Mataram (ANTARA) - Satwa penyu yang dilindungi di Pantai Mapak dan Pantai Gading, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, rawan diperjualbelikan baik dalam bentuk telur maupun dagingnya.
Camat Sekarbele, Kota Mataram, Cahya Samudra, Selasa, mengatakan kesadaran masyarakat sangatlah minin dalam menjaga ekosistem pantai dengan banyaknya praktik perburuan terhadap satwa penyu.
“Selama ini perhatian kita masih sangat minim sekali dalam menjaga ekosistem penyu, banyaknya tumpukan sampah di pesisir pantai mengancam kepunahan terhadap satwa ini, selain itu juga maraknya praktik penjualan telur penyu dan penyunya, serta adanya info pembantaian penyu mengakibatkan upaya pengembangan Eduwisata terhalang,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan jika secara terus menerus penyu ini diburu secara ilegal dan diperjualbelikan maka akan memperhambat perkembangbiakan satwa ini.
“Satu penyu itu biasa bertelur minimal 100 butir per ekornya, jadi kalau penyu terus-terusan diburu secara ilegal, kemudian di perjualbelikan secara bebas di pasar yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat luas, maka itu akan menghilangkan kesempatan 100 butir yang menetas, jadi ekosistem di laut harus tetap seimbang untuk keberlangsungan perkembangbiakan penyu ini,” katanya.
Cahaya Samudra berharap masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam menjaga Ekosistem penyu. “Harapan kami kepada masyarakat dengan adanya pantai Eduwisata ini, masyarakat semakin paham dan menjaga ekosistem penyu itu” Katanya.
Sementara itu, Awan, Ketua KP2M (Komunitas Pecinta Penyu Mapak) mengatakan sebelum dibentuknya komunitas ini, aksi pemburuan illegal dan perjualbelian telur maupun penyunya marak dilakukan di Kota Mataram, dan sekarang sudah mulai terminimalisir.
“Dahulu sebelum terbentuknya kelompok ini, telur penyu rawan diperjualbelikan oleh masyarakat sekitar tanpa memperhatikan satwa penyu yang hampir punah, dan juga masyarakat tidak tahu peraturan dalam UU No 5 tahun 1990 tentang larangan memperjualbelikan dan mengekploitasi penyu di pesisir pantai Kota Mataram,” katanya.*
Camat Sekarbele, Kota Mataram, Cahya Samudra, Selasa, mengatakan kesadaran masyarakat sangatlah minin dalam menjaga ekosistem pantai dengan banyaknya praktik perburuan terhadap satwa penyu.
“Selama ini perhatian kita masih sangat minim sekali dalam menjaga ekosistem penyu, banyaknya tumpukan sampah di pesisir pantai mengancam kepunahan terhadap satwa ini, selain itu juga maraknya praktik penjualan telur penyu dan penyunya, serta adanya info pembantaian penyu mengakibatkan upaya pengembangan Eduwisata terhalang,” katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan jika secara terus menerus penyu ini diburu secara ilegal dan diperjualbelikan maka akan memperhambat perkembangbiakan satwa ini.
“Satu penyu itu biasa bertelur minimal 100 butir per ekornya, jadi kalau penyu terus-terusan diburu secara ilegal, kemudian di perjualbelikan secara bebas di pasar yang kemudian dikonsumsi oleh masyarakat luas, maka itu akan menghilangkan kesempatan 100 butir yang menetas, jadi ekosistem di laut harus tetap seimbang untuk keberlangsungan perkembangbiakan penyu ini,” katanya.
Cahaya Samudra berharap masyarakat harus ikut berpartisipasi dalam menjaga Ekosistem penyu. “Harapan kami kepada masyarakat dengan adanya pantai Eduwisata ini, masyarakat semakin paham dan menjaga ekosistem penyu itu” Katanya.
Sementara itu, Awan, Ketua KP2M (Komunitas Pecinta Penyu Mapak) mengatakan sebelum dibentuknya komunitas ini, aksi pemburuan illegal dan perjualbelian telur maupun penyunya marak dilakukan di Kota Mataram, dan sekarang sudah mulai terminimalisir.
“Dahulu sebelum terbentuknya kelompok ini, telur penyu rawan diperjualbelikan oleh masyarakat sekitar tanpa memperhatikan satwa penyu yang hampir punah, dan juga masyarakat tidak tahu peraturan dalam UU No 5 tahun 1990 tentang larangan memperjualbelikan dan mengekploitasi penyu di pesisir pantai Kota Mataram,” katanya.*