Mataram (ANTARA) - Muhlisin, suami dari Mita alias Supriadi melaporkan sejumlah aparatur pemerintah tingkat kecamatan, wilayah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, yang menerbitkan data palsu sebagai alat kelengkapan administrasi pernikahannya ke pihak kepolisian.
Muhlisin melalui kuasa hukumnya, Aan Ramadhan, yang dikonfirmasi wartawan di Mataram, Rabu, membenarkan bahwa laporan kliennya telah diserahkan ke Polda NTB, Senin (15/6) lalu.
"Iya jadi laporannya sudah kita masukkan ke Polda NTB. Sekarang kita tinggal menunggu kabar lanjutan dari polisi. Mudahan segera ditindaklanjuti," kata Aan.
Baca juga: Kuasa hukum klarifikasi soal pernikahan sesama jenis
Dalam laporannya, pihak Muhlisin melaporkan tiga pejabat pemerintahan tingkat kecamatan, mulai dari Kepala Lingkungan Pejarakan, Lurah Pejarakan Karya, dan Kepala Kantor Urusan Agama Ampenan.
Mereka dilaporkan karena telah mengeluarkan rekomendasi dan keterangan palsu dalam bentuk akta autentik, berupa surat pengantar perkawinan nomor 38/RIRKK/V/2020 tertanggal 27 Mei 2020.
"Surat itu ditandatangani Lurah Pejarakan Karya dan pihak lingkungan tempat tinggal Mita (Supriadi)," ujarnya.
Surat tersebut yang kemudian ditindaklanjuti oleh pihak KUA Ampenan dan menjadi syarat pengantar Mita untuk masuk dalam proses kelengkapan administrasi pernikahannya di KUA Kediri, daerah asal Muhlisin.
Baca juga: Pernikahan di Lombok Barat ternyata mempelai wanitanya laki-laki, "Mita" akhirnya ditetapkan sebagai tersangka
"Dari pembuatan surat palsu itu, Mita dan klien saya ini dapat melangsungkan pernikahan, 2 Juni 2020 lalu. Pada pernikahan itu dihadiri juga oleh Kepala Lingkungan Pejarakan," ucapnya.
Dengan kronologis yang demikian, Aan mengatakan bahwa kliennya sudah merasa ditipu dan sangat dirugikan.
Karenanya, aparatur pemerintah tingkat kecamatan dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Identitas Juncto Pasal 277 KUHP tentang Asal Usul Perkawinan.
Sementara Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto yang dikonfirmasi mengaku belum mengetahui adanya laporan tersebut.
"Nanti kita cek dulu, kalau memang benar ada, pasti laporannya akan ditindaklanjuti," kata Artanto.
Muhlisin melalui kuasa hukumnya, Aan Ramadhan, yang dikonfirmasi wartawan di Mataram, Rabu, membenarkan bahwa laporan kliennya telah diserahkan ke Polda NTB, Senin (15/6) lalu.
"Iya jadi laporannya sudah kita masukkan ke Polda NTB. Sekarang kita tinggal menunggu kabar lanjutan dari polisi. Mudahan segera ditindaklanjuti," kata Aan.
Baca juga: Kuasa hukum klarifikasi soal pernikahan sesama jenis
Dalam laporannya, pihak Muhlisin melaporkan tiga pejabat pemerintahan tingkat kecamatan, mulai dari Kepala Lingkungan Pejarakan, Lurah Pejarakan Karya, dan Kepala Kantor Urusan Agama Ampenan.
Mereka dilaporkan karena telah mengeluarkan rekomendasi dan keterangan palsu dalam bentuk akta autentik, berupa surat pengantar perkawinan nomor 38/RIRKK/V/2020 tertanggal 27 Mei 2020.
"Surat itu ditandatangani Lurah Pejarakan Karya dan pihak lingkungan tempat tinggal Mita (Supriadi)," ujarnya.
Surat tersebut yang kemudian ditindaklanjuti oleh pihak KUA Ampenan dan menjadi syarat pengantar Mita untuk masuk dalam proses kelengkapan administrasi pernikahannya di KUA Kediri, daerah asal Muhlisin.
Baca juga: Pernikahan di Lombok Barat ternyata mempelai wanitanya laki-laki, "Mita" akhirnya ditetapkan sebagai tersangka
"Dari pembuatan surat palsu itu, Mita dan klien saya ini dapat melangsungkan pernikahan, 2 Juni 2020 lalu. Pada pernikahan itu dihadiri juga oleh Kepala Lingkungan Pejarakan," ucapnya.
Dengan kronologis yang demikian, Aan mengatakan bahwa kliennya sudah merasa ditipu dan sangat dirugikan.
Karenanya, aparatur pemerintah tingkat kecamatan dilaporkan atas dugaan melanggar Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Identitas Juncto Pasal 277 KUHP tentang Asal Usul Perkawinan.
Sementara Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto yang dikonfirmasi mengaku belum mengetahui adanya laporan tersebut.
"Nanti kita cek dulu, kalau memang benar ada, pasti laporannya akan ditindaklanjuti," kata Artanto.