Mataram (ANTARA) - Polisi kehutanan (polhut) di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) masih memburu keberadaan cukong (pemodal) dari perambahan liar di kawasan register tanah kehutanan (RTK-70) Hutan Ampang Kampaja, Kabupaten Sumbawa.
"Kami akan terus melacak pemodal berinisial T maupun pemain lainnya," kata Kepala Balai Penegakan Hukum Jawa Bali Nusa Tenggara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Muhammad Nur dalam keterangan tertulis yang diterima, di Mataram, Senin.
Kasus yang terungkap dari hasil operasi bersama rutin tim gabungan dari Balai Gakkum Jawa Bali Nusa Tenggara Kementerian LHK RI, Tim Gakkum Dinas LHK Provinsi NTB, dan TNI-Polri didapatkan dua pelaku berinisial A dan S yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya ditangkap pada 8 Juli lalu, kemudian ditetapkan tersangka pada 10 Juli, dan kini mereka telah dititipkan penahanannya di Lapas Sumbawa.
Pengungkapan kasus berawal dari kegiatan patroli rutin untuk menindaklanjuti laporan masyarakat bahwa telah marak terjadi penebangan pohon di kawasan hutan dan perambahan kawasan Hutan Ampang Kampaja.
Di lokasi, tim mendapati lima orang sedang membuat pondok dan memperbaiki gergaji mesin. Setelah diinterogasi dan areal tersebut diperiksa, ditemukan barang bukti terkait perambahan hutan.
"Ada dua chainsaw dan delapan batang kayu olahan sepanjang 12 m dan sekitar 50 tonggak kayu bekas tebangan di dalam kawasan hutan," ujarnya pula.
Dia menambahkan, dari lima orang tersebut, dua orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, yakni yang berinisial A dan S.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 82 ayat 1 huruf c juncto Pasal 12 huruf c, Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun.
"Akibat perbuatan tersangka, terjadi kerusakan ekosistem, sehingga hutan kehilangan fungsi ekologisnya yang akan berakibat banjir dan longsor. Kerugian secara ekonomi akan dihitung berdasarkan nilai tegakan pohon yang ditebang," kata dia pula.
Dirjen Gakkum Kemen LHK RI Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa para pelaku perambahan hutan ini disinyalir memiliki jaringan sampai hilir atau pemesan kayunya.
"Jadi kami tidak akan kompromi dalam menghadapi para perusak hutan dan jaringannya, termasuk pemodalnya. Perbuatan merusak hutan itu sangat berdampak pada kualitas lingkungan," kata Ridho Sani.
"Kami akan terus melacak pemodal berinisial T maupun pemain lainnya," kata Kepala Balai Penegakan Hukum Jawa Bali Nusa Tenggara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Muhammad Nur dalam keterangan tertulis yang diterima, di Mataram, Senin.
Kasus yang terungkap dari hasil operasi bersama rutin tim gabungan dari Balai Gakkum Jawa Bali Nusa Tenggara Kementerian LHK RI, Tim Gakkum Dinas LHK Provinsi NTB, dan TNI-Polri didapatkan dua pelaku berinisial A dan S yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka.
Keduanya ditangkap pada 8 Juli lalu, kemudian ditetapkan tersangka pada 10 Juli, dan kini mereka telah dititipkan penahanannya di Lapas Sumbawa.
Pengungkapan kasus berawal dari kegiatan patroli rutin untuk menindaklanjuti laporan masyarakat bahwa telah marak terjadi penebangan pohon di kawasan hutan dan perambahan kawasan Hutan Ampang Kampaja.
Di lokasi, tim mendapati lima orang sedang membuat pondok dan memperbaiki gergaji mesin. Setelah diinterogasi dan areal tersebut diperiksa, ditemukan barang bukti terkait perambahan hutan.
"Ada dua chainsaw dan delapan batang kayu olahan sepanjang 12 m dan sekitar 50 tonggak kayu bekas tebangan di dalam kawasan hutan," ujarnya pula.
Dia menambahkan, dari lima orang tersebut, dua orang di antaranya ditetapkan sebagai tersangka, yakni yang berinisial A dan S.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 82 ayat 1 huruf c juncto Pasal 12 huruf c, Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun.
"Akibat perbuatan tersangka, terjadi kerusakan ekosistem, sehingga hutan kehilangan fungsi ekologisnya yang akan berakibat banjir dan longsor. Kerugian secara ekonomi akan dihitung berdasarkan nilai tegakan pohon yang ditebang," kata dia pula.
Dirjen Gakkum Kemen LHK RI Rasio Ridho Sani mengatakan bahwa para pelaku perambahan hutan ini disinyalir memiliki jaringan sampai hilir atau pemesan kayunya.
"Jadi kami tidak akan kompromi dalam menghadapi para perusak hutan dan jaringannya, termasuk pemodalnya. Perbuatan merusak hutan itu sangat berdampak pada kualitas lingkungan," kata Ridho Sani.