Mataram (ANTARA) - CEO Gojek, Nadiem Makarim mengatakan media sosial atau medsos secara fundamental mengubah pola pikir manusia saat ini.
"Aplikasi mengubah struktur pada budaya kita sebenarnya bukan aplikasi beli barang tetapi media sosial yang secara fundamental mengubah pola pikir manusia," kata Nadiem saat berbicara di Seminar Nasional Kebangsaan "Kebudayaan Indonesia Dalam dimensi Kekinian dan Perpsektif Masa Depan di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan media sosial memang mempunyai sisi baik dan sisi buruk, namun hal itu bisa menjadi buruk kertika orang menggunakan media sosial cenderung untuk mencari dan memperkuat identitas politiknya, padahal medsos bisa menjadi jembatan informasi dirinya dengan dunia luar.
Baca juga: Pengguna medsos harus banyak tebarkan konten positif
Dengan sekali klik orang bisa menemukan kelompok-kelompok yang sesuai dengan kepercayaannya.
Misalnya seseorang percaya bahwa bumi itu datar, maka dengan media sosial dia bisa mencari ribuan grup yang menyebutkan bumi itu datar. Hal itu menyebabkan orang tersebut berada dalam ruang gema "echo chamber" dari informasi-infromasi yang hanya ingin dia ketahui.
"Hal itu juga dapat menciptakan identitas politik yang bahkan belum terlihat. Orang-orang akan terus mengelompok dan mempunyai kepercayaan yang mungkin tidak sesuai dengan BhinekaTunggal Ika," kata dia.
Baca juga: PWI: media arus utama tetap kuat meski ada medsos
Identitas suatu negara bisa menjadi pecah akibat kepercayaan-kepercayaan yang terkotak-kotak karena media sosal.
"Akhirnya media sosial malah mengecilkan kita bukan menyatukan kita," kata dia.
"Aplikasi mengubah struktur pada budaya kita sebenarnya bukan aplikasi beli barang tetapi media sosial yang secara fundamental mengubah pola pikir manusia," kata Nadiem saat berbicara di Seminar Nasional Kebangsaan "Kebudayaan Indonesia Dalam dimensi Kekinian dan Perpsektif Masa Depan di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan media sosial memang mempunyai sisi baik dan sisi buruk, namun hal itu bisa menjadi buruk kertika orang menggunakan media sosial cenderung untuk mencari dan memperkuat identitas politiknya, padahal medsos bisa menjadi jembatan informasi dirinya dengan dunia luar.
Baca juga: Pengguna medsos harus banyak tebarkan konten positif
Dengan sekali klik orang bisa menemukan kelompok-kelompok yang sesuai dengan kepercayaannya.
Misalnya seseorang percaya bahwa bumi itu datar, maka dengan media sosial dia bisa mencari ribuan grup yang menyebutkan bumi itu datar. Hal itu menyebabkan orang tersebut berada dalam ruang gema "echo chamber" dari informasi-infromasi yang hanya ingin dia ketahui.
"Hal itu juga dapat menciptakan identitas politik yang bahkan belum terlihat. Orang-orang akan terus mengelompok dan mempunyai kepercayaan yang mungkin tidak sesuai dengan BhinekaTunggal Ika," kata dia.
Baca juga: PWI: media arus utama tetap kuat meski ada medsos
Identitas suatu negara bisa menjadi pecah akibat kepercayaan-kepercayaan yang terkotak-kotak karena media sosal.
"Akhirnya media sosial malah mengecilkan kita bukan menyatukan kita," kata dia.