Jakarta (ANTARA) - Seharusnya bukan timnas Indonesia yang disorot ketika gagal mendapatkan poin dari pertandingan babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, apalagi Indonesia baru kali ini lolos ke putaran final Piala Dunia, bahkan dengan bekal tim berperingkat paling rendah dari 18 tim pada babak ketiga itu.
Kritik terhadap timnas karena kalah dari Jepang yang berperingkat FIFA tertinggi di Asia, malah lebih absurd lagi.
Berperingkat 15, atau 110 tingkat di atas Indonesia, Jepang terlalu kuat untuk siapa pun di Asia. Hanya Australia yang berperingkat 26 yang bisa mengimbangi Jepang. Selebihnya, delapan tim nyaris tak diberi kesempatan menjebol gawang mereka.
Dari sebelas pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 yang dijalaninya, Jepang telah mencetak 43 gol, dan hanya dua kali kebobolan.
Catatan Jepang dalam turnamen sepak bola pun mengagumkan. Sejak 1998, mereka tak pernah absen dalam putaran final Piala Dunia, bahkan tiga kali masuk babak 16 besar. Samurai Biru juga empat kali menjuarai Piala Asia, padahal mereka baru aktif mengikuti Piala Asia sejak 1988.
Oleh karena itu, kekalahan 0-4 dari Jepang seharusnya tak dikuliti habis-habisan, apalagi Bahrain dan China yang berperingkat lebih tinggi ketimbang Indonesia, pernah dibantai Jepang dalam skor lebih besar, masing-masing 0-5 dan 0-7.
Semakin absurd lagi jika ada orang Indonesia yang sinis terhadap kemenangan 2-0 atas Arab Saudi.
Padahal selain merupakan kemenangan pertama Indonesia atas Saudi dalam sejarah pertemuan kedua tim, kemenangan itu juga pertama kalinya dalam lima tahun terakhir Saudi kalah dari tim berperingkat FIFA di atas 100 setelah Kuwait pada 28 November 2019 dalam fase grup Piala Teluk.
Publik di Indonesia seharusnya bangga tim nasionalnya telah mengalahkan tim super seperti Saudi, yang tak saja berperingkat lebih tinggi, tapi juga langganan juara turnamen kontinental.
Saudi sudah tiga kali menjuarai Piala Asia, dua kali menjuarai Piala Arab, sekali runner up Piala Konfederasi FIFA, dan enam kali mengikuti putaran final Piala Dunia sampai menembus babak 16 besar pada 1994.
Saudi juga tim yang menjadi rumah bagi salah satu liga paling menarik di Asia saat ini, yang klub-klubnya turut merajai kompetisi elite Asia, Liga Champions Asia.
Klub-klub Saudi total enam kali menjadi juara Asia. Pencapaian mereka hanya bisa diungguli oleh Jepang dan Korea Selatan.
Sejumlah pesepak bola Timnas Indonesia berusaha menahan bola lambung saat melawan Timnas Arab Saudi pada pertandingan Grup C putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/Lmo/Spt.
Lebih pantas disorot
Indonesia justru disanjung sejumlah kalangan di luar negeri, terutama karena kemajuannya yang pesat, yang berpuncak pada kemampuan mengalahkan Arab Saudi.
Untuk tim berperingkat 59 atau tertinggi ketiga di Grup C, kekalahan itu amat menyakitkan. Saudi juga punya alasan untuk kecewa berat karena baru mengemas enam poin dari enam laga babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Sorotan yang berlaku terhadap Saudi juga terjadi terhadap Qatar. Tim ini juga tampil tak meyakinkan, padahal mereka baru menjuarai Piala Asia setelah menghempaskan Yordania 3-1 dalam final Piala Asia 2023 pada 10 Februari 2024.
Sama dengan Saudi, Qatar juga menduduki peringkat empat Grup A di bawah Iran, Uzbekistan dan UEA. Untuk tim berperingkat 48 atau lima besar Asia, pencapaian Qatar itu mengecewakan sampai pendukungnya khawatir timnasnya tak bisa mengikuti Piala Dunia 2026.
Itu akan menjadi tamparan bagi Qatar, mengingat investasi besar-besarannya dalam sepak bola, yang seharusnya memudahkan jalan mereka ke Piala Dunia seperti mereka lakukan dalam dua edisi terakhir Piala Asia.
Liga sepak bolanya yang diguyur uang dan fasilitas lengkap, seharusnya menciptakan atmosfer yang membuat mereka tak kesulitan menghasilkan pemain-pemain besar yang menjadi andalan timnasnya. Apalagi klub-klub Qatar acap berkiprah bagus dalam Liga Champions Asia, sampai dua kali menjuarainya lewat klub Al-Sadd.
Setelah lolos ke putaran final Piala Dunia untuk pertama kalinya karena menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar dikhawatirkan gagal mendapatkan tiket Piala Dunia keduanya.
Selama Kualifikasi Piala Dunia 2026 Qatar sudah kebobolan 17 gol, sehingga menjadi tim dengan pertahanan terburuk di antara 18 tim pada babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Semua fakta ini menunjukkan Qatar dan Saudi lebih pantas disorot ketimbang Indonesia yang underdog.
Hasil buruk yang dialami Saudi bahkan memicu kritik terhadap liga sepak bola profesionalnya yang walau mampu menarik pemain-pemain kelas dunia seperti Cristiano Ronaldo, Sadio Mane dan Karim Benzema, gagal menciptakan fondasi yang baik untuk membentuk timnas yang hebat seperti mereka lakukan di masa lalu.
Terlalu absurd untuk diabaikan
Mantan pelatih mereka, Roberto Mancini, menyingkapkan hal itu sebelum dipecat oleh federasi sepak bola Saudi.
Mancini yang membawa Italia menjadi juara Eropa pada 2021 kesal terhadap investasi besar yang dibenamkan oleh Liga Profesional Saudi dalam membeli pemain-pemain terbaik di dunia, karena langkah ini membuat timnas Saudi mengalami erosi kualitas.
Mancini yang bertabur trofi baik sebagai pemain maupun pelatih serta kaget timnya ditahan seri 1-1 oleh Indonesia itu, mengaku sudah berulang kali mengingatkan hal itu kepada pengelola sepak bola Saudi.
Dia menilai eksodus pemain-pemain bintang dari Eropa, Afrika, dan Amerika Latin ke liga Saudi telah membuat pemain-pemain Saudi yang bergabung dalam timnas kehilangan menit bermain yang banyak, padahal tiga tahun lalu mereka selalu bermain dalam setiap pertandingan liga. Kini, menurut Mancini, 60 persen pemain-pemain timnas Saudi tak dimainkan oleh klub-klubnya.
Mancini mungkin tak melihat secara penuh keinginan pemangku kepentingan sepak bola di Saudi.
Baca juga: Timnas putri Indonesia melaju ke Piala AFF 2024 usai taklukkan Singapura 3-0
Jika melihat perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini, liga Saudi kesulitan menarik penggemar sepakbola untuk menyaksikan pertandingan-pertandingan liga.
Mendatangkan pemain bintang adalah salah satu jalan menaikkan animo penonton untuk datang ke stadion. Tapi di sisi lain langkah ini membuat pemain-pemain Saudi jarang dimainkan, padahal menit bermain yang cukup berkaitan dengan upaya membentuk timnas yang kuat seperti disebut Mancini.
Tim-tim besar Asia seperti Australia dan China pun tengah menghadapi masalahnya sendiri-sendiri, bahkan China menghadapi situasi liga yang mirip dengan Saudi dan Qatar.
Baca juga: Timnas Indonesia juara Piala AFF Putri 2024
Australia yang tidak menghadapi masalah di liga, juga menghadapi problema akibat rangkaian hasil mengecewakan yang membuat publik ragu mereka apakah timnasnya bisa lolos Piala Dunia 2026 justru ketiga jatah Asia ditambah oleh FIFA.
Keempat tim itu selalu berada jauh di atas Indonesia dalam peringkat FIFA, tapi Indonesia telah membuktikan diri bisa mengimbangi dan mengalahkan dua di antara mereka, Australia dan Saudi.
Bagi tim berperingkat terendah dan debutan putaran ketiga Piala Dunia, prestasi ini terlalu absurd untuk diabaikan, apalagi dicibir dengan alasan tak jelas.
Kritik terhadap timnas karena kalah dari Jepang yang berperingkat FIFA tertinggi di Asia, malah lebih absurd lagi.
Berperingkat 15, atau 110 tingkat di atas Indonesia, Jepang terlalu kuat untuk siapa pun di Asia. Hanya Australia yang berperingkat 26 yang bisa mengimbangi Jepang. Selebihnya, delapan tim nyaris tak diberi kesempatan menjebol gawang mereka.
Dari sebelas pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2026 yang dijalaninya, Jepang telah mencetak 43 gol, dan hanya dua kali kebobolan.
Catatan Jepang dalam turnamen sepak bola pun mengagumkan. Sejak 1998, mereka tak pernah absen dalam putaran final Piala Dunia, bahkan tiga kali masuk babak 16 besar. Samurai Biru juga empat kali menjuarai Piala Asia, padahal mereka baru aktif mengikuti Piala Asia sejak 1988.
Oleh karena itu, kekalahan 0-4 dari Jepang seharusnya tak dikuliti habis-habisan, apalagi Bahrain dan China yang berperingkat lebih tinggi ketimbang Indonesia, pernah dibantai Jepang dalam skor lebih besar, masing-masing 0-5 dan 0-7.
Semakin absurd lagi jika ada orang Indonesia yang sinis terhadap kemenangan 2-0 atas Arab Saudi.
Padahal selain merupakan kemenangan pertama Indonesia atas Saudi dalam sejarah pertemuan kedua tim, kemenangan itu juga pertama kalinya dalam lima tahun terakhir Saudi kalah dari tim berperingkat FIFA di atas 100 setelah Kuwait pada 28 November 2019 dalam fase grup Piala Teluk.
Publik di Indonesia seharusnya bangga tim nasionalnya telah mengalahkan tim super seperti Saudi, yang tak saja berperingkat lebih tinggi, tapi juga langganan juara turnamen kontinental.
Saudi sudah tiga kali menjuarai Piala Asia, dua kali menjuarai Piala Arab, sekali runner up Piala Konfederasi FIFA, dan enam kali mengikuti putaran final Piala Dunia sampai menembus babak 16 besar pada 1994.
Saudi juga tim yang menjadi rumah bagi salah satu liga paling menarik di Asia saat ini, yang klub-klubnya turut merajai kompetisi elite Asia, Liga Champions Asia.
Klub-klub Saudi total enam kali menjadi juara Asia. Pencapaian mereka hanya bisa diungguli oleh Jepang dan Korea Selatan.
Lebih pantas disorot
Indonesia justru disanjung sejumlah kalangan di luar negeri, terutama karena kemajuannya yang pesat, yang berpuncak pada kemampuan mengalahkan Arab Saudi.
Untuk tim berperingkat 59 atau tertinggi ketiga di Grup C, kekalahan itu amat menyakitkan. Saudi juga punya alasan untuk kecewa berat karena baru mengemas enam poin dari enam laga babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Sorotan yang berlaku terhadap Saudi juga terjadi terhadap Qatar. Tim ini juga tampil tak meyakinkan, padahal mereka baru menjuarai Piala Asia setelah menghempaskan Yordania 3-1 dalam final Piala Asia 2023 pada 10 Februari 2024.
Sama dengan Saudi, Qatar juga menduduki peringkat empat Grup A di bawah Iran, Uzbekistan dan UEA. Untuk tim berperingkat 48 atau lima besar Asia, pencapaian Qatar itu mengecewakan sampai pendukungnya khawatir timnasnya tak bisa mengikuti Piala Dunia 2026.
Itu akan menjadi tamparan bagi Qatar, mengingat investasi besar-besarannya dalam sepak bola, yang seharusnya memudahkan jalan mereka ke Piala Dunia seperti mereka lakukan dalam dua edisi terakhir Piala Asia.
Liga sepak bolanya yang diguyur uang dan fasilitas lengkap, seharusnya menciptakan atmosfer yang membuat mereka tak kesulitan menghasilkan pemain-pemain besar yang menjadi andalan timnasnya. Apalagi klub-klub Qatar acap berkiprah bagus dalam Liga Champions Asia, sampai dua kali menjuarainya lewat klub Al-Sadd.
Setelah lolos ke putaran final Piala Dunia untuk pertama kalinya karena menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, Qatar dikhawatirkan gagal mendapatkan tiket Piala Dunia keduanya.
Selama Kualifikasi Piala Dunia 2026 Qatar sudah kebobolan 17 gol, sehingga menjadi tim dengan pertahanan terburuk di antara 18 tim pada babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026.
Semua fakta ini menunjukkan Qatar dan Saudi lebih pantas disorot ketimbang Indonesia yang underdog.
Hasil buruk yang dialami Saudi bahkan memicu kritik terhadap liga sepak bola profesionalnya yang walau mampu menarik pemain-pemain kelas dunia seperti Cristiano Ronaldo, Sadio Mane dan Karim Benzema, gagal menciptakan fondasi yang baik untuk membentuk timnas yang hebat seperti mereka lakukan di masa lalu.
Terlalu absurd untuk diabaikan
Mantan pelatih mereka, Roberto Mancini, menyingkapkan hal itu sebelum dipecat oleh federasi sepak bola Saudi.
Mancini yang membawa Italia menjadi juara Eropa pada 2021 kesal terhadap investasi besar yang dibenamkan oleh Liga Profesional Saudi dalam membeli pemain-pemain terbaik di dunia, karena langkah ini membuat timnas Saudi mengalami erosi kualitas.
Mancini yang bertabur trofi baik sebagai pemain maupun pelatih serta kaget timnya ditahan seri 1-1 oleh Indonesia itu, mengaku sudah berulang kali mengingatkan hal itu kepada pengelola sepak bola Saudi.
Dia menilai eksodus pemain-pemain bintang dari Eropa, Afrika, dan Amerika Latin ke liga Saudi telah membuat pemain-pemain Saudi yang bergabung dalam timnas kehilangan menit bermain yang banyak, padahal tiga tahun lalu mereka selalu bermain dalam setiap pertandingan liga. Kini, menurut Mancini, 60 persen pemain-pemain timnas Saudi tak dimainkan oleh klub-klubnya.
Mancini mungkin tak melihat secara penuh keinginan pemangku kepentingan sepak bola di Saudi.
Baca juga: Timnas putri Indonesia melaju ke Piala AFF 2024 usai taklukkan Singapura 3-0
Jika melihat perkembangan yang terjadi akhir-akhir ini, liga Saudi kesulitan menarik penggemar sepakbola untuk menyaksikan pertandingan-pertandingan liga.
Mendatangkan pemain bintang adalah salah satu jalan menaikkan animo penonton untuk datang ke stadion. Tapi di sisi lain langkah ini membuat pemain-pemain Saudi jarang dimainkan, padahal menit bermain yang cukup berkaitan dengan upaya membentuk timnas yang kuat seperti disebut Mancini.
Tim-tim besar Asia seperti Australia dan China pun tengah menghadapi masalahnya sendiri-sendiri, bahkan China menghadapi situasi liga yang mirip dengan Saudi dan Qatar.
Baca juga: Timnas Indonesia juara Piala AFF Putri 2024
Australia yang tidak menghadapi masalah di liga, juga menghadapi problema akibat rangkaian hasil mengecewakan yang membuat publik ragu mereka apakah timnasnya bisa lolos Piala Dunia 2026 justru ketiga jatah Asia ditambah oleh FIFA.
Keempat tim itu selalu berada jauh di atas Indonesia dalam peringkat FIFA, tapi Indonesia telah membuktikan diri bisa mengimbangi dan mengalahkan dua di antara mereka, Australia dan Saudi.
Bagi tim berperingkat terendah dan debutan putaran ketiga Piala Dunia, prestasi ini terlalu absurd untuk diabaikan, apalagi dicibir dengan alasan tak jelas.