Lombok Tengah, NTB (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyoroti banyaknya anak-anak di kawasan wisata Pantai Mandalika, Kuta, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat yang dieksploitasi menjadi pedagang asongan.
Berdasarkan hasil observasi Tim Kementerian PPPA saat berkunjung ke Mandalika, Lombok Tengah ditemukan fakta bahwa banyak pekerja anak yang menjadi pedagang asongan di sekitar Pantai Mandalika.
"Melihat data tersebut, Lombok Tengah menjadi salah satu daerah yang harus didorong dalam pencegahan pekerja anak. Ini merupakan kunjungan kedua kali saya di Lombok Tengah," kata Gusti Ayu Bintang Darmawati atau akrab disapa Bintang Puspayoga di Lombok Tengah, Jumat.
Ia merujuk data Survey Angkatan Kerja Nasional 2018 yang menyatakan Provinsi NTB menempati posisi ke-9 dari 34 provinsi dengan persentase pekerja anak terbanyak.
Sebelumnya Kementerian PPPA sudah mencanangkan desa wisata ramah anak bebas eksploitasi di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
"Namun dari hasil peninjauan pada kunjungan tersebut jauh dari harapan saya, masih banyak anak yang menjadi pedagang asongan di kawasan wisata tersebut," kata Menteri PPPA.
Desa Kuta yang berada tidak jauh dari Desa Rembitan di Kabupaten Lombok Tengah telah ditetapkan sebagai salah satu desa pengembangan wisata ekonomi khusus di Indonesia.
Dari sisi ekonomi, kata dia, hal ini tentu memberikan dampak positif bagi masyarakat. Namun di samping itu dampak negatif juga ikut ditimbulkan, antara lain anak yang berada di kawasan wisata rentan menjadi korban kekerasan dan eksploitasi.
Menurut Bintang, salah satu penyebab banyaknya pekerja anak di Mandalika karena masalah ekonomi. Untuk itu, kata dia, jika hulu permasalahan itu dapat diatasi seperti memberdayakan para ibu dari anak-anak pekerja tersebut, maka kondisi ekonomi keluarga dapat membaik.
"Hal ini tentu berpengaruh pada naiknya tingkat pendidikan dan kesehatan anak yang dapat meningkatkan kualitas anak sebagai sumber daya manusia unggul untuk memajukan Lombok Tengah," katanya.
Untuk itu, pada kesempatan tersebut Menteri PPPA mengukuhan sejumlah 22 orang aktivis/kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di Desa Rembitan, Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
Aktivis/Kader ini terdiri dari anggota PKK, Kader Posyandu, Penyuluh KB, Forum Anak, Babinsa, Babinkamtibmas, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama Desa Rembitan, Lombok Tengah.
"Saya harapkan pengukuhan ini tidak hanya sekedar seremonial semata, tapi juga harus ditindaklanjuti dengan implementasi nyata untuk memperkuat komitmen para pimpinan daerah dan unsur masyarakat lainnya dalam mendorong hadirnya desa-desa layak anak di Lombok Tengah," katanya menegaskan.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB melaporkan bahwa telah terbentuk 21 Desa Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang tersebar di 9 dari 10 kabupaten/kota di NTB.
Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian PPPA bersinergi dengan IWAPI melaksanakan pelatihan kuliner makanan lokal bagi 45 perempuan di Desa Rembitan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar desa. Kuliner yang diolah yaitu lontong sabur dan puding dari labu kuning.
"Kami juga melaksanakan penandatanganan Deklarasi Desa/Kelurahan Layak Anak (DEKELA) dan Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak di Lombok Tengah yang dilakukan kurang lebih 151 kepala desa dan lurah. Sekitar 100 kepala sekolah dan 100 pengurus masjid juga telah menandatangani Deklarasi Sekolah Ramah Anak (SRA) dan Masjid Ramah Anak (MRA)," katanya.
Menteri Bintang berharap melalui penandatanganan Deklarasi DEKELA, SRA dan MRA, serta Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak, dapat menjadi titik awal perjuangan untuk terus memberikan hak-hak terbaik anak.
"Mari bergandengan tangan untuk mewujudkan desa wisata di Lombok Tengah yang tidak hanya ramah anak tapi juga ramah perempuan," katanya.
Menutup rangkaian kegiatan, Menteri PPPA meluncurkan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Mandalika di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Lombok Tengah. Sebelumnya, sudah ada satu Puspaga yang telah dibentuk di Provinsi NTB yaitu di Kabupaten Dompu.
"Saya berharap dengan diluncurkannya Puspaga di Lombok Tengah hari ini dapat mendorong kabupaten/kota lainnya untuk menyediakan Puspaga sebagai sarana pembelajaran keluarga di Lombok Tengah demi melindungi dan memenuhi hak-hak anak, sehingga tercipta anak-anak Indonesia yang berkualitas, menuju Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 dan Generasi Emas Indonesia 2045," katanya.
Bupati Lombok Tengah, H Suhaili FT meminta kepada seluruh kepala desa dan masyarakat, khususnya Camat Pujut sebagai wilayah destinasi utama di Lombok Tengah agar setelah deklarasi tersebut tidak ada lagi anak-anak yang menjadi pedagang asongan.
Karena itu, kata dia, ke depan akan dibuat langkah strategis untuk menjawab permasalahan eksploitasi anak.
"Kami juga meminta kepada seluruh kepala sekolah untuk lebih peduli dan proaktif dalam mencegah anak-anak agar tidak berhenti sekolah baik karena bekerja atau menikah," demikian Suhaili.
Berdasarkan hasil observasi Tim Kementerian PPPA saat berkunjung ke Mandalika, Lombok Tengah ditemukan fakta bahwa banyak pekerja anak yang menjadi pedagang asongan di sekitar Pantai Mandalika.
"Melihat data tersebut, Lombok Tengah menjadi salah satu daerah yang harus didorong dalam pencegahan pekerja anak. Ini merupakan kunjungan kedua kali saya di Lombok Tengah," kata Gusti Ayu Bintang Darmawati atau akrab disapa Bintang Puspayoga di Lombok Tengah, Jumat.
Ia merujuk data Survey Angkatan Kerja Nasional 2018 yang menyatakan Provinsi NTB menempati posisi ke-9 dari 34 provinsi dengan persentase pekerja anak terbanyak.
Sebelumnya Kementerian PPPA sudah mencanangkan desa wisata ramah anak bebas eksploitasi di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah.
"Namun dari hasil peninjauan pada kunjungan tersebut jauh dari harapan saya, masih banyak anak yang menjadi pedagang asongan di kawasan wisata tersebut," kata Menteri PPPA.
Desa Kuta yang berada tidak jauh dari Desa Rembitan di Kabupaten Lombok Tengah telah ditetapkan sebagai salah satu desa pengembangan wisata ekonomi khusus di Indonesia.
Dari sisi ekonomi, kata dia, hal ini tentu memberikan dampak positif bagi masyarakat. Namun di samping itu dampak negatif juga ikut ditimbulkan, antara lain anak yang berada di kawasan wisata rentan menjadi korban kekerasan dan eksploitasi.
Menurut Bintang, salah satu penyebab banyaknya pekerja anak di Mandalika karena masalah ekonomi. Untuk itu, kata dia, jika hulu permasalahan itu dapat diatasi seperti memberdayakan para ibu dari anak-anak pekerja tersebut, maka kondisi ekonomi keluarga dapat membaik.
"Hal ini tentu berpengaruh pada naiknya tingkat pendidikan dan kesehatan anak yang dapat meningkatkan kualitas anak sebagai sumber daya manusia unggul untuk memajukan Lombok Tengah," katanya.
Untuk itu, pada kesempatan tersebut Menteri PPPA mengukuhan sejumlah 22 orang aktivis/kader Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di Desa Rembitan, Kabupaten Lombok Tengah, NTB.
Aktivis/Kader ini terdiri dari anggota PKK, Kader Posyandu, Penyuluh KB, Forum Anak, Babinsa, Babinkamtibmas, Tokoh Masyarakat, dan Tokoh Agama Desa Rembitan, Lombok Tengah.
"Saya harapkan pengukuhan ini tidak hanya sekedar seremonial semata, tapi juga harus ditindaklanjuti dengan implementasi nyata untuk memperkuat komitmen para pimpinan daerah dan unsur masyarakat lainnya dalam mendorong hadirnya desa-desa layak anak di Lombok Tengah," katanya menegaskan.
Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB melaporkan bahwa telah terbentuk 21 Desa Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) yang tersebar di 9 dari 10 kabupaten/kota di NTB.
Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian PPPA bersinergi dengan IWAPI melaksanakan pelatihan kuliner makanan lokal bagi 45 perempuan di Desa Rembitan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar desa. Kuliner yang diolah yaitu lontong sabur dan puding dari labu kuning.
"Kami juga melaksanakan penandatanganan Deklarasi Desa/Kelurahan Layak Anak (DEKELA) dan Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak di Lombok Tengah yang dilakukan kurang lebih 151 kepala desa dan lurah. Sekitar 100 kepala sekolah dan 100 pengurus masjid juga telah menandatangani Deklarasi Sekolah Ramah Anak (SRA) dan Masjid Ramah Anak (MRA)," katanya.
Menteri Bintang berharap melalui penandatanganan Deklarasi DEKELA, SRA dan MRA, serta Pakta Integritas Pencegahan Perkawinan Anak, dapat menjadi titik awal perjuangan untuk terus memberikan hak-hak terbaik anak.
"Mari bergandengan tangan untuk mewujudkan desa wisata di Lombok Tengah yang tidak hanya ramah anak tapi juga ramah perempuan," katanya.
Menutup rangkaian kegiatan, Menteri PPPA meluncurkan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Mandalika di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Lombok Tengah. Sebelumnya, sudah ada satu Puspaga yang telah dibentuk di Provinsi NTB yaitu di Kabupaten Dompu.
"Saya berharap dengan diluncurkannya Puspaga di Lombok Tengah hari ini dapat mendorong kabupaten/kota lainnya untuk menyediakan Puspaga sebagai sarana pembelajaran keluarga di Lombok Tengah demi melindungi dan memenuhi hak-hak anak, sehingga tercipta anak-anak Indonesia yang berkualitas, menuju Indonesia Layak Anak (IDOLA) 2030 dan Generasi Emas Indonesia 2045," katanya.
Bupati Lombok Tengah, H Suhaili FT meminta kepada seluruh kepala desa dan masyarakat, khususnya Camat Pujut sebagai wilayah destinasi utama di Lombok Tengah agar setelah deklarasi tersebut tidak ada lagi anak-anak yang menjadi pedagang asongan.
Karena itu, kata dia, ke depan akan dibuat langkah strategis untuk menjawab permasalahan eksploitasi anak.
"Kami juga meminta kepada seluruh kepala sekolah untuk lebih peduli dan proaktif dalam mencegah anak-anak agar tidak berhenti sekolah baik karena bekerja atau menikah," demikian Suhaili.