diperlukan ketika akan kembali ke Indonesia.
"Saya berharap uji coba modul ini memberikan input baru bagi pemerintah dan IOM dalam upaya peningkatan kualitas dan kompetensi CPMI yang akan bekerja ke luar negeri," ungkap Noerman.
Pada kesempatan orientasi kali ini, modul yang telah disusun disampaikan langsung kepada CPMI oleh para instruktur BP3MI NTB yang telah dilatih.
Baca juga: Kemenlu edukasi pentingnya migrasi aman bagI PMI di luar neger
Adapun materi dan penyampaian modul telah disesuaikan berdasarkan kebutuhan informasi tambahan serta melalui metode fasilitasi yang berorientasi pada partisipasi aktif para CPMI.
Dalam hal ini, orientasi disampaikan dengan berbagai alat penunjang para instruktur seperti video, permainan studi kasus, dan sebagainya.
Shafira Ayunindya selaku National Programme Officer IOM Indonesia untuk Bidang Mobilitas Pekerja dan Inklusi Sosial menyampaikan pentingnya OPP dalam penyiapan CPMI sebelum keberangkatan mereka ke negara penempatan.
Orientasi pra-pemberangkatan yang spesifik terhadap sektor serta negara penempatan CPMI akan membantu mereka dalam memperoleh gambaran riil terkait situasi kehidupan dan bekerja di sana.
"Hal itu diharapkan dapat lebih menyiapkan CPMI dalam menjalankan pengalaman migrasi mereka sehingga mereka dapat mendapatkan manfaat positif yang maksimal dari migrasi dan terhindar dari berbagai risiko perlindungan yang mungkin dihadapi, seperti risiko kerja paksa dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang," ujarnya.
Baca juga: Lombok Tengah urutan ke enam penempatan PMI di luar negeri
Menurut data Kementerian PPMI (Sebelumnya BP2MI), Malaysia adalah negara penempatan ke dua tertinggi bagi pekerja migran Indonesia yang berangkat secara prosedural.
Terdapat sebanyak 72,260 proses penempatan PMI ke Malaysia yang terdaftar pada tahun 2023, di mana sebagian besar penempatan ke sektor pekerjaan domestik dan perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, NTB merupakan provinsi tertinggi asal pekerja migran Indonesia ke sektor kepala sawit ke Malaysia, sebanyak (data) proses penempatan terjadi pada 2023.
Baca juga: Cerita istri korban PMI asal Lombok Timur yang tewas tertembak di Malaysia
Rangkaian kegiatan ini terlaksana dengan dukungan dari program People Positive Palm: Mitigasi Risiko Kerja Paksa, Mempromosikan Perekrutan yang Bertanggung Jawab dan Praktik Ketenagakerjaan yang Adil yang didanai oleh Consumer Goods Forum - Human Rights Coalition (CGF-HRC) yang diimplementasi oleh IOM Indonesia.
Adapun program ini bertujuan untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam menghapus praktik kerja paksa dalam rantai pasokan, mendorong perekrutan yang beretika, dan membantu sektor perkebunan di Malaysia untuk mendeteksi praktik-praktik kerja paksa di dalam rantai pasokan perusahaan-perusahaan anggota CGF-HRC.
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama dua hari, pada 1 – 2 November 2024 dan bertempat di aula kantor BP3MI NTB di Mataram, bertepatan dengan akan berangkatnya sebanya 31 CPMI ke Malaysia pada awal November 2024.
Kepala BP3MI NTB, Noerman Adhiguna, menjelaskan kegiatan orientasi pra pemberangkatan (OPP) tersebut merupakan langkah tindak lanjut kolaborasi IOM Indonesia dengan Kementerian PPMI, terkait penyiapan CPMI yang akan bekerja di sektor kelapa sawit di Malaysia.
Baca juga: 37 orang calon PMI NTB yang gagal berangkat terima ganti rugi Rp590 juta
Sebelumnya, IOM Indonesia dan pihak kementerian (sebelumnya BP2MI) telah menyusun modul OPP spesifik untuk CPMI yang akan bekerja di sektor kelapa sawit di Malaysia dan menyelenggarakan kegiatan pelatihan untuk para fasilitator/instruktur BP2MI serta organisasi masyarakat sipil berdasarkan modul yang telah disusun.
"Saya menyampaikan ucapan terima kasih dan apresiasi kepada IOM yang telah menyelenggarakan pelatihan (TOT) kepada instruktur OPP. Tentunya TOT dan pelaksanaan impelementasinya telah memberikan pemahaman dan pengalaman baru bagi para instruktur OPP," ucapnya.
Terlebih, kata dia, modul yang disampaikan telah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan CPMI terkait semua tahapan proses pra keberangkatan,hak hak dasar selama bekerja dan persiapan yang diperlukan ketika akan kembali ke Indonesia.
"Saya berharap uji coba modul ini memberikan input baru bagi pemerintah dan IOM dalam upaya peningkatan kualitas dan kompetensi CPMI yang akan bekerja ke luar negeri," ungkap Noerman.
Pada kesempatan orientasi kali ini, modul yang telah disusun disampaikan langsung kepada CPMI oleh para instruktur BP3MI NTB yang telah dilatih.
Baca juga: Kemenlu edukasi pentingnya migrasi aman bagI PMI di luar neger
Adapun materi dan penyampaian modul telah disesuaikan berdasarkan kebutuhan informasi tambahan serta melalui metode fasilitasi yang berorientasi pada partisipasi aktif para CPMI.
Dalam hal ini, orientasi disampaikan dengan berbagai alat penunjang para instruktur seperti video, permainan studi kasus, dan sebagainya.
Shafira Ayunindya selaku National Programme Officer IOM Indonesia untuk Bidang Mobilitas Pekerja dan Inklusi Sosial menyampaikan pentingnya OPP dalam penyiapan CPMI sebelum keberangkatan mereka ke negara penempatan.
Orientasi pra-pemberangkatan yang spesifik terhadap sektor serta negara penempatan CPMI akan membantu mereka dalam memperoleh gambaran riil terkait situasi kehidupan dan bekerja di sana.
"Hal itu diharapkan dapat lebih menyiapkan CPMI dalam menjalankan pengalaman migrasi mereka sehingga mereka dapat mendapatkan manfaat positif yang maksimal dari migrasi dan terhindar dari berbagai risiko perlindungan yang mungkin dihadapi, seperti risiko kerja paksa dan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang," ujarnya.
Baca juga: Lombok Tengah urutan ke enam penempatan PMI di luar negeri
Menurut data Kementerian PPMI (Sebelumnya BP2MI), Malaysia adalah negara penempatan ke dua tertinggi bagi pekerja migran Indonesia yang berangkat secara prosedural.
Terdapat sebanyak 72,260 proses penempatan PMI ke Malaysia yang terdaftar pada tahun 2023, di mana sebagian besar penempatan ke sektor pekerjaan domestik dan perkebunan, termasuk perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, NTB merupakan provinsi tertinggi asal pekerja migran Indonesia ke sektor kepala sawit ke Malaysia, sebanyak (data) proses penempatan terjadi pada 2023.
Baca juga: Cerita istri korban PMI asal Lombok Timur yang tewas tertembak di Malaysia
Rangkaian kegiatan ini terlaksana dengan dukungan dari program People Positive Palm: Mitigasi Risiko Kerja Paksa, Mempromosikan Perekrutan yang Bertanggung Jawab dan Praktik Ketenagakerjaan yang Adil yang didanai oleh Consumer Goods Forum - Human Rights Coalition (CGF-HRC) yang diimplementasi oleh IOM Indonesia.
Adapun program ini bertujuan untuk mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam menghapus praktik kerja paksa dalam rantai pasokan, mendorong perekrutan yang beretika, dan membantu sektor perkebunan di Malaysia untuk mendeteksi praktik-praktik kerja paksa di dalam rantai pasokan perusahaan-perusahaan anggota CGF-HRC.