Denpasar (ANTARA) - Gubernur Bali Wayan Koster menegaskan aturan penggunaan aksara Bali pada papan nama tempat milik pelaku usaha. Dalam penutupan Bulan Bahasa Bali 2025 ia mengatakan penggunaan aksara Bali ini agar memperkokoh budaya dan warisan.
“Itulah sebabnya saya membuat agar jalan, fasilitas umum, perkantoran, menggunakan aksara Bali tapi belum semua tertib, banyak yang belum menggunakan tapi di periode kedua ini saya akan tegas, di periode pertama masa COVID-19 tidak berani tegas karena hidup sudah susah,” kata dia di Denpasar, Minggu.
Gubernur Bali mencontohkan negara luar yang menjaga warisan aksaranya seperti China, Jepang, Korea, dan Thailand, dimana menurutnya Bali di Indonesia juga harus menjaga eksistensi aksara.
“Ini untuk memperkokoh budaya Bali dan seluruh tatanan kehidupan karena ini jadi identitas sekaligus melanjutkan eksistensi Bali, hanya Bali yang memiliki budaya unik dan unggul, dalam urusan budaya saya berani bilang tidak ada yang bisa mengalahkan,” ujarnya.
Oleh karena itu di periode keduanya memimpin Pemprov Bali, Koster mulai mendatangi satu per satu perhimpunan pelaku usaha untuk mendorong penggunaan aksara Bali dan lebih jauh menjaga budaya.
Dalam pidatonya ia bercerita belum lama menghadiri rapat kerja daerah dari perhimpunan pelaku usaha pariwisata Asita, di mana pelaku usaha di bidang perjalanan wisata itu diajak peduli terhadap kebudayaan yang menjadi akar dari pariwisata di Bali.
Baca juga: PANDI siap menghadirkan nama domain menggunakan aksara Bali
“Tanpa budaya pariwisata di Bali tidak ada, selama ini budaya yang membangun pariwisata tapi sebaliknya pariwisata kurang membangun budayanya,” kata dia.
“Jadi semua pihak di Bali saya ajak untuk menyatukan langkah bersama jaga budaya Bali, kita boleh mengikuti arus modernisasi tapi budaya harus tampil kuat sekuat-kuatnya,” sambung Wayan Koster.
Baca juga: Badung minta pemuda lestarikan bahasa, aksara, sastra Bali
Selain kepada pelaku usaha, upaya menjaga kebudayaan salah satunya aksara juga dilakukan dengan menggaet masyarakat dan desa adat sebagai lembaga paling kokoh dalam menjaga kebudayaan.
Menurut Koster ini terbukti dari keberadaan desa adat Bali yang tetap eksis di Indonesia, oleh karena itu sejumlah peraturan dibuat untuk menjaga desa adat dan mendorong peran-peran masyarakat lainnya dalam menjaga kebudayaan.