Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Luar Negeri RI Arief Havas Oegroseno menyatakan bahwa kerangka hukum internasional penting digunakan sebagai instrumen pemandu dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.
Dalam pernyataan dari akun resmi X @Kemlu_RI, Jumat, Havas menyebutkan beberapa kerangka hukum internasional sebagai instrumen pemandu yaitu Deklarasi Rio 1992, UNCLOS 1982 dan Perjanjian Paris 2015.
Havas memberikan Pernyataan Lisan Indonesia untuk proses Advisory Opinion (AO) mengenai kewajiban negara terkait perubahan iklim di Mahkamah Internasional di Den Haag, Kamis (5/12).
Havas mengatakan bahwa mengatasi tantangan perubahan iklim memerlukan kerja sama global dengan semua pihak, termasuk melalui mobilisasi akses pendanaan dan kolaborasi untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
“Sebagai negara kepulauan, Indonesia rentan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Havas.
Perubahan iklim tersebut akan berdampak pada lingkungan dan penciptaan lingkungan yang sehat adalah bagian dari hak asasi manusia. Penciptaan lingkungan yang sehat itu juga telah tercantum dalam instrumen hukum domestik Indonesia, lanjut Havas.
Havas pun menegaskan bahwa AO Mahkamah Internasional terkait perubahan iklim sangat penting dalam memandu tata kelola iklim internasional. Penyampaian Pernyataan Lisan oleh Wamenlu Havas dalam AO terkait perubahan iklim menegaskan komitmen dan peran strategis pemerintah RI dalam perkembangan norma hukum internasional, khususnya yang terkait perubahan iklim.
Sebelumnya September 2021, Vanuatu mengumumkan niatnya untuk meminta Advisory Opinion (AO) dari Mahkamah Internasional mengenai perubahan iklim. Inisiatif tersebut diperlukan karena kerentanan Vanuatu dan kerentanan negara-negara kepulauan kecil berkembang lainnya terhadap perubahan iklim dan perlunya peningkatan tindakan untuk mengatasi krisis iklim global.
Baca juga: Surat perintah penangkapan Netanyahu harus diterapkan
Vanuatu kemudian melobi negara-negara lain untuk mendukung inisiatif tersebut dan membentuk kelompok inti Negara Anggota PBB untuk meneruskan inisiatif tersebut di Majelis Umum.
Baca juga: Perdana Menteri Netanyahu adakan rembuk darurat usai putusan Mahkamah Internasional
Diskusi dalam kelompok inti tersebut menghasilkan pengembangan resolusi A/RES/77/276 yang pada akhirnya diadopsi oleh Majelis Umum pada 29 Maret 2023, dimana resolusi tersebut didukung oleh 132 negara.
Permintaan tersebut kemudian disampaikan ke pengadilan oleh Sekretaris Jenderal PBB dalam surat tertanggal 12 April 2023.
Dalam pernyataan dari akun resmi X @Kemlu_RI, Jumat, Havas menyebutkan beberapa kerangka hukum internasional sebagai instrumen pemandu yaitu Deklarasi Rio 1992, UNCLOS 1982 dan Perjanjian Paris 2015.
Havas memberikan Pernyataan Lisan Indonesia untuk proses Advisory Opinion (AO) mengenai kewajiban negara terkait perubahan iklim di Mahkamah Internasional di Den Haag, Kamis (5/12).
Havas mengatakan bahwa mengatasi tantangan perubahan iklim memerlukan kerja sama global dengan semua pihak, termasuk melalui mobilisasi akses pendanaan dan kolaborasi untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
“Sebagai negara kepulauan, Indonesia rentan terhadap dampak perubahan iklim,” kata Havas.
Perubahan iklim tersebut akan berdampak pada lingkungan dan penciptaan lingkungan yang sehat adalah bagian dari hak asasi manusia. Penciptaan lingkungan yang sehat itu juga telah tercantum dalam instrumen hukum domestik Indonesia, lanjut Havas.
Havas pun menegaskan bahwa AO Mahkamah Internasional terkait perubahan iklim sangat penting dalam memandu tata kelola iklim internasional. Penyampaian Pernyataan Lisan oleh Wamenlu Havas dalam AO terkait perubahan iklim menegaskan komitmen dan peran strategis pemerintah RI dalam perkembangan norma hukum internasional, khususnya yang terkait perubahan iklim.
Sebelumnya September 2021, Vanuatu mengumumkan niatnya untuk meminta Advisory Opinion (AO) dari Mahkamah Internasional mengenai perubahan iklim. Inisiatif tersebut diperlukan karena kerentanan Vanuatu dan kerentanan negara-negara kepulauan kecil berkembang lainnya terhadap perubahan iklim dan perlunya peningkatan tindakan untuk mengatasi krisis iklim global.
Baca juga: Surat perintah penangkapan Netanyahu harus diterapkan
Vanuatu kemudian melobi negara-negara lain untuk mendukung inisiatif tersebut dan membentuk kelompok inti Negara Anggota PBB untuk meneruskan inisiatif tersebut di Majelis Umum.
Baca juga: Perdana Menteri Netanyahu adakan rembuk darurat usai putusan Mahkamah Internasional
Diskusi dalam kelompok inti tersebut menghasilkan pengembangan resolusi A/RES/77/276 yang pada akhirnya diadopsi oleh Majelis Umum pada 29 Maret 2023, dimana resolusi tersebut didukung oleh 132 negara.
Permintaan tersebut kemudian disampaikan ke pengadilan oleh Sekretaris Jenderal PBB dalam surat tertanggal 12 April 2023.