Jakarta (ANTARA) - Presiden Prabowo Subianto memastikan bahwa Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai swasta akan segera dicairkan. Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (17/2).

Keputusan ini diambil untuk membantu karyawan dalam memenuhi kebutuhan tambahan selama momen perayaan.

Pemberian THR telah diatur dalam regulasi pemerintah, yang mewajibkan perusahaan maupun instansi untuk menyalurkannya sesuai ketentuan yang berlaku.

Bagi ASN, THR biasanya diberikan oleh pemerintah pusat atau daerah, sementara pegawai swasta mendapatkannya dari perusahaan masing-masing. Kepatuhan terhadap regulasi ini diawasi secara ketat agar hak pekerja tetap terlindungi.

Lantas, kapan THR untuk ASN dan pegawai swasta akan cair tahun ini? Berikut informasi lengkap mengenai waktu pencairan, mekanisme siapa saja yang berhak mendapatkan pembayaran THR, dan saksi bagi perusahaan yang terlambat atau tidak membayarkan THR sama sekali.

Baca juga: Gaji ke-13 dan 14 ASN tetap cair, kata Menkeu

Kapan THR 2025 cair?

Presiden Prabowo Subianto, menegaskan bahwa pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai swasta akan dilakukan pada Maret 2025. Keputusan ini bertujuan untuk memastikan bahwa para pekerja dapat memenuhi kebutuhan mereka menjelang perayaan Idul Fitri.

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 1017 Tahun 2024, Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah diperkirakan jatuh pada 31 Maret hingga 1 April 2025. Dengan penetapan ini, pencairan THR diharapkan dapat dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku agar pekerja dapat mempersiapkan diri menyambut hari raya.

Khusus bagi pegawai swasta, pencairan THR diwajibkan paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Dengan demikian, pembayaran diharapkan sudah dilakukan sekitar 24 atau 25 Maret 2025. Pemerintah mengimbau perusahaan untuk mematuhi aturan ini guna menjamin kesejahteraan karyawan dan kelancaran perayaan Idul Fitri.

Baca juga: THR dan Gaji ke-13 PNS 2025, berikut nominal dan jadwal pencairannya

Siapa yang berhak menerima THR?

Aturan mengenai THR di Indonesia tercantum dalam Pasal 6 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini mewajibkan pengusaha atau perusahaan untuk membayarkan THR kepada seluruh pekerjanya sebagai hak yang harus dipenuhi.

Perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Langkah ini bertujuan untuk memastikan kesejahteraan pekerja serta mendorong kepatuhan pengusaha terhadap aturan ketenagakerjaan. Adapun ketentuan terkait pihak yang berhak menerima THR adalah sebagai berikut:

1. Aparatur negara yang berhak menerima THR

Calon Pegawai Negeri Sipil (CASN), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), TNI, Polri, dan pejabat negara juga berhak menerima THR.

2. Pensiunan dan penerima tunjangan

Pensiunan, penerima pensiun, dan penerima tunjangan PNS juga mendapatkan THR sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. THR untuk karyawan swasta

Karyawan swasta yang bekerja minimal 1 bulan secara terus-menerus berhak menerima THR, baik yang memiliki Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), maupun pekerja harian lepas.

4. THR untuk karyawan dengan masa kerja 12 bulan atau lebih

Pekerja atau buruh swasta dengan masa kerja 12 bulan terus-menerus berhak menerima THR sebesar satu bulan upah.

5. THR untuk karyawan dengan masa kerja kurang dari 12 bulan

Pekerja dengan masa kerja kurang dari 12 bulan akan menerima THR secara proporsional berdasarkan masa kerja mereka, dengan rumus: masa kerja x 1 bulan upah : 12.

Sanksi bagi perusahaan yang terlambat atau tidak membayarkan THR

Bagi perusahaan yang terlambat membayar Tunjangan Hari Raya (THR) akan dikenakan denda sebesar 5 persen dari total THR yang harus dibayar, terhitung sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pembayaran, yaitu H-7 sebelum hari raya keagamaan.

Sementara itu, perusahaan yang sama sekali tidak membayar THR akan mendapatkan sanksi administratif. Hal ini diatur dalam Pasal 79 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

Sanksi administratif yang dapat dikenakan meliputi teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi, serta pembekuan kegiatan usaha.


Pewarta : M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025