Dompu (ANTARA) - Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dikenal dengan potensi besar di sektor pertanian dan peternakan, hari ini berada dalam pusaran masalah yang tak kunjung usai.
Sebagai generasi muda yang menggeluti dinamika sosial-politik daerah ini, saya merasa terpanggil untuk menyuarakan keresahan yang semakin mendalam terkait kinerja pemerintah dan birokrasi yang seolah kehilangan arah.
Realitas sosial menunjukkan bahwa tantangan besar seperti maraknya peredaran narkoba, degradasi moral generasi muda terus rusak, dan rendahnya minat pendidikan terus menghantui daerah ini. Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Dompu dan birokrasinya justru terjebak dalam labirin kepentingan politik yang sempit dan kubangan kekuasaan yang berwatak kapitalistik.
Birokrasi di Kabupaten Dompu telah kehilangan integritasnya. Hal itu tampak nyata dalam sikap dan kebijakan yang mereka praktekkan, lebih fokus pada mempertahankan kekuasaan dan meraup posisi, ketimbang menghadirkan solusi untuk setiap permasalahan yang nyata di lapangan.
Alih-alih melayani masyarakat dengan sepenuh hati, mereka sibuk bertarung dalam kekuasaan internal, memikirkan bagaimana cara agar jabatan mereka tidak tergeser atau malah naik ke posisi yang lebih tinggi.
Inilah kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh masyarakat, yang setiap hari berharap ada perubahan positif yang dirasakan. Namun malah disuguhi dengan permainan politik yang tak ada habisnya. Seolah-olah jabatan publik bukan lagi untuk mengabdi pada masyarakat, melainkan untuk memperkaya diri dan mempertahankan status quo.
Ketika birokrasi kehilangan esensi pelayanan
Para pejabat sibuk mengamankan posisi, sementara rakyat dibiarkan bergulat dengan permasalahan mendasar yang terus memburuk.
Salah satu persoalan akut adalah peredaran narkoba di kalangan remaja.
Berdasarkan data BNN NTB, sebanyak 157 kasus penyalahgunaan narkoba tercatat di Dompu pada tahun 2023. Pelakunya sebagian besar adalah remaja usia 15–24 tahun.
Angka ini menggambarkan kegagalan pemerintah daerah dalam menangani ancaman serius terhadap masa depan generasi muda. Sayangnya, tidak ada kebijakan tegas atau program rehabilitasi yang signifikan untuk menekan angka ini.
Selain itu, degradasi moral generasi muda semakin terlihat dari meningkatnya kasus kenakalan remaja seperti balap liar, tawuran, dan perilaku destruktif lainnya.
Fenomena ini diperparah oleh minimnya pendidikan karakter dan kurangnya fasilitas pembinaan. Rendahnya minat pendidikan juga menjadi cerminan dari lemahnya perhatian pemerintah.
Banyak anak-anak Dompu yang tidak melanjutkan sekolah karena faktor ekonomi, terbatasnya akses pendidikan, dan kurangnya dukungan pemerintah untuk mengatasi hambatan ini.
Politik kekuasaan yang menggerus harapan rakyat
Di tengah kompleksitas masalah tersebut, pemerintah daerah lebih sering sibuk dengan politik praktis dari pada mencari solusi nyata.
Intrik kekuasaan di internal birokrasi menciptakan situasi di mana kebijakan tidak lagi berorientasi pada kepentingan rakyat.
Alih-alih menjadi motor penggerak pembangunan, birokrasi terjebak dalam dinamika perebutan kekuasaan. Sikap ini sangat ironis, mengingat Dompu membutuhkan pemimpin yang berani dan visioner.
Namun, yang terlihat justru pemerintah yang takut kehilangan jabatan, sehingga segala keputusan didasarkan pada kalkulasi politik, bukan kebutuhan masyarakat. Padahal, rakyat membutuhkan tindakan nyata, bukan janji-janji kosong atau pencitraan yang tidak berdampak.
Saatnya berbenah, bangkit untuk Dompu yang lebih baik
Birokrasi Dompu harus segera melakukan introspeksi mendalam. Reformasi birokrasi yang berfokus pada transparansi, akuntabilitas, dan integritas adalah kebutuhan mendesak. Jabatan publik harus kembali dipandang sebagai amanah untuk melayani, bukan sekadar alat untuk mengumpulkan kekayaan pribadi.
Selain itu, pemerintah kemudian harus serius menangani peredaran narkoba dan kenakalan remaja. Kolaborasi dengan berbagai pihak, lembaga pendidikan dan tokoh masyarakat. Hal ini diperlukan untuk menciptakan program pencegahan yang efektif, tepat dan soluktif.
Tidak kalah penting juga adalah peningkatan akses pendidikan bagi seluruh masyarakat Dompu, terutama mereka yang berada di wilayah pedesaan yang selama ini terpinggirkan.
Berikutnya, kepemimpinan yang berani mengambil keputusan sulit, meski tidak populer, adalah harapan besar bagi masyarakat Dompu. Pemimpin sejati adalah mereka yang mampu mengutamakan kepentingan rakyat di atas segala kepentingan pribadi dan kelompok.
Penutup, jangan biarkan sejarah menjadi penghakim
Jika birokrasi Dompu terus dibiarkan tersandera oleh kepentingan politik, maka kemajuan daerah ini hanya akan menjadi angan-angan.
Rakyat membutuhkan pemimpin yang hadir di tengah mereka, yang mendengar dan memahami kebutuhan mereka, bukan pemimpin yang hanya muncul untuk kepentingan pencitraan.
Sejarah akan mencatat, apakah birokrasi Dompu menjadi bagian dari solusi atau justru menjadi bagian dari masalah. Saatnya berubah, saatnya bangkit, karena masa depan Bumi Nggahi Rawi Pahu ada di tangan kita semua, dan kita tidak boleh gagal menjaganya.
*) Penulis adalah Sekretaris Umum PC Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Dompu