Mataram (ANTARA) - Jumlah petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) Pemilu 2019 atau para pejuang demokrasi yang meninggal dunia di Nusa Tenggara Barat (NTB) kini bertambah menjadi enam orang.
Sekretaris KPU NTB Mars Ansori Wijaya saat dihubungi di Mataram, Kamis, mengungkapkan para petugas yang meninggal tersebut karena sakit akibat diduga kelelahan selama proses pemilu berlangsung.
"Ya di NTB ada enam orang yang meninggal dunia," ujarnya.
Ansori menyebutkan, para petugas KPPS yang meninggal itu, di antaranya Sanapiah Amin berusia 50 tahun yang menjabat Ketua KPPS 6 Jotang Beru Empang, Sumbawa. Sanapiah tercatat meninggal pada tanggal 22 April 2019.
Selanjutnya, Suriansyah anggota KPPS Desa Hu'u, Kecamatan Hu,'u Kabupaten Dompu, meninggal 24 April pukul 13.00 WITA di rumah, akibat kelelahan menjalankan tugas. Jupri anggota KPPS, Desa Malaka Kecamatan Pemenang, meninggal 23 April pukul 13.30 WITA di Puskesmas Pemenang, akibat sakit karena kelelahan setelah pencoblosan sampai proses penghitungan suara.
Kemudian, Syamsuddin anggota KPPS Desa Langan Kecamatan Lopok Kabupaten Sumbawa, meninggal akibat kelelahan setelah mengikuti rapat pemungutan dan penghitungan suara pada tanggal 18 April 2019.
"Di bawa ke Puskesmas Kecamatan Lopok, setelah itu di rujuk ke RSUP di Mataram, meninggal di Mataram 28 April pukul 09.00 WITA," ungkapnya.
Selanjutnya, Yogi Andriawan Ketua KPPS, TPS 9 Dusun Baru Kecamatan Alas dan Miskaryadi anggota TPS, Desa Batukute Kecamatan Narmada, Lombok Barat, meninggal 29 Maret 2019 pukul 06.00 WITA di rumah sakit, diduga kelelahan saat menjalankan tugas.
"Selain meninggal terdapat 237 petugas KPPS yang jatuh sakit," terangnya.
Menurut Ansori, KPU RI sedang melakukan proses administrasi keuangan di pusat agar keluarga petugas KPPS yang ditinggalkan bisa mendapatkan dana santunan dari pemerintah.
Namun, dana santunan tersebut akan diberikan melalui anggaran KPU karena Menteri Keuangan hanya menerbitkan batasan maksimal jumlah santunan, tanpa mengalokasikan tambahan anggaran kepada KPU.
"KPU sedang menyisir anggaran untuk mengalokasikannya kepada para penyelenggara yang mendapat musibah. Namun, kita sama-sama berharap, semoga KPU RI bisa menyelesaikan ini sesegera mungkin. Kepada keluarga ahli waris, kami berharap bisa bersabar menunggu kebijakan dan turunnya dana dari pusat," katanya.
Sekretaris KPU NTB Mars Ansori Wijaya saat dihubungi di Mataram, Kamis, mengungkapkan para petugas yang meninggal tersebut karena sakit akibat diduga kelelahan selama proses pemilu berlangsung.
"Ya di NTB ada enam orang yang meninggal dunia," ujarnya.
Ansori menyebutkan, para petugas KPPS yang meninggal itu, di antaranya Sanapiah Amin berusia 50 tahun yang menjabat Ketua KPPS 6 Jotang Beru Empang, Sumbawa. Sanapiah tercatat meninggal pada tanggal 22 April 2019.
Selanjutnya, Suriansyah anggota KPPS Desa Hu'u, Kecamatan Hu,'u Kabupaten Dompu, meninggal 24 April pukul 13.00 WITA di rumah, akibat kelelahan menjalankan tugas. Jupri anggota KPPS, Desa Malaka Kecamatan Pemenang, meninggal 23 April pukul 13.30 WITA di Puskesmas Pemenang, akibat sakit karena kelelahan setelah pencoblosan sampai proses penghitungan suara.
Kemudian, Syamsuddin anggota KPPS Desa Langan Kecamatan Lopok Kabupaten Sumbawa, meninggal akibat kelelahan setelah mengikuti rapat pemungutan dan penghitungan suara pada tanggal 18 April 2019.
"Di bawa ke Puskesmas Kecamatan Lopok, setelah itu di rujuk ke RSUP di Mataram, meninggal di Mataram 28 April pukul 09.00 WITA," ungkapnya.
Selanjutnya, Yogi Andriawan Ketua KPPS, TPS 9 Dusun Baru Kecamatan Alas dan Miskaryadi anggota TPS, Desa Batukute Kecamatan Narmada, Lombok Barat, meninggal 29 Maret 2019 pukul 06.00 WITA di rumah sakit, diduga kelelahan saat menjalankan tugas.
"Selain meninggal terdapat 237 petugas KPPS yang jatuh sakit," terangnya.
Menurut Ansori, KPU RI sedang melakukan proses administrasi keuangan di pusat agar keluarga petugas KPPS yang ditinggalkan bisa mendapatkan dana santunan dari pemerintah.
Namun, dana santunan tersebut akan diberikan melalui anggaran KPU karena Menteri Keuangan hanya menerbitkan batasan maksimal jumlah santunan, tanpa mengalokasikan tambahan anggaran kepada KPU.
"KPU sedang menyisir anggaran untuk mengalokasikannya kepada para penyelenggara yang mendapat musibah. Namun, kita sama-sama berharap, semoga KPU RI bisa menyelesaikan ini sesegera mungkin. Kepada keluarga ahli waris, kami berharap bisa bersabar menunggu kebijakan dan turunnya dana dari pusat," katanya.