Singapura (ANTARA) - Vietnam berharap agar China dapat menahan diri di Laut China Selatan pada tahun 2020 mendatang, setelah sebuah kapal survei minyak China dan armada pengawalnya menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Vietnam.
Hal itu disebut Hanoi sebagai pelanggaran atas kedaulatan.
Vietnam, penantang paling kuat di kawasan atas klaim maritim luas China di jalur air yang sibuk itu, akan mengambil posisi kepemimpinan bergilir atas Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada tahun 2020.
"Saya berharap dalam masa kepemimpinan kita, China akan menunjukkan penahanan diri dari kegiatan-kegiatan ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri Vietnam, Nguyen Quoc Dung, dalam sebuah kuliah di Institut Kajian Asia Tenggara di Singapura.
"Apa yang dilakukan China sangat mengkhawatirkan dan agak mengancam, tidak hanya terhadap Vietnam, tetapi juga negara-negara lain yang melihat adanya potensi ancaman di masa depan," katanya.
Klaim China, dengan konsep sembilan garis putus atau Nine-Dash Line di Laut China Selatan menjadi sumber gesekan dengan negara-negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam. Amerika Serikat turut menjadi salah satu negara yang berselisih dengan China terkait konsep tersebut.
Meski demikian, mitra-mitra terdekat China di kawasan Asia Tenggara dikatakan secara historis menolak untuk mengambil tindakan tegas terhadap China, yang masih menegosiasikan kode etik dengan negara-negara di kawasan.
Wamenlu Vietnam pun mengatakan bukan berarti negara-negara ASEAN lainnya mendukung langkah yang diambil China, namun menurut dia, mereka tidak mengambil sikap protes yang sama.
Lebih dari 3 triliun dolar nilai perdagangan melewati jalur air tersebut, yang juga memiliki cadangan minyak dan dan gas, serta area penangkapan ikan bersejarah untuk negara-negara sekitar.
Kapal survei minyak China Haiyang Dizhi 8 meninggalkan perpanjangan zona ekonomi Vietnam pada akhir Oktober setelah lebih dari tiga bulan di sana. Beijing mengatakan kapal tersebut melakukan survei ilmiah di perairan yang dikuasai China.
Sumber: Reuters
Hal itu disebut Hanoi sebagai pelanggaran atas kedaulatan.
Vietnam, penantang paling kuat di kawasan atas klaim maritim luas China di jalur air yang sibuk itu, akan mengambil posisi kepemimpinan bergilir atas Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada tahun 2020.
"Saya berharap dalam masa kepemimpinan kita, China akan menunjukkan penahanan diri dari kegiatan-kegiatan ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri Vietnam, Nguyen Quoc Dung, dalam sebuah kuliah di Institut Kajian Asia Tenggara di Singapura.
"Apa yang dilakukan China sangat mengkhawatirkan dan agak mengancam, tidak hanya terhadap Vietnam, tetapi juga negara-negara lain yang melihat adanya potensi ancaman di masa depan," katanya.
Klaim China, dengan konsep sembilan garis putus atau Nine-Dash Line di Laut China Selatan menjadi sumber gesekan dengan negara-negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Filipina dan Brunei Darussalam. Amerika Serikat turut menjadi salah satu negara yang berselisih dengan China terkait konsep tersebut.
Meski demikian, mitra-mitra terdekat China di kawasan Asia Tenggara dikatakan secara historis menolak untuk mengambil tindakan tegas terhadap China, yang masih menegosiasikan kode etik dengan negara-negara di kawasan.
Wamenlu Vietnam pun mengatakan bukan berarti negara-negara ASEAN lainnya mendukung langkah yang diambil China, namun menurut dia, mereka tidak mengambil sikap protes yang sama.
Lebih dari 3 triliun dolar nilai perdagangan melewati jalur air tersebut, yang juga memiliki cadangan minyak dan dan gas, serta area penangkapan ikan bersejarah untuk negara-negara sekitar.
Kapal survei minyak China Haiyang Dizhi 8 meninggalkan perpanjangan zona ekonomi Vietnam pada akhir Oktober setelah lebih dari tiga bulan di sana. Beijing mengatakan kapal tersebut melakukan survei ilmiah di perairan yang dikuasai China.
Sumber: Reuters