Mataram (ANTARA) - Penyidik Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, mengagendakan pemanggilan tersangka kasus dugaan korupsi proyek jambanisasi di Desa Bayan, Kabupaten Lombok Utara, yang diduga bermasalah dalam konstruksi pekerjaannya.
Kepala Kejari Mataram I Ketut Sumadana di Mataram, Senin, menjelaskan agenda pemanggilan tersangka ini sebagai syarat akhir sebelum berkas perkaranya dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke pengadilan.
"Jadi, saya mintanya harus ada surat dakwaan dulu, biar nanti pas tahap duanya (pelimpahan tersangka dan barang bukti) bisa langsung dilimpahkan ke pengadilan," kata Sumadana yang ditemui di ruang kerjanya di Kantor Kejari Mataram.
Karena itu, dia menegaskan kembali bahwa pemberkasan kasusnya akan dinyatakan lengkap atau dalam istilah hukumnya P-21, apabila surat dakwaannya telah rampung.
"Kalau sudah lengkap semua, baru kita rampung. Sesuai target kemarin, awal Mei ini akan kita limpahkan ke pengadilan," ucapnya.
Proyek jambanisasi ini masuk dalam program perbaikan sanitasi desa. Untuk Desa Bayan, program perbaikan sanitasi desa telah terdaftar dalam APBDes Tahun 2016.
Untuk pekerjaannya, Pemerintah Desa Bayan menarik anggaran Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (DD/ADD) Tahun 2016 senilai Rp855 juta.
Dengan nominal tersebut, Pemdes Bayan memprogramkan proyek pembuatan jamban umum dan pribadi untuk warga.
Menurut hasil pemeriksaan jaksa, ada 545 orang dari 13 dusun di Desa Bayan masuk dalam daftar penerima bantuan.
Bahkan dua pertiga dari jumlah warga yang menerima bantuan telah diperiksa oleh jaksa. Jumlah yang diperiksa, diperkirakan mencapai 300 orang.
Tidak hanya pemeriksaan warga penerima bantuan, aparat desa dan tim pelaksana kegiatan (TPK), juga masuk dalam rangkaian pemeriksaannya.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan dugaan perbedaan volume pengerjaan dengan anggaran perencanaannya yang tidak sesuai spesifikasi pengadaan.
Tindak lanjut dari temuan tersebut, pihak kejaksaan melakukan perhitungan mandiri dan menemukan indikasi kerugian negara yang nilainya mencapai Rp600 juta.
Sebagai komparasi hasil perhitungannya, pihak kejaksaan melakukan koordinasi dengan Inspektorat Lombok Utara. Untuk hasilnya, Kejari Mataram telah menerima dari inspektorat.
Lebih lanjut dalam proses pemberkasannya, kejaksaan telah menetapkan dua tersangka. Keduanya merupakan aparat Pemdes Bayan yang ikut bertanggung jawab dalam proyek pekerjaannya.
Dua tersangka adalah pejabat kaur keuangan yang berperan sebagai bendahara, berinisial RK, dan RW, ketua TPK.
Kepala Kejari Mataram I Ketut Sumadana di Mataram, Senin, menjelaskan agenda pemanggilan tersangka ini sebagai syarat akhir sebelum berkas perkaranya dinyatakan lengkap dan dilimpahkan ke pengadilan.
"Jadi, saya mintanya harus ada surat dakwaan dulu, biar nanti pas tahap duanya (pelimpahan tersangka dan barang bukti) bisa langsung dilimpahkan ke pengadilan," kata Sumadana yang ditemui di ruang kerjanya di Kantor Kejari Mataram.
Karena itu, dia menegaskan kembali bahwa pemberkasan kasusnya akan dinyatakan lengkap atau dalam istilah hukumnya P-21, apabila surat dakwaannya telah rampung.
"Kalau sudah lengkap semua, baru kita rampung. Sesuai target kemarin, awal Mei ini akan kita limpahkan ke pengadilan," ucapnya.
Proyek jambanisasi ini masuk dalam program perbaikan sanitasi desa. Untuk Desa Bayan, program perbaikan sanitasi desa telah terdaftar dalam APBDes Tahun 2016.
Untuk pekerjaannya, Pemerintah Desa Bayan menarik anggaran Dana Desa dan Alokasi Dana Desa (DD/ADD) Tahun 2016 senilai Rp855 juta.
Dengan nominal tersebut, Pemdes Bayan memprogramkan proyek pembuatan jamban umum dan pribadi untuk warga.
Menurut hasil pemeriksaan jaksa, ada 545 orang dari 13 dusun di Desa Bayan masuk dalam daftar penerima bantuan.
Bahkan dua pertiga dari jumlah warga yang menerima bantuan telah diperiksa oleh jaksa. Jumlah yang diperiksa, diperkirakan mencapai 300 orang.
Tidak hanya pemeriksaan warga penerima bantuan, aparat desa dan tim pelaksana kegiatan (TPK), juga masuk dalam rangkaian pemeriksaannya.
Dari hasil pemeriksaan, ditemukan dugaan perbedaan volume pengerjaan dengan anggaran perencanaannya yang tidak sesuai spesifikasi pengadaan.
Tindak lanjut dari temuan tersebut, pihak kejaksaan melakukan perhitungan mandiri dan menemukan indikasi kerugian negara yang nilainya mencapai Rp600 juta.
Sebagai komparasi hasil perhitungannya, pihak kejaksaan melakukan koordinasi dengan Inspektorat Lombok Utara. Untuk hasilnya, Kejari Mataram telah menerima dari inspektorat.
Lebih lanjut dalam proses pemberkasannya, kejaksaan telah menetapkan dua tersangka. Keduanya merupakan aparat Pemdes Bayan yang ikut bertanggung jawab dalam proyek pekerjaannya.
Dua tersangka adalah pejabat kaur keuangan yang berperan sebagai bendahara, berinisial RK, dan RW, ketua TPK.