Mataram (ANTARA) - Tumpukan sampah yang berserakan di pinggir jalan agaknya masih menjadi pemandangan setiap hari di Kota Mataram, Ibu Kota Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Sampah yang tercecer di pinggir jalan itu tak jarang menimbulkan aroma tak sedap dan berpotensi menjadi sumber berbagai penyakit.

Tumpukan sampah yang kian menggunung makin tak terhindarkan tatkala kebakaran melanda Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kebon Kongok, di Kabupaten Lombok Barat.

TPA Regional yang berada di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gerung tersebut ditutup selama beberapa hari menyusul terjadinya kebakaran TPA tersebut.

Kondisi itu menyebabkan petugas kebersihan tak bisa mengangkut sampah yang dibuang warga di tempat pembuangan sementara (TPS) yang sebagian besar berada di pinggir jalan di Kota Mataram.

Tidak hanya di Ibu Kota Provinsi NTB. Tumpukan sampah juga menjadi persoalan serius di kawasan wisata, salah satunya di Taman Nasional Gunung Rinjani, Pulau Lombok.

Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), mencatat volume sampah yang dihasilkan dari aktivitas pendakian sepanjang 2016 mencapai 13.058,05 kilogram atau 13 ton lebih.

Sampah yang paling banyak mendominasi adalah jenis plastik air minum dalam kemasan, kemasan makanan dan kantong kresek sebesar 28,08 persen. Di susul bahan kaleng air minum kemasan, makanan kemasan dan gas "portable" sebesar 3,85 persen.

Sampah jenis lainnya berupa botol kaca air minum dalam kemasan sebesar 2,11 persen, baju, kaos kaki dan tisu sebesar 0,95 persen, sandal dan sepatu (karet) 1,05 persen, kardus 5,22 persen. Sementara sampah organik (bahan memasak) sebesar 47,40 persen dan sampah jenis lainnya 11,33 persen.

Sampah-sampah tersebut tersebar di sepanjang jalur pendakian, tempat peristirahatan, lokasi berkemah, sekitar puncak gunung dan sekitar taman wisata alam di jalur pendakian.

Selain daratan dan pegunungan, kawasan perairan laut pun menjadi "bak sampah" atau tempat pembuangan berbagai jenis sampah. Kondisi tersebut sudah menjadi ancaman serius bagi satwa yang hidup di perairan laut.

Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) NTB, tercatat volume sampah di 10 kabupaten/kota di NTB, mencapai 3.388 ton dan sampah yang dibuang per hari mencapai 76 ton.

Sedangkan, yang masuk ke TPA sebanyak 641,92 ton dan sudah didaur ulang hanya 51,21 ton perhari. Jadi, hanya 2.695 ton atau 83 persen dari total sampah di NTB, tidak terurus dengan baik.

Melihat fakta tersebut, Pemerintah Provinsi NTB tidak tinggal diam. Di bawah kepemimpinan Gubernur NTB Dr H Zulkieflimansyah, bersama Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah, melakukan berbagai terobosan bersama jajarannya.

Salah satu terobosan unik adalah menjadikan sampah sebagai biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Terobosan tersebut sebagai bagian dari implementasi program Zero waste.

Zero waste menjadi salah satu program prioritas Pemerintah Provinsi NTB dengan target 70 persen pengelolaan dan 30 persen pengurangan sampah pada 2023.


Ongkos haji

Informasi mengenai sampah bisa dijadikan ongkos haji atau Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tak masuk akal mengingat BPIH mencapai puluhan juta.

Namun itu fakta. Pemerintah Provinsi NTB menjadikan sampah sebagai ongkos naik haji. Ini dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTB bekerja sama dengan PT Pegadaian (Persero), salah satu BMUN, dan menggandeng Bank Sampah PT Bintang Sejahtera.

Program yang dinamakan The Gade Clean and Gold tersebut diresmikan oleh Wakil Gubernur NTB Sitti Rohmi Djalilah, bersama Kepala Wilayah VII PT Pegadaian Bali-Nusra, Nuril Islamiyah, di kompleks Bank Sampah Bintang Sejahtera, Jalan Lingkar Selatan, Kota Mataram, Rabu (30/10/2019).

Wakil gubernur yang akrab disapa Umi Rohmi itu berharap program "Memilah Sampah Menjadi Emas Menuju Baitullah" dapat segera berjalan di seluruh wilayah NTB, bukan hanya di Kota Mataram saja.

Program tersebut agaknya bisa menjadi penyemangat untuk mengelola sampah dengan baik, karena dengan tabungan sampah orang bisa menunaikan ibadah haji.

Dengan menabung 3,5 gram emas dari hasil sampah, sudah bisa membuka jalan untuk menunaikan ibadah haji. Dengan hal ini akan meningkatkan semangat untuk mengumpulkan sampah.

Kepala Wilayah VII PT Pegadaian Bali-Nusra, Nuril Islamiyah menjelaskan, program The Gade Clean and Gold merupakan wujud nyata kepedulian Pegadaian melalui program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) terhadap lingkungan.

Ini sebagai salah satu implementasi dari program BUMN Hadir Untuk Negeri. Sejatinya, Perum Pegadaian tidak semata untuk mencari uang, tapi juga nama baik. Pegadaian memberikan kemanfaatan di samping secara bisnis dan sosial kemasyarakatan.

Nuril mengatakan program ini merupakan komitmen bersama antara Pegadaian dan pemerintah dalam memberikan kemanfaatan seluas luasnya kepada masyarakat dengan mengajak masyarakat memilah sampah menabung emas menuju Baitullah.

Ia menambahkan program tersebut merupakan wujud nyata Pegadaian peduli lingkungan dengan lebih fokus masuk ke Bank Sampah dan membangun mitra. Ini Sebagai kontribusi memberikan kemanfaatan seluas-luasnya bagi suksesnya program pemerintah di NTB.

Perum Pegadaian mengajak warga untuk peduli kepada sampah. Hanya dengan membawa 5 kilogram sampah per hari, maka dalam waktu lima bulan atau 3,5 gram emas, bisa dijadikan jaminan berangkat ke Baitullah.

Selain di Kota Mataram, kata dia, Bank Sampah juga akan segera dibangun di Sumbawa Besar, ibu kota Kabupaten Sumbawa, dan Selong, ibu kota Kabupaten Lombok Timur.

Momentum sinergi Pemerintah Provinsi dan Kota Mataram dengan masyarakat ini diharapkan akan membuka wawasan dan mata semua pihak untuk lebih peduli terhadap lingkungan.

Selain memfasilitasi tabungan sampah sebagai ongkos naik haji, Pegadaian juga memberikan bantuan berupa mobil operasional Bank Sampah kepada PT Bintang Sejahtera, dana CSR Bank Sampah sebesar Rp250 juta.

Bantuan lainnya berupa CSR peduli sarana prasarana media pembelajaran untuk PAUD "Qanak Muchtar" sebesar Rp30 juta dan CSR sarana prasarana jalan dan gorong-gorong untuk Lingkungan Otak Desa Ampenan, Kota Mataram.

Persoalan penanganan sampah yang belum maksimal sejatinya menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dunia usaha dan dunia industri serta seluruh komponen masyarakat.

Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTB, Murdani, berbagai terobosan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi NTB dalam menangani persoalan sampah sudah cukup bagus, termasuk menjadikan sampah sebagai ongkos naik haji dalam rangka memotivasi masyarakat memilah sampah.

Namun, seberapa kuat Pemerintah Provinsi NTB mau mengambil peran pemerintah kabupaten/kota. Jangan sampai bunyi program zero waste hanya di pemerintah provinsi tapi tidak menggema hingga kabupaten/kota.

Yang lebih urgen, kata Murdani, adalah bagaimana mendorong upaya Pemerintah Provinsi NTB pemerintah kabupaten/kota untuk membuat "master plane" pengelolaan sampah dari hulu ke hilir sehingga gerakan zero waste tersebut lebih massif.

Pemerintah Provinsi NTB menerbitkan kebijakan, kemudian diikuti dengan peraturan bupati/wali kota, termasuk mendorong semua desa/kelurahan memasukkan nomenklatur anggaran pengelolaan sampah dalam APBDes.

Pemerintah daerah juga perlu mendorong seluruh dunia usaha dan dunia industri untuk terlibat aktif dalam pengelolaan sampah. Baik perhotelan, pasar modern, mall, dan lainnya.

Jika itu tidak dilakukan, maka akan sulit bagi Pemerintah Provinsi NTB bergerak sendiri hanya dengan mengandalkan anggaran sebesar Rp1,8 miliar untuk beberapa bank sampah.

Walhi NTB menyatakan semua program pengelolaan sampah yang digaungkan pemerintah daerah mendapat apresiasi bagus dan tidak berpikir negatif.

Hanya saja, kalau itu hanya menjadi gaung provinsi tanpa melibatkan kabupaten/kota maka akan sulit mencapai hasil maksimal, sebab yang punya wilayah dan yang punya warga adalah kabupaten/kota.

Keinginan Pemerintah Provinsi NTB dan kabupaten/kota untuk mewujudkan program zero waste agaknya tak sekedar khayalan. Ada upaya dan perjuangan yang dilakukan, setidaknya dengan janji sampah untuk biaya menunaikan ibadah haji.
 

Pewarta : Awaludin
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024