Mataram (ANTARA) - Salam Hangat untuk teman sejawat semuanya....

Beberapa minggu terakhir ini kita di hebohkan dengan adanya wabah yang disebut sebagai Covid-19, Penyakit yang disebabkan oleh corona Virus. Virus yg diciptakan Tuhan muncul pada sekitar akhir bulan Desember 2019 yang lalu tepatnya di Kota Wuhan China. 

Dilaporkan ribuan warga Wuhan meninggal tidak hanya jasad yang berstatus masyarakat biasa saja melainkan tenaga medispun tak mampu melawan. Wuhan adalah titik awal perjalanan korona virus, dan saat ini berdasarkan data virus korona menyebar di 212 Negara/Kawasan di seluruh dunia dan salah satunya adalah Indonesia yang tersebar di hampir seluruh provinsi.

Corona adalah takdir yang tuhan tetapkan untuk kita semua. tugas manusia adalah ikhtiar untuk menolak segala penyakit dengan segala sebab yang ada. Di media telah Kita saksikan bersama berapa korban telah meninggal, tenaga medis secara logika adalah manusia yang tak mungkin tertular oleh sebab adanya berbagai instrumen pelindung diri yang dimiliki namun apa daya.

Ada puluhan Dokter dilaporkan meninggal dan sampai detik ini sebanyak sepuluh tenaga kesehatan perawat pun pergi dengan kenangan Pahlawan Kemanusiaan, namun ditengah wabah yg saat ini disebut sebagai bencana nasional nonalam ada sebuah Nilai kemanusiaan yang hilang, entah karena Awam akan pengetahuan ataukah buta akan imbauan. 

Corona mungkin salah satu cara Tuhan melihat kepekaan diri manusia, ujian sesungguhnya tidak hanya pada seberapa besar nyawa yang hilang tetapi bagaimana kita beretika pada keadaan. 

Kita telah melihat berapa banyak korban ditolak untuk dimakamkan, jenazah tenaga medis sebagai garda terakhir dalam sebuah takdir ini pun tak luput  dari penolakan, bayangkan jika tenaga medis tidak lagi ingin atau memiliki mental yang sama dengan perilaku tak pantas yg dtunjukkan oleh sebagaian kita, maka siapa lagi yg diharapkan untuk menjadi garda depan dalam sebuah pelayanan kesehatan???.

Berbagai cerita kerap terdengar, bagaimana tenaga medis diasingkan, dikucilkan, bahkan muncul stigma negatif yang dilekatkan terhadap kondisi saat ini sehingga tak jarang itu menjadi beban psikologis para tenaga kesehatan, terakhir salah satu Pejuang kemanusian seorang perawat Rumah Sakit Kariadi Semarang yang ditolak jenazahnya untuk dimakamkan dan akhirnya dengan kebesaran hati pimpinan Rumah Sakit Kariadi Semarang, pemakaman jenazah dilakukan dimakam Bergota makam keluarga besar RS Kariadi semarang.

Lalu ketika suasana ini terus dibiarkan mengalir dan mnjadi sebab tenaga kesehatan tak lagi didepan lalu siapa lagi yang diharapkan?. Tenaga medis diseluruh negeri saat ini dihadapkan pada persoalan yang krusial namun tak membuat hati gentar, ditengah keterbatasan Alat Pelindung diri (APD) pun tenaga medis mampu bekerja dengan seadanya, menjadikan jas hujan sebagai pengganti gaun yang standar, keresekpun mampu dibuat menjadi Cover Boot dan berbagai kreatifitas lainnya muncul oleh sebab keadaan. 

Tenaga medis secara psikologis membutuhkan dukungan penuh masyarakat bukan berupa materi yang kami minta melainkan dukungan moril. 

Melalui tulisan singkat ini saya yang juga merupakan salah satu tim yang turut serta merawat pasien-pasien Covid-19 berharap kepada seluruh masyarakat agar memahami tugas tenaga medis berikan mereka rasa aman dan nyaman akhiri segala bentuk tindakan yang "memojokkan" dan bahkan memberi stigma negatif.

Cukuplah bagi kami tenaga medis merasakan betapa "rumitnya" tugas kemanusiaan di tengah wabah ini, biarkan ini menjadi tugas mulia kami dan doakan kami tenaga medis tetap sehat sehingga mampu untuk terus merawat negeri ini dan kepada seluruh teman sejawat yang ada di seantero negeri ini tetap semangat, mari kita jalankan tugas ini dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab.


Tanjung, 10/04/2020
Ditulis di salah satu sudut ruang isolasi Central Covid-19 RSUD Kab.Lombok Utara

Ns.Chan.S.Kep

Pewarta : Oleh Ns.Chan.S.Kep*
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024