Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyampaikan pentingnya pelestarian koleksi ilmiah dan penggalian sejarah dalam mendukung pemajuan ilmu pengetahuan dan budaya bangsa.
"Koleksi ini bukan milik BRIN, tetapi kekayaan negara dan umat manusia. Tugas kami adalah memastikan koleksi ini terawat selamanya dan menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tidak akan habis," katanya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Handoko menekankan koleksi ilmiah, baik biodiversitas flora, fauna, mikroba, hingga koleksi arkeologi, manuskrip, dan geologi, merupakan kekayaan bangsa yang tidak memiliki batas masa retensi.
Oleh sebab itu, lanjutnya, Direktorat Pengelola Koleksi Ilmiah Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN bertanggung jawab atas pengelolaan koleksi ini, termasuk koleksi yang berasal dari kebun raya, artefak, hingga ekofak.
"Koleksi tersebut harus dirawat dengan standar yang tinggi dan didukung oleh infrastruktur modern, seperti peralatan untuk penelitian tanpa merusak sampel," ujarnya.
BRIN, kata Handoko, berencana melakukan ekskavasi besar-besaran di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, untuk mengungkap sejarah peradaban Islam dan maritim di Indonesia.
Baca juga: BRIN menjelaskan kebijakan perlindungan dan valuasi KI hasil riset
Ia menekankan pentingnya kerja sama dengan komunitas lokal, mahasiswa, dan akademisi untuk memastikan proses ekskavasi berjalan tuntas, yang dapat memakan waktu hingga 10 tahun.
"Ekskavasi ini tidak hanya untuk menemukan artefak, tetapi juga untuk meneliti dan memahami detail sejarahnya, seperti usia, asal-usul, dan konteksnya. Hasil riset yang tuntas akan menjadi dasar pelestarian budaya lokal dan pendidikan, misalnya melalui pendirian museum atau integrasi ke dalam kurikulum sekolah," ungkapnya.
Baca juga: Indonesia, China hold forum to solidify maritime cooperation
Selain ekskavasi, Handoko juga berharap kegiatan ini dapat mendorong regenerasi arkeolog di Indonesia.
Ia juga menyampaikan apresiasi dukungan dari berbagai pihak, seperti Yayasan Matauli, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Barus, dan pemerintah daerah, dalam melestarikan budaya dan sejarah di Tapanuli Tengah.
"Dengan dukungan komunitas dan pemangku kepentingan, ekskavasi ini akan memperkuat identitas budaya kita dan memberikan manfaat luar biasa bagi bangsa," tutur Laksana Tri Handoko.
"Koleksi ini bukan milik BRIN, tetapi kekayaan negara dan umat manusia. Tugas kami adalah memastikan koleksi ini terawat selamanya dan menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tidak akan habis," katanya dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Handoko menekankan koleksi ilmiah, baik biodiversitas flora, fauna, mikroba, hingga koleksi arkeologi, manuskrip, dan geologi, merupakan kekayaan bangsa yang tidak memiliki batas masa retensi.
Oleh sebab itu, lanjutnya, Direktorat Pengelola Koleksi Ilmiah Deputi Bidang Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN bertanggung jawab atas pengelolaan koleksi ini, termasuk koleksi yang berasal dari kebun raya, artefak, hingga ekofak.
"Koleksi tersebut harus dirawat dengan standar yang tinggi dan didukung oleh infrastruktur modern, seperti peralatan untuk penelitian tanpa merusak sampel," ujarnya.
BRIN, kata Handoko, berencana melakukan ekskavasi besar-besaran di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, untuk mengungkap sejarah peradaban Islam dan maritim di Indonesia.
Baca juga: BRIN menjelaskan kebijakan perlindungan dan valuasi KI hasil riset
Ia menekankan pentingnya kerja sama dengan komunitas lokal, mahasiswa, dan akademisi untuk memastikan proses ekskavasi berjalan tuntas, yang dapat memakan waktu hingga 10 tahun.
"Ekskavasi ini tidak hanya untuk menemukan artefak, tetapi juga untuk meneliti dan memahami detail sejarahnya, seperti usia, asal-usul, dan konteksnya. Hasil riset yang tuntas akan menjadi dasar pelestarian budaya lokal dan pendidikan, misalnya melalui pendirian museum atau integrasi ke dalam kurikulum sekolah," ungkapnya.
Baca juga: Indonesia, China hold forum to solidify maritime cooperation
Selain ekskavasi, Handoko juga berharap kegiatan ini dapat mendorong regenerasi arkeolog di Indonesia.
Ia juga menyampaikan apresiasi dukungan dari berbagai pihak, seperti Yayasan Matauli, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Barus, dan pemerintah daerah, dalam melestarikan budaya dan sejarah di Tapanuli Tengah.
"Dengan dukungan komunitas dan pemangku kepentingan, ekskavasi ini akan memperkuat identitas budaya kita dan memberikan manfaat luar biasa bagi bangsa," tutur Laksana Tri Handoko.