Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Nusa Tenggara Barat melaporkan nilai ekonomi kelompok perhutanan sosial di Nusa Tenggara Barat selama enam tahun terakhir mencapai Rp223,8 miliar.
"Nusa Tenggara Barat memiliki 271 kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) yang terdiri atas 218 KUPS biru, 29 KUPS perak, 23 KUPS emas, dan 1 KUPS platinum," kata Kepala DLHK NTB Julmansyah di Mataram, Jumat.
Julmansyah menuturkan komoditas kelompok usaha perhutanan sosial paling banyak di Nusa Tenggara Barat berupa kopi, madu, buah dan hasil hutan bukan kayu, serta kemiri dan jati.
Di Nusa Tenggara Barat, jumlah persetujuan perhutanan sosial mencapai 71.925 hektare dengan 43 ribu kepala keluarga dan telah terbentuk 492 usaha perhutanan sosial.
Baca juga: DLHK NTB pertemukan pelaku perhutanan sosial dengan empat industri
Menurut Julmansyah, perhutanan sosial tak hanya mendongkrak ekonomi masyarakat lokal, tetapi juga sebagai upaya mitigasi perubahan iklim yang menaikkan muka air laut dan mengancam daerah pesisir.
Hutan mangrove secara alami dapat meredam gelombang laut yang dapat menyebabkan abrasi, termasuk juga meredam tsunami. Keberadaan mangrove membuat gelombang yang sampai ke pantai dapat diturunkan energinya, ketinggian, dan penetrasinya.
Di Lombok Timur, kelompok sadar wisata Gili Sulang memiliki izin perhutanan sosial Gili Lawang. Mereka berpartisipasi menjaga ekosistem mangrove di pesisir Desa Sugian, Kecamatan Sambelia, dengan memanam 10.000 ribu bibit mangrove per hektare.
Baca juga: NTB meraih Adi Niti 2024 berkat penerapan standardisasi lingkungan
Baca juga: DLHK NTB mencegah kebakaran di TPAR Kebon Kongok