Jakarta (ANTARA) - Ketidaksetaraan ekonomi menjadi hal yang digarisbawahi Direktur Eksekutif UN Women Phumzile Mlambo-Ngcuka tepat di Hari Perempuan Internasional.
“Ketidaksabaran terbesar saya adalah tidak bergeraknya ketidaksetaraan ekonomi,” kata Mlambo-Ngcuka dalam keterangan khususnya memperingati Hari Perempuan Internasional yang diterima di Jakarta, Minggu.
Perempuan dan anak perempuan harus menggunakan tiga kali energi anak laki-laki dan pria untuk mengurus rumah tangga. Itu mereka bayar dengan kesetaraan kesempatan untuk pendidikan, di pasar tenaga kerja dan upaya mendapat kekuatan.
Itu semua pendorong terjadinya kemiskinan yang berulang, kata Mlambo-Ngcuka.
Perempuan muda yang harus membesarkan keluarganya 25 persen akan lebih mungkin hidup dalam kemiskinan ekstrem, yang mempengaruhi jutaan anak kecil, dengan dampak kemiskinan yang bertahan sampai akhir kehidupan bagi ibu dan anak.
Solusi yang diberikan harus mencakup kebijakan yang baik yang mempromosikan lebih banyak kesetaraan dalam tanggung jawab pengasuhan anak dan termasuk memberikan dukungan negara kepada keluarga, dan mereka yang bekerja di sektor informal.
Hal lain yang ia garis bawahi dalam hal kesetaraan gender yang harus dibenahi adalah sedikitnya jumlah perempuan di meja kekuasaan. Tiga per empat anggota parlemen di dunia adalah laki-laki.
Solusi yang terbukti adalah memperkenalkan kuota yang mengikat secara hukum untuk perwakilan perempuan. Hampir 80 negara sukses melakukannya dan beberapa pemerintahan memiliki kabinet yang seimbang gender dan secara eksplisit menunjukkan kebijakan feminis.
Ini, menurut dia, adalah tren yang diinginkan yang perlu dilihat lebih banyak di sektor publik dan swasta, meski secara keseluruhan proporsi perempuan dalam posisi manajerial tetap di kisaran 27 persen, bahkan ketika sudah lebih banyak perempuan lulus dari universitas.
Hal sama terjadi pada perempuan yang ada di meja perdamaian, di mana sebagian besar negosiator dan penandatangan adalah laki-laki.
“Kita tahu keterlibatan perempuan membawa kesepakatan damai lebih abadi, tetapi perempuan terus termarjinalkan. Grup perempuan dan pembela HAM menghadapi persekusi namun siap untuk melakukan lebih banyak lagi. Untuk itu mereka sangat membutuhkan peningkatan perlindungan, pendanaan dan sumber daya,” kata Mlambo-Ngcuka.
Kali ini PBB mengangkat tema “Saya Generasi Kesetaraan: Menyadari Hak Perempuan” untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.