Jakarta (ANTARA) - Indonesia berkomitmen mendorong kerja sama yang lebih konkret di dalam organisasi kerja sama ekonomi Developing Eight (D-8), salah satunya melalui optimalisasi Preferential Trade Agreement (PTA), demikian disampaikan Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri RI Tri Tharyat.
Dalam acara "Arah Kebijakan dan Prioritas Keketuaan Indonesia pada D-8" di Jakarta, Jumat, Tri mengatakan bahwa seluruh anggota D-8 telah memiliki PTA, meskipun hingga kini Mesir dan Azerbaijan belum meratifikasinya.
Meski demikian, Indonesia berencana mengusulkan peningkatan skema PTA, termasuk penurunan tarif perdagangan antaranggota D-8, agar manfaat perdagangan dapat dirasakan lebih luas oleh masyarakat di negara-negara anggota.
Selain sektor perdagangan, Indonesia sebagai Ketua D-8 periode 2026–2027 juga akan memprioritaskan pengembangan industri halal, penguatan kerja sama ekonomi biru, serta transisi menuju ekonomi hijau.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Sosial Budaya dan Kemitraan Strategis Kemlu RI Ary Aprianto menyampaikan bahwa Indonesia mulai menerapkan PTA D-8 pada 1 Juni 2024. Dalam kurun waktu sekitar 13 hingga 14 bulan, nilai ekspor Indonesia melalui skema tersebut hampir mencapai 28 juta dolar AS atau sekitar Rp468,7 miliar.
Karena itu, menurut Ary, pemerintah terus mendorong kementerian terkait, termasuk Kementerian Perdagangan, untuk memperluas cakupan PTA D-8 yang saat ini masih terbatas, dengan konsesi tarif yang baru mencakup sekitar 200 hingga 700 pos tarif.
Ary juga menyoroti kerja sama D-8 di bidang pendidikan, riset, dan inovasi melalui Network for Pioneer and Research and Innovation yang melibatkan universitas-universitas dari seluruh negara anggota.
“Jadi masing-masing negara anggota D-8 mengirimkan universitas-universitas terbaik mereka sebagai anggota. Dan sampai saat ini, Indonesia belum memiliki wakil di jaringan tersebut,” katanya, seraya berharap salah satu perguruan tinggi Indonesia dapat menjadi pelopor keanggotaan dalam jaringan tersebut.
Ia menambahkan bahwa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah terlibat dalam kerja sama D-8, meski partisipasinya masih terbuka untuk diperluas. Ke depan, Indonesia berencana memperkuat kolaborasi di bidang kepemudaan, sains, dan inovasi dalam kerangka kerja sama D-8.
Indonesia akan menjabat sebagai Ketua D-8 pada periode 2026–2027 dengan mengusung tema Navigating Global Shifts: Strengthening Equality, Solidarity and Cooperation for Shared Prosperity. Pemerintah juga berencana menggelar Konferensi Tingkat Tinggi D-8 pada 15 April 2026 di Jakarta.
KTT tersebut akan didahului oleh Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi pada 12–13 April, dilanjutkan Pertemuan Tingkat Menteri Luar Negeri pada 14 April. Pertemuan puncak itu diharapkan menghasilkan Jakarta Declaration.
Selain itu, rangkaian KTT D-8 juga akan diisi dengan Forum Bisnis dan Investasi pada 14 April serta D-8 Halal Expo pada 14–16 April. Seluruh kegiatan dijadwalkan berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC).
Developing Eight (D-8) merupakan organisasi kerja sama ekonomi yang didirikan pada 15 Juni 1997 dan beranggotakan delapan negara berkembang berpenduduk mayoritas Muslim, yaitu Indonesia, Bangladesh, Mesir, Iran, Malaysia, Nigeria, Pakistan, dan Turki. Azerbaijan resmi bergabung anggota penuh D-8 pada Maret 2025.
Baca juga: Kemenlu buka peluang kerja sama dagang daging halal
Baca juga: Kemenlu terkena efisiensi anggaran Rp2,03 triliun
Indonesia mendorong D-8 hasilkan kerja sama ekonomi konkret
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Tri Tharyat dalam acara “Arah Kebijakan dan Prioritas Keketuaan Indonesia pada D-8” di Jakarta, Jumat (19/12/2025). /ANTARA/Cindy Frishanti.
Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Tri Tharyat dalam acara “Arah Kebijakan dan Prioritas Keketuaan Indonesia pada D-8” di Jakarta, Jumat (19/12/2025). /ANTARA/Cindy Frishanti.