Mataram (ANTARA) - Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat H Suryadi Jaya Purnama mendorong dilakukan mediasi antara sejumlah pihak baik yang pro dan kontra terkait perubahan nama Bandara Internasional Lombok menjadi Bandara Internasional Zainudin Abdul Majid (Bizam).
"Saran saya pihak-pihak yang berhubungan langsung secara psikologis ini bertemu. Karena saya melihat ada hubungan psikologis secara historis dengan perubahan nama bandara dari dua pihak," ujar Suryadi, di Mataram, Senin.
Baca juga: DPRD NTB: Perubahan nama Bandara Internasional Lombok jadi Bizam sudah final
Menurut SJP, sapaan akrabnya, mediasi antara yang pro dan kontra ini penting untuk segera dilakukan, sehingga ditemukan jalan keluar. Tidak seperti yang terjadi sekarang tanpa ada berkesudahan karena masing-masing pihak mempertahankan argumentasinya.
SJP menilai perubahan nama bandara sudah biasa dilakukan di sejumlah daerah/provinsi. Penyematan nama pahlawan nasional pada nama bandara merupakan bentuk penghargaan yang sejatinya tidak untuk dibuat polemik.
Karena itu, kata Suryadi, jika perubahan nama bandara seharusnya sudah bisa dieksekusi oleh pihak PT Angkasa Pura, setelah Kementerian Perhubungan mengeluarkan surat keputusan (SK) langsung.
"Di setiap daerah provinsi lain, sudah lumrah bandara itu mengangkat nama pahlawan di daerahnya. Masalahnya bukan pada administrasi, tapi pada masalah psikologis yang secara historis tidak bisa dilepaskan," ujar politisi PKS tersebut.
Terkait banyak aksi massa terkait polemik bandara tersebut, SJP menyatakan sejumlah aksi masa yang akhirnya mencuat sebagai buntut dari perubahan nama bandara. Menurut SJP, pemda melalui Gubernur ataupun Wakil Gubernur NTB tak memiliki wewenang kuat terhadap perubahan nama bandara itu, namun rekomendasi dari DPRD NTB diperlukan sebagai syarat legitimasi persetujuan yang mewakili warga masyarakat NTB.
"Jadi dengan sudah dikeluarkannya SK oleh Kementerian Perhubungan bisa langsung dieksekusi oleh pihak Angkasa Pura. Pemda tidak ada kaitannya, tetapi rekomendasi dari DPRD NTB secara legitimasi mungkin dibutuhkan," katanya pula.
"Saran saya pihak-pihak yang berhubungan langsung secara psikologis ini bertemu. Karena saya melihat ada hubungan psikologis secara historis dengan perubahan nama bandara dari dua pihak," ujar Suryadi, di Mataram, Senin.
Baca juga: DPRD NTB: Perubahan nama Bandara Internasional Lombok jadi Bizam sudah final
Menurut SJP, sapaan akrabnya, mediasi antara yang pro dan kontra ini penting untuk segera dilakukan, sehingga ditemukan jalan keluar. Tidak seperti yang terjadi sekarang tanpa ada berkesudahan karena masing-masing pihak mempertahankan argumentasinya.
SJP menilai perubahan nama bandara sudah biasa dilakukan di sejumlah daerah/provinsi. Penyematan nama pahlawan nasional pada nama bandara merupakan bentuk penghargaan yang sejatinya tidak untuk dibuat polemik.
Karena itu, kata Suryadi, jika perubahan nama bandara seharusnya sudah bisa dieksekusi oleh pihak PT Angkasa Pura, setelah Kementerian Perhubungan mengeluarkan surat keputusan (SK) langsung.
"Di setiap daerah provinsi lain, sudah lumrah bandara itu mengangkat nama pahlawan di daerahnya. Masalahnya bukan pada administrasi, tapi pada masalah psikologis yang secara historis tidak bisa dilepaskan," ujar politisi PKS tersebut.
Terkait banyak aksi massa terkait polemik bandara tersebut, SJP menyatakan sejumlah aksi masa yang akhirnya mencuat sebagai buntut dari perubahan nama bandara. Menurut SJP, pemda melalui Gubernur ataupun Wakil Gubernur NTB tak memiliki wewenang kuat terhadap perubahan nama bandara itu, namun rekomendasi dari DPRD NTB diperlukan sebagai syarat legitimasi persetujuan yang mewakili warga masyarakat NTB.
"Jadi dengan sudah dikeluarkannya SK oleh Kementerian Perhubungan bisa langsung dieksekusi oleh pihak Angkasa Pura. Pemda tidak ada kaitannya, tetapi rekomendasi dari DPRD NTB secara legitimasi mungkin dibutuhkan," katanya pula.