Mataram (ANTARA) - Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat memperkuat investigasi kontak sebagai upaya persuasif untuk menekan kasus penyakit tuberkulosis atau TBC di seluruh wilayah Nusa Tenggara Barat.
"Investigasi kontak dilakukan pada orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC," kata Kepala Dinas Kesehatan NTB Lalu Hamzi Fikri di Mataram, Selasa.
Fikri menuturkan setiap pasien tuberkulosis dilakukan investigasi kontak pada 8-10 orang. Investigasi kontak dilakukan oleh petugas kesehatan, kader, dan komunitas.
Investigasi kontak bertujuan untuk memutuskan rantai penularan, menemukan terduga TBC yang baru, mencari sumber penularan pada kasus TBC anak dan pemberian terapi pencegahan tuberkulosis.
Baca juga: Dekan FK Unair mendukung program Presiden Prabowo turunkan kasus TBC
Dinas Kesehatan NTB mencatat kasus aktif TBC mencapai 9.376 kasus dari 1 Januari hingga 3 November 2024. Jumlah kasus tuberkulosis terbanyak berada di Lombok Timur mencapai 2.014 kasus, Kota Mataram 1.655 kasus, Lombok Barat 1.390 kasus, dan Lombok Tengah 1.200 kasus.
"Target perkiraan penemuan kasus TBC di Nusa Tenggara Barat tahun ini sebanyak 19.215 kasus dan yang baru ditemukan sebesar 48,80 persen. Jumlah pasien yang memulai pengobatan TBC sebanyak 8.619 kasus atau 91,92 persen," kata Fikri.
Lebih lanjut dia menyampaikan meski tuberkulosis bersifat endemis yang berarti setiap tahun selalu ditemukan kasus TBC, namun belum pernah terjadi kondisi yang dapat dikatakan kejadian luar biasa di Nusa Tenggara Barat.
Baca juga: Indonesia tekan TBC hingga 50 persen dalam lima tahun
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadikan upaya penurunan kasus tuberkulosis sebagai salah satu inisiatif mereka dalam bidang kesehatan.
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengungkapkan sekitar 8,2 juta orang baru didiagnosis mengidap penyakit tuberkulosis pada tahun 2023. Jumlah tersebut menjadi yang tertinggi sejak tahun 1995.
Oleh karena itu, salah satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) adalah mengeliminasi penyakit tuberkulosis pada tahun 2030 mendatang.
Baca juga: Indonesia lakukan tiga uji vaksin TBC
Dinas Kesehatan NTB menerapkan enam strategi untuk mengeliminasi penyakit tuberkulosis di Nusa Tenggara Barat, yakni penggalangan komitmen pemerintah daerah dari provinsi hingga tingkatan desa/kelurahan, meningkatkan akses layanan dan berpihak terhadap pasien, intensifikasi upaya kesehatan berupa pemberian terapi pencegahan hingga edukasi.
Kemudian, peningkatan pengembangan penelitian dan inovasi dalam penanggulangan tuberkulosis, peningkatan peran serta komunitas dan multi sektor, serta penguatan manajemen program tuberkulosis dengan melakukan validasi data hingga peningkatan kapasitas petugas di layanan.
"Intinya, bagaimana menemukan dan mendiagnosa TBC, serta melakukan pengobatan sampai sembuh," cakap Kepala Dinas Kesehatan NTB Lalu Hamzi Fikri.*
Baca juga: Pemda se-Indonesia diminta bentuk tim penanganan Tuberkulosis
"Investigasi kontak dilakukan pada orang yang kontak serumah dan kontak erat dengan pasien TBC," kata Kepala Dinas Kesehatan NTB Lalu Hamzi Fikri di Mataram, Selasa.
Fikri menuturkan setiap pasien tuberkulosis dilakukan investigasi kontak pada 8-10 orang. Investigasi kontak dilakukan oleh petugas kesehatan, kader, dan komunitas.
Investigasi kontak bertujuan untuk memutuskan rantai penularan, menemukan terduga TBC yang baru, mencari sumber penularan pada kasus TBC anak dan pemberian terapi pencegahan tuberkulosis.
Baca juga: Dekan FK Unair mendukung program Presiden Prabowo turunkan kasus TBC
Dinas Kesehatan NTB mencatat kasus aktif TBC mencapai 9.376 kasus dari 1 Januari hingga 3 November 2024. Jumlah kasus tuberkulosis terbanyak berada di Lombok Timur mencapai 2.014 kasus, Kota Mataram 1.655 kasus, Lombok Barat 1.390 kasus, dan Lombok Tengah 1.200 kasus.
"Target perkiraan penemuan kasus TBC di Nusa Tenggara Barat tahun ini sebanyak 19.215 kasus dan yang baru ditemukan sebesar 48,80 persen. Jumlah pasien yang memulai pengobatan TBC sebanyak 8.619 kasus atau 91,92 persen," kata Fikri.
Lebih lanjut dia menyampaikan meski tuberkulosis bersifat endemis yang berarti setiap tahun selalu ditemukan kasus TBC, namun belum pernah terjadi kondisi yang dapat dikatakan kejadian luar biasa di Nusa Tenggara Barat.
Baca juga: Indonesia tekan TBC hingga 50 persen dalam lima tahun
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjadikan upaya penurunan kasus tuberkulosis sebagai salah satu inisiatif mereka dalam bidang kesehatan.
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengungkapkan sekitar 8,2 juta orang baru didiagnosis mengidap penyakit tuberkulosis pada tahun 2023. Jumlah tersebut menjadi yang tertinggi sejak tahun 1995.
Oleh karena itu, salah satu target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) adalah mengeliminasi penyakit tuberkulosis pada tahun 2030 mendatang.
Baca juga: Indonesia lakukan tiga uji vaksin TBC
Dinas Kesehatan NTB menerapkan enam strategi untuk mengeliminasi penyakit tuberkulosis di Nusa Tenggara Barat, yakni penggalangan komitmen pemerintah daerah dari provinsi hingga tingkatan desa/kelurahan, meningkatkan akses layanan dan berpihak terhadap pasien, intensifikasi upaya kesehatan berupa pemberian terapi pencegahan hingga edukasi.
Kemudian, peningkatan pengembangan penelitian dan inovasi dalam penanggulangan tuberkulosis, peningkatan peran serta komunitas dan multi sektor, serta penguatan manajemen program tuberkulosis dengan melakukan validasi data hingga peningkatan kapasitas petugas di layanan.
"Intinya, bagaimana menemukan dan mendiagnosa TBC, serta melakukan pengobatan sampai sembuh," cakap Kepala Dinas Kesehatan NTB Lalu Hamzi Fikri.*
Baca juga: Pemda se-Indonesia diminta bentuk tim penanganan Tuberkulosis