Surabaya (ANTARA) - Beredar sebuah video yang menayangkan “jagongan” Prof Mu’ti, Menteri Pendidikan dasar dan Menengah yang bercerita tentang gagasan pendidikan yang akan ia bangun menanggapi berbagai dinamika yang berkembang di masyarakat. Pak Menteri menceritakan bagaimana ia mendapatkan proses belajar yang bermutu 20 tahun yang lalu ketika beliau belajar di Australia. Dalam diskusi sorogan ala santri, Pak menteri bercerita tentang “Deep Learning”, “ Mindful Learning”, “Meaningful Learning” dan “Joyful Learning”. Tentu saja apa yang disampaikan oleh Pak Menteri tidak dimaksudkan menghapus perjalanan kurikulum sebelumnya , kurikulum merdeka, tapi melihat sebagai upaya untuk melengkapi dan menajamkan proses dilapangan dalam menjalankan kurikulum yang sudah ada.
Pendidikan adalah investasi terbesar bagi masa depan sebuah bangsa. Untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera, kualitas pendidikan dasar dan menengah harus menjadi prioritas utama. Tidak hanya berbicara tentang kualitas kurikulum atau fasilitas sekolah, tetapi juga tentang bagaimana pendidikan dapat menjawab kebutuhan dasar anak, mengembangkan potensi mereka, dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan masa depan. Pendidikan yang bermutu, dengan fokus pada kebutuhan anak, adalah pilar penting dalam menyiapkan generasi emas yang siap bersaing di tingkat global.
Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu
Pendidikan yang bermutu tidak hanya mengukur hasil akhir berupa nilai akademik, tetapi juga mencakup pembentukan karakter dan keterampilan hidup yang relevan dengan tantangan zaman. Sebagaimana yang dikemukakan oleh UNESCO, pendidikan berkualitas harus dapat mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan moral (UNESCO, 2015). Dalam konteks pendidikan dasar dan menengah, hal ini berarti kurikulum harus mampu mengakomodasi berbagai gaya belajar siswa, memperkenalkan mereka pada nilai-nilai kehidupan, dan memberikan ruang untuk kreativitas serta kecakapan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Prof. Dylan Wiliam, seorang ahli pendidikan asal Inggris, pembelajaran yang efektif berfokus pada proses di mana siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga belajar untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan bekerja sama (Wiliam, 2011). Oleh karena itu, penting bagi kebijakan pendidikan kita untuk tidak hanya mengejar angka ujian, tetapi juga memberikan pendidikan yang mengutamakan perkembangan keterampilan yang akan berguna sepanjang hidup anak.
Mengedepankan Kebutuhan Anak
Salah satu tantangan terbesar dalam sistem pendidikan kita adalah bagaimana memenuhi kebutuhan anak secara holistik. Setiap anak memiliki potensi dan cara belajar yang unik, dan pendidikan kita harus mampu mengakomodasi keragaman ini. Pendidikan yang baik harus mempertimbangkan aspek psikologis, sosial, dan fisik anak. Sebagaimana dinyatakan oleh Jerome Bruner, seorang psikolog pendidikan terkemuka, pendidikan harus memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa, memungkinkan mereka untuk menemukan hubungan antara pengetahuan yang mereka pelajari dengan kehidupan nyata (Bruner, 1960).
Pentingnya pendidikan yang mengedepankan kebutuhan anak juga ditekankan oleh UNICEF, yang mengingatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang memperhatikan kesejahteraan mereka secara keseluruhan, bukan hanya sekadar pencapaian akademik (UNICEF, 2020). Pendidikan yang menghargai kebutuhan anak akan menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan mendukung perkembangan emosional dan sosial mereka. Oleh karena itu, sistem pendidikan harus lebih sensitif terhadap faktor-faktor seperti kesejahteraan mental dan emosional siswa, serta lingkungan sosial di sekitar mereka.
Pilar Menyiapkan Generasi Emas
Generasi emas Indonesia yang dimaksud adalah generasi yang memiliki keterampilan abad 21—termasuk kemampuan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi—yang akan menjadikan mereka kompetitif di tingkat global. Sebagai negara yang sedang berada dalam era transformasi digital dan globalisasi, kita harus mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi dunia yang terus berubah. Pendidikan yang menyiapkan generasi emas harus menanamkan dasar-dasar keterampilan digital, literasi media, serta kesadaran global dan kewarganegaraan.
Menurut Dr. Andreas Schleicher, Direktur Pendidikan dan Keterampilan di OECD, pendidikan yang baik harus mempersiapkan siswa untuk kehidupan yang lebih luas daripada sekadar memperoleh pekerjaan. Mereka harus diberikan keterampilan untuk berkembang dalam masyarakat yang dinamis dan beragam (Schleicher, 2018). Dengan demikian, sistem pendidikan kita harus lebih dari sekadar menyiapkan siswa untuk ujian, tetapi untuk kehidupan yang lebih luas—di mana mereka harus mampu menavigasi perubahan cepat di dunia pekerjaan dan sosial.
Pendidikan Berkelanjutan: Kunci untuk Masa Depan
Pendidikan yang bermutu dan mengedepankan kebutuhan anak haruslah berkelanjutan. Konsep pendidikan berkelanjutan (sustainable education) menjadi penting untuk memastikan bahwa generasi mendatang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk membangun masa depan yang lebih baik. Hal ini juga mencakup penerapan kurikulum yang adaptif terhadap perubahan zaman dan tuntutan global.
Untuk itu, perlu ada perubahan dalam pendekatan kita terhadap pendidikan. Seperti yang dikatakan oleh Arne Duncan, mantan Menteri Pendidikan Amerika Serikat, pendidikan harus menjadi alat untuk memperbaiki ketidaksetaraan sosial dan ekonomi. Dengan memberikan pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan, kita bisa mengurangi kesenjangan dan memberi kesempatan yang lebih besar bagi setiap anak untuk sukses, tanpa memandang latar belakang sosial-ekonomi mereka (Duncan, 2010).
Kesimpulan
Pendidikan dasar dan menengah yang bermutu, yang mengedepankan kebutuhan anak dan berfokus pada pembentukan karakter serta keterampilan yang relevan, adalah kunci untuk menyiapkan generasi emas Indonesia. Melalui pendekatan pendidikan yang holistik, inklusif, dan berkelanjutan, kita akan mampu menciptakan individu-individu yang tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga memiliki empati, kreativitas, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan.
Dengan itu, kita tidak hanya mempersiapkan anak-anak kita untuk sukses di dunia pendidikan, tetapi juga memberikan mereka alat untuk berkembang sebagai pemimpin, inovator, dan warga negara yang bertanggung jawab di era global yang semakin kompleks.
Surabaya, 9 November 2024
*) Penulis adalah Dosen Pengajar Ilmu Psikologi Komunikasi, Pemerhati Pendidikan dan Perlindungan Anak di Jatim, Tinggal di Surabaya
Pendidikan adalah investasi terbesar bagi masa depan sebuah bangsa. Untuk mewujudkan Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera, kualitas pendidikan dasar dan menengah harus menjadi prioritas utama. Tidak hanya berbicara tentang kualitas kurikulum atau fasilitas sekolah, tetapi juga tentang bagaimana pendidikan dapat menjawab kebutuhan dasar anak, mengembangkan potensi mereka, dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan masa depan. Pendidikan yang bermutu, dengan fokus pada kebutuhan anak, adalah pilar penting dalam menyiapkan generasi emas yang siap bersaing di tingkat global.
Mewujudkan Pendidikan yang Bermutu
Pendidikan yang bermutu tidak hanya mengukur hasil akhir berupa nilai akademik, tetapi juga mencakup pembentukan karakter dan keterampilan hidup yang relevan dengan tantangan zaman. Sebagaimana yang dikemukakan oleh UNESCO, pendidikan berkualitas harus dapat mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, sosial, dan moral (UNESCO, 2015). Dalam konteks pendidikan dasar dan menengah, hal ini berarti kurikulum harus mampu mengakomodasi berbagai gaya belajar siswa, memperkenalkan mereka pada nilai-nilai kehidupan, dan memberikan ruang untuk kreativitas serta kecakapan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Prof. Dylan Wiliam, seorang ahli pendidikan asal Inggris, pembelajaran yang efektif berfokus pada proses di mana siswa tidak hanya menghafal informasi, tetapi juga belajar untuk berpikir kritis, memecahkan masalah, dan bekerja sama (Wiliam, 2011). Oleh karena itu, penting bagi kebijakan pendidikan kita untuk tidak hanya mengejar angka ujian, tetapi juga memberikan pendidikan yang mengutamakan perkembangan keterampilan yang akan berguna sepanjang hidup anak.
Mengedepankan Kebutuhan Anak
Salah satu tantangan terbesar dalam sistem pendidikan kita adalah bagaimana memenuhi kebutuhan anak secara holistik. Setiap anak memiliki potensi dan cara belajar yang unik, dan pendidikan kita harus mampu mengakomodasi keragaman ini. Pendidikan yang baik harus mempertimbangkan aspek psikologis, sosial, dan fisik anak. Sebagaimana dinyatakan oleh Jerome Bruner, seorang psikolog pendidikan terkemuka, pendidikan harus memberikan pengalaman yang bermakna bagi siswa, memungkinkan mereka untuk menemukan hubungan antara pengetahuan yang mereka pelajari dengan kehidupan nyata (Bruner, 1960).
Pentingnya pendidikan yang mengedepankan kebutuhan anak juga ditekankan oleh UNICEF, yang mengingatkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang memperhatikan kesejahteraan mereka secara keseluruhan, bukan hanya sekadar pencapaian akademik (UNICEF, 2020). Pendidikan yang menghargai kebutuhan anak akan menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan mendukung perkembangan emosional dan sosial mereka. Oleh karena itu, sistem pendidikan harus lebih sensitif terhadap faktor-faktor seperti kesejahteraan mental dan emosional siswa, serta lingkungan sosial di sekitar mereka.
Pilar Menyiapkan Generasi Emas
Generasi emas Indonesia yang dimaksud adalah generasi yang memiliki keterampilan abad 21—termasuk kemampuan berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi—yang akan menjadikan mereka kompetitif di tingkat global. Sebagai negara yang sedang berada dalam era transformasi digital dan globalisasi, kita harus mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi dunia yang terus berubah. Pendidikan yang menyiapkan generasi emas harus menanamkan dasar-dasar keterampilan digital, literasi media, serta kesadaran global dan kewarganegaraan.
Menurut Dr. Andreas Schleicher, Direktur Pendidikan dan Keterampilan di OECD, pendidikan yang baik harus mempersiapkan siswa untuk kehidupan yang lebih luas daripada sekadar memperoleh pekerjaan. Mereka harus diberikan keterampilan untuk berkembang dalam masyarakat yang dinamis dan beragam (Schleicher, 2018). Dengan demikian, sistem pendidikan kita harus lebih dari sekadar menyiapkan siswa untuk ujian, tetapi untuk kehidupan yang lebih luas—di mana mereka harus mampu menavigasi perubahan cepat di dunia pekerjaan dan sosial.
Pendidikan Berkelanjutan: Kunci untuk Masa Depan
Pendidikan yang bermutu dan mengedepankan kebutuhan anak haruslah berkelanjutan. Konsep pendidikan berkelanjutan (sustainable education) menjadi penting untuk memastikan bahwa generasi mendatang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk membangun masa depan yang lebih baik. Hal ini juga mencakup penerapan kurikulum yang adaptif terhadap perubahan zaman dan tuntutan global.
Untuk itu, perlu ada perubahan dalam pendekatan kita terhadap pendidikan. Seperti yang dikatakan oleh Arne Duncan, mantan Menteri Pendidikan Amerika Serikat, pendidikan harus menjadi alat untuk memperbaiki ketidaksetaraan sosial dan ekonomi. Dengan memberikan pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan, kita bisa mengurangi kesenjangan dan memberi kesempatan yang lebih besar bagi setiap anak untuk sukses, tanpa memandang latar belakang sosial-ekonomi mereka (Duncan, 2010).
Kesimpulan
Pendidikan dasar dan menengah yang bermutu, yang mengedepankan kebutuhan anak dan berfokus pada pembentukan karakter serta keterampilan yang relevan, adalah kunci untuk menyiapkan generasi emas Indonesia. Melalui pendekatan pendidikan yang holistik, inklusif, dan berkelanjutan, kita akan mampu menciptakan individu-individu yang tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga memiliki empati, kreativitas, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan masa depan.
Dengan itu, kita tidak hanya mempersiapkan anak-anak kita untuk sukses di dunia pendidikan, tetapi juga memberikan mereka alat untuk berkembang sebagai pemimpin, inovator, dan warga negara yang bertanggung jawab di era global yang semakin kompleks.
Surabaya, 9 November 2024
*) Penulis adalah Dosen Pengajar Ilmu Psikologi Komunikasi, Pemerhati Pendidikan dan Perlindungan Anak di Jatim, Tinggal di Surabaya