Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB, menggelar perkara dugaan korupsi dalam pembangunan mal Lombok City Center (LCC) yang berdiri di atas lahan milik Pemerintah Kabupaten Lombok Barat.
"Kita sudah gelar bersama BPKP terkait item-item yang di audit," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Ery Ariansyah di Mataram, Jumat.
Karenanya, pihak kejaksaan dikatakan masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara (PKN) dari BPKP.
Penghitungan yang dilakukan pihak BPKP, jelasnya, berkaitan dengan persoalan ambil alih gedung milik Dinas Pertanian Lombok Barat yang saat itu berada di dalam kawasan LCC dan penyertaan modal PT Tripat senilai Rp1,7 miliar.
Untuk ambil alih lahan gedung pertanian tersebut, PT Bliss sebagai pihak ketiga yang mengelola LCC telah memberikan uang ganti rugi pembangunannya kepada PT Tripat.
Dari uang ganti rugi yang nilainya mencapai Rp2,7 miliar tersebut digunakan untuk pembangunan kembali gedung pertanian di wilayah Labuapi, Kabupaten Lombok Barat.
Namun dari penelusuran jaksa, nilai pembangunan gedung baru milik Dinas Pertanian Lombok Barat tersebut tidak menggunakan seluruh uang ganti rugi yang diberikan PT Bliss kepada PT Tripat. Melainkan pembangunannya hanya menelan anggaran mencapai Rp2 miliar.
Karena itu, munculnya sisa anggaran yang hingga kini dikatakan pihak kejaksaan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan anggarannya dilaporkan tidak ada masuk ke kas Pemkab Lombok Barat.
"Jadi soal itu (dugaan adanya sisa anggaran ganti rugi gedung pertanian) masih dihitung juga," ucapnya.
Sementara untuk persoalan penyertaan modal senilai Rp1,7 miliar yang diberikan Pemkab Lombok Barat, PT Tripat diduga tidak menggunakannya.
Lebih lanjut, ditegaskan bahwa penanganan kasus ini tinggal menunggu hasil PKN dari BPKP. Jika hasilnya telah dikeluarkan, maka pihak kejaksaan dipastikan akan langsung menetapkan tersangka.
"Jadi untuk tersangka sudah ada gambaran, tinggal tunggu hasil BPKP," katanya.
"Kita sudah gelar bersama BPKP terkait item-item yang di audit," kata Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati NTB Ery Ariansyah di Mataram, Jumat.
Karenanya, pihak kejaksaan dikatakan masih menunggu hasil perhitungan kerugian negara (PKN) dari BPKP.
Penghitungan yang dilakukan pihak BPKP, jelasnya, berkaitan dengan persoalan ambil alih gedung milik Dinas Pertanian Lombok Barat yang saat itu berada di dalam kawasan LCC dan penyertaan modal PT Tripat senilai Rp1,7 miliar.
Untuk ambil alih lahan gedung pertanian tersebut, PT Bliss sebagai pihak ketiga yang mengelola LCC telah memberikan uang ganti rugi pembangunannya kepada PT Tripat.
Dari uang ganti rugi yang nilainya mencapai Rp2,7 miliar tersebut digunakan untuk pembangunan kembali gedung pertanian di wilayah Labuapi, Kabupaten Lombok Barat.
Namun dari penelusuran jaksa, nilai pembangunan gedung baru milik Dinas Pertanian Lombok Barat tersebut tidak menggunakan seluruh uang ganti rugi yang diberikan PT Bliss kepada PT Tripat. Melainkan pembangunannya hanya menelan anggaran mencapai Rp2 miliar.
Karena itu, munculnya sisa anggaran yang hingga kini dikatakan pihak kejaksaan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bahkan anggarannya dilaporkan tidak ada masuk ke kas Pemkab Lombok Barat.
"Jadi soal itu (dugaan adanya sisa anggaran ganti rugi gedung pertanian) masih dihitung juga," ucapnya.
Sementara untuk persoalan penyertaan modal senilai Rp1,7 miliar yang diberikan Pemkab Lombok Barat, PT Tripat diduga tidak menggunakannya.
Lebih lanjut, ditegaskan bahwa penanganan kasus ini tinggal menunggu hasil PKN dari BPKP. Jika hasilnya telah dikeluarkan, maka pihak kejaksaan dipastikan akan langsung menetapkan tersangka.
"Jadi untuk tersangka sudah ada gambaran, tinggal tunggu hasil BPKP," katanya.