Jakarta (ANTARA) - Stres adalah hal yang wajar dan normal tetapi reaksi terhadapnya akan menentukan kondisi tubuh dan pikiran dan karena itu perlu kemampuan mengelolanya, kata psikolog klinis Danang Baskoro.
"Ketika stres menghadapi bahaya, misalnya di rumah sakit dengan COVID-19, kita harus waspada. Itu hal yang bagus karena meningkatkan kehatian-hatian kita, meningkatkan kinerja," kata psikolog RSJ Menur Surabaya di konferensi via video yang diselenggarakan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta, Rabu.
Tapi jika hal tersebut berlangsung dalam waktu lama, seperti yang terjadi saat ini dengan mewabahnya COVID-19, maka dapat menguras energi dan membuat imunitas tubuh turun karena itu salah satunya diperlukan relaksasi untuk menghadapinya.
Hal itu sangat berpengaruh kepada tenaga medis yang langsung berhadapan dengan pasien terinfeksi penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu.
Untuk itu, menurut pakar psikolog pakar psikologi Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, para tenaga medis mungkin dapat melakukan relaksasi dengan masuk ke sebuah ruangan yang nyaman, terpisah dari suasana ruang perawatan yang cenderung tegang.
Di sana tenaga medis dapat duduk dan melepas seragam medis dan mengambil napas panjang 3-4 kali. Setiap tarikan dan hembusan napas diselingi dengan mengucapkan kalimat rileks dan nyaman sambil membayangkan menuruni 10 anak tangga.
Setelah itu, tenaga medis itu bisa membayangkan apa yang akan dilakukan setelah kembali ke rumah dan meyakinkan diri sudah melakukan segalanya dan tidak ada virus yang menempel.
"Itu akan mengaktifkan bagian sel dalam tubuh yang akan mendukung proses detachment dari rumah sakit. Kemudian akan mengaktivasi bagian sel di dalam tubuh untuk bertemu dengan kesiapan mental ke anak-anak, suami, istri di rumah," kata dia.*
"Ketika stres menghadapi bahaya, misalnya di rumah sakit dengan COVID-19, kita harus waspada. Itu hal yang bagus karena meningkatkan kehatian-hatian kita, meningkatkan kinerja," kata psikolog RSJ Menur Surabaya di konferensi via video yang diselenggarakan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Jakarta, Rabu.
Tapi jika hal tersebut berlangsung dalam waktu lama, seperti yang terjadi saat ini dengan mewabahnya COVID-19, maka dapat menguras energi dan membuat imunitas tubuh turun karena itu salah satunya diperlukan relaksasi untuk menghadapinya.
Hal itu sangat berpengaruh kepada tenaga medis yang langsung berhadapan dengan pasien terinfeksi penyakit yang menyerang sistem pernapasan itu.
Untuk itu, menurut pakar psikolog pakar psikologi Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, para tenaga medis mungkin dapat melakukan relaksasi dengan masuk ke sebuah ruangan yang nyaman, terpisah dari suasana ruang perawatan yang cenderung tegang.
Di sana tenaga medis dapat duduk dan melepas seragam medis dan mengambil napas panjang 3-4 kali. Setiap tarikan dan hembusan napas diselingi dengan mengucapkan kalimat rileks dan nyaman sambil membayangkan menuruni 10 anak tangga.
Setelah itu, tenaga medis itu bisa membayangkan apa yang akan dilakukan setelah kembali ke rumah dan meyakinkan diri sudah melakukan segalanya dan tidak ada virus yang menempel.
"Itu akan mengaktifkan bagian sel dalam tubuh yang akan mendukung proses detachment dari rumah sakit. Kemudian akan mengaktivasi bagian sel di dalam tubuh untuk bertemu dengan kesiapan mental ke anak-anak, suami, istri di rumah," kata dia.*