Hong Kong (ANTARA) - Ventus Lau, seorang aktivis terkenal prodemokrasi dari Hong Kong, ditahan oleh polisi, menurut organisasinya pada Senin, setelah aksi protes yang ia organisasi di distrik keuangan sehari sebelumnya berubah menjadi aksi kekerasan di mana petugas kepolisian menembakkan gas air mata untuk mengurai kerumunan massa.
Ventus Lau ditahan pada Minggu (19/1) malam dengan tuduhan "menghalangi tugas kepolisian" dan melanggar ketentuan yang diatur dalam perizinan untuk melaksanakan aksi protes, menurut pernyataan dari Tim Dewan Sipil Hong Kong.
Penyelenggara aksi protes awalnya mengajukan surat permohonan izin - yang dikenal dengan surat tanpa keberatan - untuk melakukan demo bergerak, namun polisi hanya menyetujui demonstrasi statis yang dilakukan di satu taman di distrik pusat Hong Kong.
Akan tetapi, saat kerumunan demonstran membesar dan menyebar ke jalan-jalan sekitar, beberapa demonstran menutupi jalan-jalan dengan payung, kerucut pembatas lalu lintas dan marka-marka lainnya di jalan. Para demonstran juga menggali batu-batu bata dari trotoar.
Polisi lalu memerintahkan untuk memberhentikan aksi protes tersebut dan mulai membubarkan keramaian.
"Tindakan pelanggaran para perusuh lah yang menyebabkan penangguhan dari aksi demonstrasi," kata Inspektur Senior Ng Lok-chun kepada wartawan.
"Penyelenggara sudah melanggar perjanjian yang ada pada 'surat tanpa keberatan' (surat izin berdemo). Mereka gagal untuk membantu dalam menjaga ketertiban dalam acara aksi protes publik tersebut, itulah mengapa kami menahan bapak Lau," ujar Ng Lok-chun.
Polisi menyebutkan bahwa dua petugas pengawas masyarakat diserang dengan batang kayu hingga luka di kepala. Mereka juga mengatakan bahwa beberapa demonstran melemparkan botol air pada petugas yang sedang menjalankan pemeriksaan.
Dalam suatu pernyataan pada Minggu malam, pemerintah lokal Hong Kong "mengecam keras" aksi penyerangan terhadap para petugas kepolisian.
Demonstrasi "Pengepungan Universal Terhadap Komunisme" adalah aksi demo terbaru dalam serangkaian protes anti pemerintah yang terjadi sejak Juni tahun lalu, yakni saat masyarakat Hong Kong mengambil alih jalan-jalan di kota tersebut untuk menyuarakan kemarahan mereka terhadap RUU ekstradisi yang sekarang dicabut.
Pihak penyelenggara demonstrasi mengatakan sekitar 150.000 orang melakukan demonstrasi itu, sementara polisi memperkirakan paling banyak hanya 11.680 demonstran.
Ventus Lau ditahan pada Minggu (19/1) malam dengan tuduhan "menghalangi tugas kepolisian" dan melanggar ketentuan yang diatur dalam perizinan untuk melaksanakan aksi protes, menurut pernyataan dari Tim Dewan Sipil Hong Kong.
Penyelenggara aksi protes awalnya mengajukan surat permohonan izin - yang dikenal dengan surat tanpa keberatan - untuk melakukan demo bergerak, namun polisi hanya menyetujui demonstrasi statis yang dilakukan di satu taman di distrik pusat Hong Kong.
Akan tetapi, saat kerumunan demonstran membesar dan menyebar ke jalan-jalan sekitar, beberapa demonstran menutupi jalan-jalan dengan payung, kerucut pembatas lalu lintas dan marka-marka lainnya di jalan. Para demonstran juga menggali batu-batu bata dari trotoar.
Polisi lalu memerintahkan untuk memberhentikan aksi protes tersebut dan mulai membubarkan keramaian.
"Tindakan pelanggaran para perusuh lah yang menyebabkan penangguhan dari aksi demonstrasi," kata Inspektur Senior Ng Lok-chun kepada wartawan.
"Penyelenggara sudah melanggar perjanjian yang ada pada 'surat tanpa keberatan' (surat izin berdemo). Mereka gagal untuk membantu dalam menjaga ketertiban dalam acara aksi protes publik tersebut, itulah mengapa kami menahan bapak Lau," ujar Ng Lok-chun.
Polisi menyebutkan bahwa dua petugas pengawas masyarakat diserang dengan batang kayu hingga luka di kepala. Mereka juga mengatakan bahwa beberapa demonstran melemparkan botol air pada petugas yang sedang menjalankan pemeriksaan.
Dalam suatu pernyataan pada Minggu malam, pemerintah lokal Hong Kong "mengecam keras" aksi penyerangan terhadap para petugas kepolisian.
Demonstrasi "Pengepungan Universal Terhadap Komunisme" adalah aksi demo terbaru dalam serangkaian protes anti pemerintah yang terjadi sejak Juni tahun lalu, yakni saat masyarakat Hong Kong mengambil alih jalan-jalan di kota tersebut untuk menyuarakan kemarahan mereka terhadap RUU ekstradisi yang sekarang dicabut.
Pihak penyelenggara demonstrasi mengatakan sekitar 150.000 orang melakukan demonstrasi itu, sementara polisi memperkirakan paling banyak hanya 11.680 demonstran.