Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian terus mendorong semangat pelaku industri di dalam negeri agar tetap berproduksi guna memenuhi kebutuhan pasar domestik hingga ekspor.

Langkah strategis yang telah dilakukan antara lain adalah menjaga ketersediaan bahan baku, meskipun di tengah kondisi tekanan ekonomi global sampai dampak terhadap pandemi virus korona (COVID-19).

“Kami bertekad untuk semakin memacu geliat dari pelaku industri kecil dan menengah (IKM), supaya kinerja mereka bisa kembali pulih,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.

Dirjen IKM mengakui, pada awal merebaknya virus korona di Wuhan, China, kegiatan IKM di dalam negeri cukup terpengaruh karena sebagian bahan baku berasal dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Namun saat ini, beberapa produsen di China sudah mulai beroperasi.

“Momentum ini harus menjadi titik balik bagi IKM di Indonesia untuk mulai meningkatkan produksinya. Bahkan, kami berharap, kegiatan ekspor mereka mampu kembali normal,” paparnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenperin, Achmad Sigit Dwiwahjono, bahwa bahan baku yang berasal dari China sudah kembali masuk ke Indonesia, meski jumlahnya belum maksimal.

“Sebagian sudah masuk ke dalam negeri, seperti tekstil, logam, dan permesinan meski dalam jumlah terbatas," ungkapnya.

Angkanya pun bervariasi mulai 20-40 persen pada setiap kebutuhan bahan baku. Guna mempermudah prosedur impor, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan stimulus bagi sektor industri manufaktur di tanah air. “Misalnya, mempermudah prosedur untuk bahan baku yang berasal dari China,” ujarnya.

Kemudian, melakukan relaksasi Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22) Impor. Pembebasan PPh Pasal 22 Impor ini diberikan kepada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan Wajib Pajak KITE IKM.

Relaksasi tersebut berlaku selama enam bulan terhitung mulai bulan April hingga September 2020 dengan total perkiraan pembebasan sebesar Rp8,15 triliun.

Kebijakan ini ditempuh sebagai upaya memberikan ruang cashflow bagi industri sebagai kompensasi switching cost (biaya sehubungan perubahan negara asal impor).
 


Pewarta : Sella Panduarsa Gareta
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024