Palembang (ANTARA) - Women's Crisis Center Palembang menyebut tuntutan penjara seumur hidup bagi terdakwa Prada Deri Permana yang berstatus anggota TNI tersebut sudah maksimal karena terbukti membunuh serta memutilasi pacarnya sendiri.
"Terus terang kami tidak setuju dengan hukuman mati karena itu melanggar hak asasi untuk hidup, hukuman seumur hidup itu sebenarnya sudah sangat berat bagi terdakwa (Prada DP)," kata Direktur Eksekutif Women`s Crisis Centre (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi kepada ANTARA, di Palembang Sabtu.
Sebelumnya, Kamis (22/8), Pengadilan Militer I-04 Palembang menuntut terdakwa Prada DP dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, ia dituntut hukuman pokok berupa penjara seumur hidup dan dipecat dari TNI AD karena terbukti membunuh serta memutilasi Fera Oktaria yang tidak lain adalah pacarnya sendiri.
Menurutnya aparat penegak hukum pasti sudah mempertimbangkan berbagai aspek dalam menuntut dengan melihat bukti-bukti dengan apa yang sudah dilakukan terdakwa, pihaknya sendiri berharap terdakwa dihukum penjara seumur hidup.
Hukuman penjara seumur hidup, kata dia, akan membatasi aktivitas dan kebebasan terdakwa selama bertahun-tahun, sehingga timbul efek jera bagi terdakwa dan menjadi peringatan keras bagi masyarakat khususnya remaja agar tidak berbuat kekerasan terhadap wanita,
"Selama penegakan hukumnya sesuai aturan berlaku kami rasa pelaku yang lain akan berfikir dua kali ketika ingin melakukan kekerasan terhadap pacar, terutama dalam hal ini wanita," ujarnya.
WCC memandang kasus Prada DP masuk kategori Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) yang memang terpantau masih cukup tinggi laporannya di Sumsel khususnya Kota Palembang.
"Para pelaku kebanyakan laki-laki dengan latar belakang beragam dan tidak spesifik dengan suatu pekerjaan atau pendidikan, sehingga berkali-kali kami ingatkan kepada wanita agar gunakan insting saat berpacaran," tambah Yeni.
Insting wanita harus peka terhadap gelagat pacar, kata dia, jika perilaku pacar dirasa mengancam jiwa dan psikis, atau ada paksaan-paksaan tidak wajar dari pacar, maka lebih baik segera menjauh atau berpisah.
"Yang bisa menghentikan kekerasan dalam pacaran adalah wanita itu sendiri, siapa pun dia," jelas Yeni.
Pihaknya sendiri konsisten mendukung penuh setiap upaya hukum bagi pelaku-pelaku kekerasan terhadap wanita dan terus mendampingi para wanita korban kekerasan fisik maupun psikis yang melapor ke WCC.
"Terus terang kami tidak setuju dengan hukuman mati karena itu melanggar hak asasi untuk hidup, hukuman seumur hidup itu sebenarnya sudah sangat berat bagi terdakwa (Prada DP)," kata Direktur Eksekutif Women`s Crisis Centre (WCC) Palembang, Yeni Roslaini Izi kepada ANTARA, di Palembang Sabtu.
Sebelumnya, Kamis (22/8), Pengadilan Militer I-04 Palembang menuntut terdakwa Prada DP dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, ia dituntut hukuman pokok berupa penjara seumur hidup dan dipecat dari TNI AD karena terbukti membunuh serta memutilasi Fera Oktaria yang tidak lain adalah pacarnya sendiri.
Menurutnya aparat penegak hukum pasti sudah mempertimbangkan berbagai aspek dalam menuntut dengan melihat bukti-bukti dengan apa yang sudah dilakukan terdakwa, pihaknya sendiri berharap terdakwa dihukum penjara seumur hidup.
Hukuman penjara seumur hidup, kata dia, akan membatasi aktivitas dan kebebasan terdakwa selama bertahun-tahun, sehingga timbul efek jera bagi terdakwa dan menjadi peringatan keras bagi masyarakat khususnya remaja agar tidak berbuat kekerasan terhadap wanita,
"Selama penegakan hukumnya sesuai aturan berlaku kami rasa pelaku yang lain akan berfikir dua kali ketika ingin melakukan kekerasan terhadap pacar, terutama dalam hal ini wanita," ujarnya.
WCC memandang kasus Prada DP masuk kategori Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) yang memang terpantau masih cukup tinggi laporannya di Sumsel khususnya Kota Palembang.
"Para pelaku kebanyakan laki-laki dengan latar belakang beragam dan tidak spesifik dengan suatu pekerjaan atau pendidikan, sehingga berkali-kali kami ingatkan kepada wanita agar gunakan insting saat berpacaran," tambah Yeni.
Insting wanita harus peka terhadap gelagat pacar, kata dia, jika perilaku pacar dirasa mengancam jiwa dan psikis, atau ada paksaan-paksaan tidak wajar dari pacar, maka lebih baik segera menjauh atau berpisah.
"Yang bisa menghentikan kekerasan dalam pacaran adalah wanita itu sendiri, siapa pun dia," jelas Yeni.
Pihaknya sendiri konsisten mendukung penuh setiap upaya hukum bagi pelaku-pelaku kekerasan terhadap wanita dan terus mendampingi para wanita korban kekerasan fisik maupun psikis yang melapor ke WCC.