Surabaya (ANTARA) - Pemilu Amerika Serikat selalu menarik perhatian dunia, baik karena kompleksitas prosesnya maupun dampak luasnya terhadap kebijakan internasional. Pada tahun 2024, Donald Trump kembali memenangkan kursi Presiden Amerika Serikat. Kemenangan ini bukan hanya menggemparkan publik Amerika, tetapi juga memberikan isyarat akan perubahan besar dalam kebijakan domestik dan luar negeri Amerika. Bagaimana proses pemilu Amerika Serikat, sistem Electoral College, keterbelahan publik Amerika, serta implikasi kemenangan Trump terhadap Indonesia dan ekonomi regional Asia mejadi penting untuk menjadi perhatian.

Berbeda dengan Pemilu di Indonesia, Pemilu di Amerika Serikat unik karena tidak menggunakan sistem pemungutan suara langsung untuk menentukan pemenang. Setiap negara bagian memiliki jumlah “Electoral College” yang proporsional dengan populasinya, dan para pemilih memberikan suaranya untuk memilih wakil yang disebut elector. Kandidat yang menang di sebuah negara bagian mendapatkan semua suara elector dari negara bagian tersebut (dengan beberapa pengecualian), dan kandidat yang mengumpulkan minimal 270 suara electoral dari total 538 akan terpilih sebagai presiden.

Sistem ini memungkinkan kandidat yang kalah dalam perolehan suara populer masih bisa memenangkan kursi presiden. Trump berhasil mengamankan lebih dari 270 suara electoral yang minimal yang dibutuhkan untuk menang, meskipun suara popularitasnya menimbulkan keterbelahan tajam di kalangan publik Amerika.

Kemenangan Trump mencerminkan keterbelahan Amerika Serikat yang semakin dalam. Sebagian besar masyarakat Amerika terbagi menjadi dua kubu politik yang kuat, dengan pandangan yang sangat berbeda tentang masa depan negara mereka. Dukungan bagi Trump mencerminkan kemarahan sebagian rakyat Amerika yang merasa diabaikan oleh para pemimpin politik tradisional, sementara kubu lainnya merasa terancam dengan gaya dan kebijakan Trump yang kontroversial. Pembagian suara populer hampir 50-50 ini menimbulkan tantangan besar, bukan hanya dalam politik domestik tetapi juga dalam membangun konsensus untuk kebijakan luar negeri.

Dampak Kebijakan Luar Negeri Trump memunculkan prediksi akan kembali berlakunya kebijakan “America First” yang berfokus pada proteksionisme dan pendekatan bilateral yang agresif. Trump selama masa kepresidenannya dikenal sering melakukan negosiasi keras untuk menempatkan kepentingan Amerika di atas segalanya, bahkan jika itu berarti menekan negara-negara lain, termasuk sekutu-sekutu dekatnya.

Bagi Indonesia, pemerintahan Trump yang kembali bisa membawa dampak ganda. Di satu sisi, proteksionisme Amerika mungkin akan memberikan tekanan pada produk-produk ekspor Indonesia, terutama jika Trump menerapkan kebijakan tarif dan hambatan perdagangan lainnya. Namun, di sisi lain, kebijakan yang lebih keras terhadap Tiongkok bisa menciptakan peluang bagi negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk mengisi kekosongan sebagai mitra dagang alternatif.

Dalam situasi geopolitik yang semakin kompleks, Indonesia memiliki kesempatan untuk memposisikan dirinya sebagai pusat ekonomi di Asia Tenggara. Jika Amerika dan Tiongkok terus bersaing secara ekonomi, perusahaan-perusahaan multinasional mungkin akan mempertimbangkan untuk mengalihkan operasi atau investasi mereka dari Tiongkok ke negara-negara yang lebih netral, seperti Indonesia. Bisa dilihat sebagai potensi besar untuk menarik investasi asing yang dapat menguntungkan ekonomi nasional dan regional.

Dengan mendorong kebijakan pemerintah yang mendukung investasi, Indonesia bisa menjadi alternatif bagi perusahaan yang ingin mendiversifikasi rantai pasokan global mereka. Kebijakan Trump yang keras terhadap Tiongkok bisa menjadi katalisator yang menarik perhatian investor ke Indonesia, asalkan kita siap dengan infrastruktur yang memadai dan regulasi yang ramah investasi.

Demokrasi di Amerika Serikat memiliki peran besar dalam membentuk persepsi global. Bahwa sistem pemilu Amerika memiliki mekanisme unik yang dapat mencerminkan aspirasi rakyat dengan cara yang berbeda. Di sisi lain, tentunya setiap negara harus mengembangkan model demokrasi yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan tantangan domestik.

Dari perspektif ini, kemenangan Trump dalam pemilu 2024 bukan hanya peristiwa politik Amerika, tetapi juga cermin bagi dunia, khususnya bagi negara-negara yang sering menjadi mitra dagang dan sekutu politik Amerika. Indonesia, sebagai negara dengan posisi strategis di Asia Tenggara, harus cerdas membaca peluang dan menyiapkan strategi yang sesuai untuk memanfaatkan setiap perubahan dalam kebijakan luar negeri Amerika yang mungkin berpengaruh pada perekonomian kita.

Kemenangan Trump membawa gelombang baru dalam politik global, dengan konsekuensi yang signifikan bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Dalam situasi dunia yang semakin terbelah, Indonesia harus bisa memanfaatkan peluang yang ada dengan memperkuat ekonomi regional, menarik investasi, dan mempersiapkan kawasan industri yang kompetitif. Dengan pengalaman yang kita miliki dan kesiapan menghadapi perubahan, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama di kawasan ini.


*) Penulis asalah Direktur Utama PT SIER, perusahaan pengelola kawasan industri di Surabaya dan Pasuruan, Komisioner KPU Provinsi Jawa Timur 2003-2008 Dan Delegasi IVLP I-VOTE pada Pemilu Amerika 2008 di Boston dan Denver Amerika Serikat

 


Pewarta : Didik Prasetiyono*)
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024