Jakarta (ANTARA) - Pakar pendidikan nasional Darmaningtyas mengemukakan peran guru saat ini tidak lagi sekadar mentransfer ilmu, melainkan menjadi aktor utama dalam pembentukan karakter siswa.

Hal tersebut karena banyak siswa yang mengalami kesulitan mengekspresikan emosi seiring tertutupnya ruang untuk menjadi sosok yang ekspresif.

"Di satu sisi, guru banyak di-drive oleh perkembangan teknologi kekinian. Di sisi lain, para guru dihadapkan dengan mental-mental siswa yang mungkin lemah," ucap Darmaningtyas dalam siaran pers resmi yang diterima di Jakarta, Selasa.

Menurut Darmaningtyas, permasalahan pembentukan karakter semakin dalam ketika menelisik karakteristik siswa zaman sekarang atau yang sering diasosiasikan dengan generasi digital.

Menurut dia, ada kesenjangan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial yang nyata. Semua itu karena pengaruh dunia digital yang membentuk perilaku siswa sehingga seringkali menciptakan generasi yang cerdas secara teknis, namun rapuh secara emosional.

Dia mengatakan kondisi ini diperparah oleh minimnya ruang ekspresi yang sehat, baik di rumah maupun di lingkungan sosial.

"Anak-anak kaum milenial itu juga punya persoalan, terutama dalam hal komunikasi maupun juga dalam interaksi dengan sesama. Termasuk juga memberikan ruang untuk penyaluran semacam kegelisahan, kekecewaan, dan sebagainya," jelas Darmaningtyas.

Baca juga: DPRD: Gaji guru di Jakarta masih perlu diperhatikan

Dia menekankan bahwa akibat dari tidak adanya ruang di lingkup keluarga, siswa akan muda berperilaku menyimpang, seperti bengal, apatis, dan asik dengan gadgetnya.

Bahkan tidak jarang siswa cenderung melakukan aksi perundungan terhadap siswa lain.

"Inti persoalannya kenapa perundungan di sekolah berkembang, meskipun sudah ada protap-protap tentang mengatasi kekerasan di sekolah karena lingkungan keluarga itu bermasalah," tambahnya.

Untuk menghadapi situasi ini, dia menekankan pendekatan dengan gaya otoriter yang dilakukan guru sudah tidak efektif lagi untuk dilakukan.

Guru dituntut menjadi fasilitator yang mendorong anak tumbuh dan berkembang tanpa menggunakan kekerasan verbal maupun fisik.

Baca juga: Wabup Dompu ajak masyarakat hargai jerih payah guru

Di sisi lain, untuk bisa menjadi pengayom bagi siswa dengan kondisi mental yang beragam, guru sendiri harus memiliki mental yang kuat dan wawasan kebangsaan yang luas.

Oleh karena itu, dia meminta para guru untuk menggali literasi sejarah agar pemahaman akan nilai-nilai luhur bangsa menguat. Dengan demikian, guru tidak akan terbawa arus, melainkan mampu menjadi jangkar bagi siswanya.

"Kuncinya, guru perlu membaca banyak hal, terutama biografi para pendiri bangsa sehingga bisa memahami jiwa kebangsaan, bagaimana negara ini dibentuk," ujarnya.


 


Pewarta : Walda Marison
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2025